10 Contoh Legenda Nusantara, dari Kisah Sangkuriang hingga Cerita Empat Raja Papua
Selasa, 03 September 2024 - 14:55 WIB
Hari semakin malam, setelah lama menunggu akhirnya ia memergoki kawanan babi hutan yang menyerang kebunnya. Benar saja, tak seperti babi hutan biasa yang akan putar balik saat melihat pagar, jenis satu ini malah melompati pagar dengan mudahnya.
Kaget sekaligus panik, petani langsung melempar tombak ke seekor babi hutan yang berjarak paling dekat dari tempat persembunyiannya hingga menancap di bagian perut sebelah kanan. Babi hutan itu mengerang kesakitan dan kabur dengan begitu cepat sekaligus membuat kawanannya kaget.
Petani merasa percuma mengejar babi hutan itu di malam hari, tapi ia harus mendapatkan tombaknya kembali agar tidak terkena kutukan leluhur. Saat matahari mulai terbit, petani segera mengikuti jejak kaki dan darah babi hutan yang kabur bersama tombak warisannya.
Sang petani jauh-jauh mengikuti jejak si babi hutan hingga sampai ke tepi pantai. Namun anehnya, jejak itu hilang begitu saja. Pikirnya, itu mustahil. Karena berarti para babi hutan itu terbang atau berenang ke pulau seberang, saat salah satu di antaranya luka berat. Tapi tak ada tubuh babi tergeletak di sepanjang perjalanan sang petani menelusuri jejak. Artinya, babi yang terluka itu pasti ikut menyeberang.
Masih termangu, tiba-tiba terdengar suara besar dari belakang petani menanyakan kenapa dia terlihat bingung. Saat menengok, mengangalah mulut petani mengetahui yang berbicara adalah sosok siluman penyu setinggi tebing. Sambil gemetar, ia pun menanyakan kepada siluman penyu mengenai komplotan babi hutan yang sedang dicarinya. Untuk menjawab pertanyaannya, siluman penyu meminta petani naik ke atas punggungnya untuk menyeberang ke pulau lain. Meski ragu, sang petani pun menurutinya. Ternyata rasa takutnya pada kutukan leluhur lebih besar daripada sekadar berinteraksi dengan siluman.
Sesampainya di pulau seberang, siluman penyu mempersilakan petani turun dan menyelesaikan tujuannya. Jika nanti memerlukan bantuan lagi untuk pulang, petani tinggal naik ke atas pohon kelapa dan memanggil siluman penyu sekencang-kencangnya, ia akan datang. Maka berpisahlah mereka setelah petani mengucapkan terima kasih.
Tak tahu harus mulai dari mana, petani menuju ke satu-satunya pondok di pesisir pantai. Di sana ia bertemu dengan tuan rumah seorang wanita tua yang tinggal sendirian. Pikirnya jika komplotan babi itu menyeberang dengan siluman penyu setiap malam, pasti nenek sempat melihat mereka sesekali.
Benar saja, nenek mengatakan jika babi hutan yang dikisahkan oleh sang petani memang berasal dari pulau tempat tinggalnya. Namun itu bukan babi hutan biasa, melainkan sekelompok orang berilmu yang bisa berubah bentuk. Mereka pergi ke pulau seberang untuk mencuri dan memperkaya diri. Hingga kini menjadi komplotan paling berkuasa di pulau itu.
Nenek memperingatkan bahwa mereka sungguh sakti, tak mungkin petani bisa mendapatkan Numbu Ranggata dengan mudah. Tapi nenek bersedia mengajarkan beberapa jurus yang bisa membantu petani dalam perjalanannya. Ternyata nenek adalah petarung sakti yang memilih untuk menyepi. Dia merasa hari tuanya lebih berguna jika bisa mengajar bela diri pada murid pilihannya.
