10 Contoh Legenda Nusantara, dari Kisah Sangkuriang hingga Cerita Empat Raja Papua
Selasa, 03 September 2024 - 14:55 WIB
Betapa kaget dan sedihnya sang ibu melihat perasaan anaknya terluka oleh perkataan ayahnya sendiri. Ditambah perkataan Toba pada sang anak juga melukai hatinya sebagai istri. Toba telah mengingkari janjinya sebelum menjadikannya istri yakni mengungkap asal-usulnya dari seekor ikan. Dalam rasa marah, sedih, dan kecewa, ia pergi bersama sang anak dari rumah.
Toba yang menyadari ucapannya bergegas pulang dari ladang menuju rumahnya. Namun ia terlambat, sang istri dan anaknya sudah tidak ada di rumah. Saat itu, langit pun diliputi awan gelap. Gemuruh terdengar dari seluruh penjuru. Seakan alam ikut marah karena Toba mengingkari janjinya. Ia berlari tanpa arah. Ke sana-sini ia berusaha mencari istri dan anaknya.
Toba tak berhasil mendapati istri dan anaknya. Keduanya menghilang tanpa jejak. Sementara itu, sang putri yang pergi bersama Samosir, sang anak, sudah mengetahui akan terjadi bencana besar seketika itu juga. Dari langkah-langkah kakinya di tanah yang dipijak, perlahan-lahan keluar air terus-menerus. Sambil terus pergi menjauh, ia berusaha menyelamatkan sang anak. Ia menyuruh Samosir untuk pergi ke daratan paling tinggi di desa itu. Keduanya berpisah dalam rasa sedih yang teramat dalam.
Sang putri terus berlari tapi air terus keluar dari tanah yang iya pijak hingga akhirnya memenuhi seluruh penjuru desa. Air tak terbendung lagi. Dengan cepat seluruh desa tenggelam. Sang putri kembali menjadi ikan. Saking besarnya luapan air, daratan luas tersebut berubah menjadi danau. Danau itulah yang kini kita kenal sebagai Danau Toba. Dataran tinggi yang berhasil menjadi tempat Samosir menyelamatkan diri lantas menjadi Pulau Samosir.
Dikisahkan di suatu desa di Pulau Bali. Pada suatu waktu, hiduplah sepasang suami istri yang rukun dan berkecukupan. Namun, kebahagiaan kurang lengkap mereka rasakan. Bertahun-tahun menikah, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Setiap hari, mereka tak henti berdoa kepada Sang Hyang Widhi Wasa (sebutan untuk Tuhan dalam agama Hindu) agar diberi seorang anak. Hingga suatu hari, doa mereka didengar. Sang istri mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki.
Bayi itu ternyata istimewa, karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Meski masih bayi, porsi makannya menyerupai orang dewasa. Sampai kebutuhan pangannya turut ditanggung warga desa. Lama-kelamaan, besar tubuhnya melebihi ukuran orang dewasa. Lantas, orang-orang memanggilnya dengan sebutan Kebo Iwa yang berarti “paman kerbau.”
Selain nafsu makannya, Kebo Iwa juga terkenal akan sifatnya yang pemarah. Jika keinginannya tidak terpenuhi, Kebo Iwa akan merusak lingkungan sekitarnya. Kebo Iwa bisa menghancurkan rumah warga, bahkan tak segan merusak pura ketika merasa makanannya kurang. Tentu saja hal ini semakin meresahkan warga desa.
Meski begitu, Kebo Iwa sebetulnya dapat diandalkan. Karena tubuh dan tenaganya yang besar, Kebo Iwa kerap dimintai pertolongan untuk mengangkut batu, meratakan tanah, memindahkan bangunan, membendung sungai, hingga menggali sumur. Semua itu Kebo Iwa kerjakan karena imbalan yang disiapkan warga desa baginya, yaitu makanan yang berlimpah.
