Kisah Pemberontakan Trunojoyo dan Hancurnya Kerajaan Mataram

Selasa, 23 Agustus 2022 - 05:04 WIB
loading...
Kisah Pemberontakan Trunojoyo dan Hancurnya Kerajaan Mataram
Foto ilustrasi SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kebesaran Kerajaan Mataram dengan segala warisan bangunan megah di Istana Plered hancur tidak tersisa oleh ganasnya pasukan pemberontak pimpinan Trunojoyo. Istana dan segala isinya diangkut, para prajurit banyak terbunuh dan ditawan, puluhan perempuan cantik, putri raja, putri abdi dalem keraton juga diangkut.

Jaman keemasan Mataram berakhir kelam. Sejarah mencatat, runojoyo berhasil menyudahi kerajaan Mataram pada tahun 1677. Siapa Trunojoyo dan bagaimana dia bisa memobilisasi pasukan pemberontak hingga mampu meruntuhkan nama besar Mataram?

Kakek Trunojoyo berasal dari Madura. Kisahnya, pada tahun 1624 Sultan Agung mengekspansi wilayah kekuasaan ke bagian timur Jawa, bahkan hingga ke Pulau Madura.

Sesusah menaklukkan Madura, Sultan Agung membawa pulang sejumlah tawanan. Salah satunya adalah Raden Prasena, salah seorang bangsawan Madura yang disegani. Di istana raja, Raden Prasena menunjukkan kualitas dirinya. Selain penampilannya yang good looking, Raden Prasena juga memiliki karakter atau sifat yang baik.



Mempertimbangkan itu semua, Sultan Agung menikahkannya dengan salah satu putrinya. Raden Prasena pun menjadi menantu dan diberi tugas menjadi penguasa bawahan Mataram untuk wilayah Madura Barat. Raden Prasena kemudian diberi gelar Panembahan Cakraningrat atau Cakraningrat I.

Meski diberi tugas sebagai penguasa Madura, Cakraningrat I lebih banyak berada di Mataram. Cakraningrat I memiliki anak dari selir yang diberi nama Raden Demang Melayakusuma. Putra Cakraningrat I ini juga diberi tugas menjalankan pemerintahan sehari-hari di Madura Barat. Baik Cakraningrat I maupun Raden Demang, keduanya merupakan panglima perang bagi Mataram.

Dari Raden Demang Melayakusuma ini lahir Trunojoyo. Pada saat Trunojoyo masih remaja, Cakraningrat I dan Demang Melayakusuma ditugaskan untuk memadamkan pemberontakan Pangeran Alit pada 1665. Cakraningrat I dan Demang tewas dalam pertempuran itu.

Selepas ditinggal ayahnya, Trunajaya kemudian tinggal bersama pamannya Raden Undagan, adik Melayakusuma. Raden Undangan yang bergelar Panembahan Cakraningrat II juga diberi tugas untuk menguasai walyah Madura, walau kesehariannya berada di Mataram.

Pada saat dewasa, Trunojoyo meninggalkan sang paman di kraton lantaran cinta terlarang dengan putri paman mengancam jiwanya. Trunojoyo lalu tingga bersama Raden Kajoran Ambalik, seorang ulama dan kerabat istana Mataram.

Trunojoyo kemudian menjadi menantu Raden Kajaron. Pada 1670, terjadi perselisihan di Kesultanan Mataram antara Sultan Amangkurat I dengan putra mahkotanya, Adipati Anom.

Untuk merahasiakan pergerakan, Adipati Anom diam-diammeminta dukungan Raden Kajoran alias Panembahan Rama. Pada kesempatan ini, Raden Kajoran memperkenalkan menantunya, yakni Trunojoyo untuk ikut ambil bagian dalam pemberontakan. Adipati Anom berjanji menyerahkan Madura Barat yang waktu itu dipimpin oleh Tumenggung Yudonegoro kepada Trunajaya, sebagai imbalan.

Dari perjanjian dengan Adipati Anom ini, Trunajaya mulai menguasai Madura Barat. Sejarawan Belanda, H.J. De Graaf dalam bukunya “Runtuhnya Istana Mataram” (1987) menulis bahwa penguasaan Trunojoyo atas Madura Barat, dilakukan melalui strategi diplomasi yang jitu menghadapi Tumenggung Yudonegoro.

Yang pertama dia membawa hasil perjanjiannya dengan Adipati Anom. Kedua, Trunojoyo berhasil meyakinkan Tumenggung bahwa dirinya pewaris yang sah kekuasaan Madura Barat karena merupakan cucu dari Cakraningrat I.

Setelah menguasai Madura Barat secara damai Trunojoyo dengan cepat membentuk laskar, yang berasal dari rakyat Madura. Kebanyakan laskar yang direkrut adalah mereka yang tidak menyukai Mataram. Bermodal pasukan yang militan itu, Trunojoyo merebut satu per satu wilayah Mataram.

