Kisah Pemberontakan Trunojoyo dan Hancurnya Kerajaan Mataram
loading...
A
A
A
Trunojoyo kemudian menjadi menantu Raden Kajaron. Pada 1670, terjadi perselisihan di Kesultanan Mataram antara Sultan Amangkurat I dengan putra mahkotanya, Adipati Anom.
Untuk merahasiakan pergerakan, Adipati Anom diam-diammeminta dukungan Raden Kajoran alias Panembahan Rama. Pada kesempatan ini, Raden Kajoran memperkenalkan menantunya, yakni Trunojoyo untuk ikut ambil bagian dalam pemberontakan. Adipati Anom berjanji menyerahkan Madura Barat yang waktu itu dipimpin oleh Tumenggung Yudonegoro kepada Trunajaya, sebagai imbalan.
Dari perjanjian dengan Adipati Anom ini, Trunajaya mulai menguasai Madura Barat. Sejarawan Belanda, H.J. De Graaf dalam bukunya “Runtuhnya Istana Mataram” (1987) menulis bahwa penguasaan Trunojoyo atas Madura Barat, dilakukan melalui strategi diplomasi yang jitu menghadapi Tumenggung Yudonegoro.
Yang pertama dia membawa hasil perjanjiannya dengan Adipati Anom. Kedua, Trunojoyo berhasil meyakinkan Tumenggung bahwa dirinya pewaris yang sah kekuasaan Madura Barat karena merupakan cucu dari Cakraningrat I.
Setelah menguasai Madura Barat secara damai Trunojoyo dengan cepat membentuk laskar, yang berasal dari rakyat Madura. Kebanyakan laskar yang direkrut adalah mereka yang tidak menyukai Mataram. Bermodal pasukan yang militan itu, Trunojoyo merebut satu per satu wilayah Mataram.
Sebelum merebut wilayah bagian Mataram, ia terlebih dahulu menculik Cakraningrat II dan diasingkannya ke Lodaya, Kediri. Setelah itu, pada 1674, ia berhasil merebut seluruh kekuasaan di Madura dan memproklamirkan diri sebagai raja merdeka, dan mastikan dirinya sejajar dengan raja Mataram.
Dukungan rakyat Madura begitu kuat karena merasa Cakraningrat II de facto tidak pernah memperhatikan mereka. Untuk menambah kekuatan, laskar Madura pimpinan Trunojoyo bekerja sama Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian dari Makassar, pengikut setia Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC.
Kelompok Makassar itu berpusat di Demung, Panarukan. Mereka bersatu memerangi Amangkurat I yang bekerja sama dengan VOC. Untuk mempererat hubungan, Trunojoyo bahkan mengawinkan putrinya dengan putra Karaeng Galesong. Trunojoyo juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama.
Dengan kekuatan semakin besar, mulai September 1676, laskar Madura ekspansinya ke Mataram. Perang di Gegodog pecah pada tanggal 16 Oktober 1676. Pada parang ini sejumlah bangsawan Mataram gugur. Di antara diantaranya Panji Wirabumi, Kiai Ngabei Wirajaya, Kiai Rangga Sidayu dan Pangeran Purbaya.
Selanjutnya, pada Oktober 1676 , Lasem dan Rembang ditaklukkan. Pada 20 November 1676, Jepara diserang. Namun karena kota ini dilindungi oleh VOC-Belanda, pasukan tidak menghancurkannya. Pada Desember 1676, Demak dikuasai. Di sini, sekitar 11.000 pasukan Mataram meninggalkan Demak.
Untuk merahasiakan pergerakan, Adipati Anom diam-diammeminta dukungan Raden Kajoran alias Panembahan Rama. Pada kesempatan ini, Raden Kajoran memperkenalkan menantunya, yakni Trunojoyo untuk ikut ambil bagian dalam pemberontakan. Adipati Anom berjanji menyerahkan Madura Barat yang waktu itu dipimpin oleh Tumenggung Yudonegoro kepada Trunajaya, sebagai imbalan.
Dari perjanjian dengan Adipati Anom ini, Trunajaya mulai menguasai Madura Barat. Sejarawan Belanda, H.J. De Graaf dalam bukunya “Runtuhnya Istana Mataram” (1987) menulis bahwa penguasaan Trunojoyo atas Madura Barat, dilakukan melalui strategi diplomasi yang jitu menghadapi Tumenggung Yudonegoro.
Yang pertama dia membawa hasil perjanjiannya dengan Adipati Anom. Kedua, Trunojoyo berhasil meyakinkan Tumenggung bahwa dirinya pewaris yang sah kekuasaan Madura Barat karena merupakan cucu dari Cakraningrat I.
Setelah menguasai Madura Barat secara damai Trunojoyo dengan cepat membentuk laskar, yang berasal dari rakyat Madura. Kebanyakan laskar yang direkrut adalah mereka yang tidak menyukai Mataram. Bermodal pasukan yang militan itu, Trunojoyo merebut satu per satu wilayah Mataram.
Baca Juga
Sebelum merebut wilayah bagian Mataram, ia terlebih dahulu menculik Cakraningrat II dan diasingkannya ke Lodaya, Kediri. Setelah itu, pada 1674, ia berhasil merebut seluruh kekuasaan di Madura dan memproklamirkan diri sebagai raja merdeka, dan mastikan dirinya sejajar dengan raja Mataram.
Dukungan rakyat Madura begitu kuat karena merasa Cakraningrat II de facto tidak pernah memperhatikan mereka. Untuk menambah kekuatan, laskar Madura pimpinan Trunojoyo bekerja sama Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian dari Makassar, pengikut setia Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC.
Kelompok Makassar itu berpusat di Demung, Panarukan. Mereka bersatu memerangi Amangkurat I yang bekerja sama dengan VOC. Untuk mempererat hubungan, Trunojoyo bahkan mengawinkan putrinya dengan putra Karaeng Galesong. Trunojoyo juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama.
Dengan kekuatan semakin besar, mulai September 1676, laskar Madura ekspansinya ke Mataram. Perang di Gegodog pecah pada tanggal 16 Oktober 1676. Pada parang ini sejumlah bangsawan Mataram gugur. Di antara diantaranya Panji Wirabumi, Kiai Ngabei Wirajaya, Kiai Rangga Sidayu dan Pangeran Purbaya.
Selanjutnya, pada Oktober 1676 , Lasem dan Rembang ditaklukkan. Pada 20 November 1676, Jepara diserang. Namun karena kota ini dilindungi oleh VOC-Belanda, pasukan tidak menghancurkannya. Pada Desember 1676, Demak dikuasai. Di sini, sekitar 11.000 pasukan Mataram meninggalkan Demak.