Suatu hari, warga menemui Kebo Iwa yang sedang asyik menyantap makanan yang disiapkan untuknya. Para warga menyampaikan keluh kesah mereka, bahwa banyak rumah warga yang rusak akibat ulah Kebo Iwa ketika mengamuk. Kebo Iwa bersikeras bahwa itu terjadi karena kesalahan penduduk desa yang tidak memberi makanan yang cukup untuknya.
Toba yang menyadari ucapannya bergegas pulang dari ladang menuju rumahnya. Namun ia terlambat, sang istri dan anaknya sudah tidak ada di rumah. Saat itu, langit pun diliputi awan gelap. Gemuruh terdengar dari seluruh penjuru. Seakan alam ikut marah karena Toba mengingkari janjinya. Ia berlari tanpa arah. Ke sana-sini ia berusaha mencari istri dan anaknya.
Toba tak berhasil mendapati istri dan anaknya. Keduanya menghilang tanpa jejak. Sementara itu, sang putri yang pergi bersama Samosir, sang anak, sudah mengetahui akan terjadi bencana besar seketika itu juga. Dari langkah-langkah kakinya di tanah yang dipijak, perlahan-lahan keluar air terus-menerus. Sambil terus pergi menjauh, ia berusaha menyelamatkan sang anak. Ia menyuruh Samosir untuk pergi ke daratan paling tinggi di desa itu. Keduanya berpisah dalam rasa sedih yang teramat dalam.
Sang putri terus berlari tapi air terus keluar dari tanah yang iya pijak hingga akhirnya memenuhi seluruh penjuru desa. Air tak terbendung lagi. Dengan cepat seluruh desa tenggelam. Sang putri kembali menjadi ikan. Saking besarnya luapan air, daratan luas tersebut berubah menjadi danau. Danau itulah yang kini kita kenal sebagai Danau Toba. Dataran tinggi yang berhasil menjadi tempat Samosir menyelamatkan diri lantas menjadi Pulau Samosir.
3. Legenda Kebo Lawa
Dikisahkan di suatu desa di Pulau Bali. Pada suatu waktu, hiduplah sepasang suami istri yang rukun dan berkecukupan. Namun, kebahagiaan kurang lengkap mereka rasakan. Bertahun-tahun menikah, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Setiap hari, mereka tak henti berdoa kepada Sang Hyang Widhi Wasa (sebutan untuk Tuhan dalam agama Hindu) agar diberi seorang anak. Hingga suatu hari, doa mereka didengar. Sang istri mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki.
Bayi itu ternyata istimewa, karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Meski masih bayi, porsi makannya menyerupai orang dewasa. Sampai kebutuhan pangannya turut ditanggung warga desa. Lama-kelamaan, besar tubuhnya melebihi ukuran orang dewasa. Lantas, orang-orang memanggilnya dengan sebutan Kebo Iwa yang berarti “paman kerbau.”
Selain nafsu makannya, Kebo Iwa juga terkenal akan sifatnya yang pemarah. Jika keinginannya tidak terpenuhi, Kebo Iwa akan merusak lingkungan sekitarnya. Kebo Iwa bisa menghancurkan rumah warga, bahkan tak segan merusak pura ketika merasa makanannya kurang. Tentu saja hal ini semakin meresahkan warga desa.
Meski begitu, Kebo Iwa sebetulnya dapat diandalkan. Karena tubuh dan tenaganya yang besar, Kebo Iwa kerap dimintai pertolongan untuk mengangkut batu, meratakan tanah, memindahkan bangunan, membendung sungai, hingga menggali sumur. Semua itu Kebo Iwa kerjakan karena imbalan yang disiapkan warga desa baginya, yaitu makanan yang berlimpah.
Suatu hari, warga menemui Kebo Iwa yang sedang asyik menyantap makanan yang disiapkan untuknya. Para warga menyampaikan keluh kesah mereka, bahwa banyak rumah warga yang rusak akibat ulah Kebo Iwa ketika mengamuk. Kebo Iwa bersikeras bahwa itu terjadi karena kesalahan penduduk desa yang tidak memberi makanan yang cukup untuknya.
tulis komentar anda