Sebelum merebut wilayah bagian Mataram, ia terlebih dahulu menculik Cakraningrat II dan diasingkannya ke Lodaya, Kediri. Setelah itu, pada 1674, ia berhasil merebut seluruh kekuasaan di Madura dan memproklamirkan diri sebagai raja merdeka, dan mastikan dirinya sejajar dengan raja Mataram.

Dukungan rakyat Madura begitu kuat karena merasa Cakraningrat II de facto tidak pernah memperhatikan mereka. Untuk menambah kekuatan, laskar Madura pimpinan Trunojoyo bekerja sama Karaeng Galesong, pemimpin kelompok pelarian dari Makassar, pengikut setia Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC.

Kelompok Makassar itu berpusat di Demung, Panarukan. Mereka bersatu memerangi Amangkurat I yang bekerja sama dengan VOC. Untuk mempererat hubungan, Trunojoyo bahkan mengawinkan putrinya dengan putra Karaeng Galesong. Trunojoyo juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama.

Dengan kekuatan semakin besar, mulai September 1676, laskar Madura ekspansinya ke Mataram. Perang di Gegodog pecah pada tanggal 16 Oktober 1676. Pada parang ini sejumlah bangsawan Mataram gugur. Di antara diantaranya Panji Wirabumi, Kiai Ngabei Wirajaya, Kiai Rangga Sidayu dan Pangeran Purbaya.

Selanjutnya, pada Oktober 1676 , Lasem dan Rembang ditaklukkan. Pada 20 November 1676, Jepara diserang. Namun karena kota ini dilindungi oleh VOC-Belanda, pasukan tidak menghancurkannya. Pada Desember 1676, Demak dikuasai. Di sini, sekitar 11.000 pasukan Mataram meninggalkan Demak.

Selanjutnya, pada Desember 1676, Laskar Madura menyerang Kota Semarang. Adipati Semarang Nayacitra melarikan diri. Sedangkan bawahannya Astrayuda, membelot dukung pasukan pemberontak Trunojoyo.

Kemudian, Laskar Madura merebut Pekalongan. Tegal direbut pada Januari 1677 tanpa kekerasan. Cirebon yang dipimpin oleh Adipati Martadipa menyerah Januari 1677.

Pada April 1677 Trunojoyo mengirim pesan kepada VOC-Belanda bahwa separuh wilayah Mataram telah ditaklukan dan target puncak adalah Ibu Kota Mataram di Plered.

Pasukan Trunojoyo akhirnya berhadapan melawan pasukan Mataram di bawah pimpinan Adipati Anom yang berbalik mendukung ayahnya pada bulan Oktober 1677. Pasukan Adipati Anom berhasil dilumpuhkan.

Puncaknya menyerbu Plered. Dalam serangan ini, Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keratonnya, Ia menyingkir ke arah barat. Setelah terdesak ke Banyumas kemudian ke Ajibarang dan Wonoyoso, Amangkurat I akhirnya meninggal di daerah Tegalwangi.

Plered dan isinya dijarah, putri istana diculik. Bahkan kemudian Trunojoyomenikahi putri Amangkurat I setelah diculiknya. Merasa Mataram sudah runtuh, Trunojoyo membangun basisnya di Kediri dan mengangkat dirinya sebagai penguasa Mataram.

Namun, Adipati Anom yang dinobatkan menjadi Amangkurat II, bersiasat. Ia kemudian mendekati VOC dan meminta dukungan untuk menerangi Trunajaya.Ia berjanji seluruh biaya perang ditanggung oleh Mataram dan sebagian daerah Mataram seperti Semarang akab diserahkan kepada VOC sebagai imbalannya.

Pada April 1677, pasukan VOC menyerang Surabaya dan berhasil menguasainya. Setelah menguasai Surabaya, VOC mengirimkan ekspedisi ke Kediri. Ekspedisi yang dipimpin oleh Anthony Hurdt ini kurang lebih berjumlah 3.000 orang yang terdiri dari orang Belanda, Ambon (dipimpin oleh Jonker), Bali, dan Bugis (dipimpin oleh Aru Palakka).

Mereka dibantu oleh pasukan Mataram yang masih setia kepada Amangkurat II. Dengan pasukan itu, benteng pertahanan Trunajaya sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC. Pada 27 Desember 1679 kepada Kapitan Jonker mengepung Trunojoyodi tempat persembunyiannya di lereng Gunung Kelud

Trunajaya ditangkap hidup-hidup lalu diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di Payak, Bantul, pada Januari 1680. Setelah bertemu, Amangkurat II atau Adipati Anom mengatakan kepada Trunojoyo, ”Saya ampunkan kamu dan mengangkat kamu sebagai Adipati Madura”.Sadis! Perkataan itu disusul dengan tikaman keris ke tubuh Trunojoyo hingga tewas di hadapannya.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4025 seconds (0.1#10.140)