Beberapa hari berlalu hingga petani menguasai sedikit jurus nenek yang diturunkan padanya. Sebelum melanjutkan perjalanan, nenek memberi ramuan ajaib buatannya dan petuah untuk meminta imbalan Numbu Ranggata dan batu sakral Watu Maladong pada babi hutan yang ia lukai. Katanya Watu Maladong lebih baik jika dimiliki orang jujur seperti petani.
Kaget sekaligus panik, petani langsung melempar tombak ke seekor babi hutan yang berjarak paling dekat dari tempat persembunyiannya hingga menancap di bagian perut sebelah kanan. Babi hutan itu mengerang kesakitan dan kabur dengan begitu cepat sekaligus membuat kawanannya kaget.
Petani merasa percuma mengejar babi hutan itu di malam hari, tapi ia harus mendapatkan tombaknya kembali agar tidak terkena kutukan leluhur. Saat matahari mulai terbit, petani segera mengikuti jejak kaki dan darah babi hutan yang kabur bersama tombak warisannya.
Sang petani jauh-jauh mengikuti jejak si babi hutan hingga sampai ke tepi pantai. Namun anehnya, jejak itu hilang begitu saja. Pikirnya, itu mustahil. Karena berarti para babi hutan itu terbang atau berenang ke pulau seberang, saat salah satu di antaranya luka berat. Tapi tak ada tubuh babi tergeletak di sepanjang perjalanan sang petani menelusuri jejak. Artinya, babi yang terluka itu pasti ikut menyeberang.
Masih termangu, tiba-tiba terdengar suara besar dari belakang petani menanyakan kenapa dia terlihat bingung. Saat menengok, mengangalah mulut petani mengetahui yang berbicara adalah sosok siluman penyu setinggi tebing. Sambil gemetar, ia pun menanyakan kepada siluman penyu mengenai komplotan babi hutan yang sedang dicarinya. Untuk menjawab pertanyaannya, siluman penyu meminta petani naik ke atas punggungnya untuk menyeberang ke pulau lain. Meski ragu, sang petani pun menurutinya. Ternyata rasa takutnya pada kutukan leluhur lebih besar daripada sekadar berinteraksi dengan siluman.
Sesampainya di pulau seberang, siluman penyu mempersilakan petani turun dan menyelesaikan tujuannya. Jika nanti memerlukan bantuan lagi untuk pulang, petani tinggal naik ke atas pohon kelapa dan memanggil siluman penyu sekencang-kencangnya, ia akan datang. Maka berpisahlah mereka setelah petani mengucapkan terima kasih.
Tak tahu harus mulai dari mana, petani menuju ke satu-satunya pondok di pesisir pantai. Di sana ia bertemu dengan tuan rumah seorang wanita tua yang tinggal sendirian. Pikirnya jika komplotan babi itu menyeberang dengan siluman penyu setiap malam, pasti nenek sempat melihat mereka sesekali.
Benar saja, nenek mengatakan jika babi hutan yang dikisahkan oleh sang petani memang berasal dari pulau tempat tinggalnya. Namun itu bukan babi hutan biasa, melainkan sekelompok orang berilmu yang bisa berubah bentuk. Mereka pergi ke pulau seberang untuk mencuri dan memperkaya diri. Hingga kini menjadi komplotan paling berkuasa di pulau itu.
Nenek memperingatkan bahwa mereka sungguh sakti, tak mungkin petani bisa mendapatkan Numbu Ranggata dengan mudah. Tapi nenek bersedia mengajarkan beberapa jurus yang bisa membantu petani dalam perjalanannya. Ternyata nenek adalah petarung sakti yang memilih untuk menyepi. Dia merasa hari tuanya lebih berguna jika bisa mengajar bela diri pada murid pilihannya.
Beberapa hari berlalu hingga petani menguasai sedikit jurus nenek yang diturunkan padanya. Sebelum melanjutkan perjalanan, nenek memberi ramuan ajaib buatannya dan petuah untuk meminta imbalan Numbu Ranggata dan batu sakral Watu Maladong pada babi hutan yang ia lukai. Katanya Watu Maladong lebih baik jika dimiliki orang jujur seperti petani.
tulis komentar anda