Bersekutu Melalui Teknologi Menaklukan Pandemi
loading...
A
A
A
Bangun Navigasi Daring Buat Belajar
Dampak dari pandemi COVID-19 juga melanda anak-anak yang saat ini masih menjalani proses belajar secara daring. Risiko penularan yang masih tinggi di berbagai daerah menjadi pertimbangan utama belum diperbolehkannya pendidikan tatap muka, termasuk di Surabaya.
Berbagai tantangan bermunculan, mulai dari durasi anak memakai ponsel lebih lama sampai ancaman adanya kekerasan seksual di ruang-ruang digital terus menebar teror. Pengaruh game online juga melanda karena banyaknya waktu kosong anak selama kegiatan belajar di rumah.
Muhayati (49), masih membuat bahan mengajar yang menampilkan grafis dan video buat anak-anak. Ia memang belum terbiasa dengan pembuatan materi digital, matanya masih sayup dan berkali-kali ia gagal untuk membuat tampilan grafis yang bagus.
Namun, semangatnya tak kunjung surut. Ia masih terus mencoba untuk menampilkan bahan ajar yang disukai oleh anak-anak. "Kalau tak buat bahan menarik, mereka akan bosan dan nggak mau belajar," kata Muhayati.
Ibu tiga anak ini mencoba untuk melewati lintas generasinya untuk bisa membuat tampilan digital seperti anak milenial. Upaya itu tak serta merta bisa diraihnya, ia harus beberapa kali mengikuti kelas khusus yang disediakan Dinas Pendidikan untuk menambah mutu mengajar secara digital. " Tantangannya tentu kebosanan anak. Materi sekolah dibuat lebih nyaman dan tak tegang bagi siswa," jelasnya.
Apalagi, katanya, ia tentu tak mau kalau wali murid di rumah malah terbebani. Bahkan, ada yang sempat bilang kalau tugas guru digantikan wali murid di rumah. "Jadi nggak hanya memberikan tugas pada siswa, tapi juga membuat cara belajar daring yang disukai anak," katanya.
Meskipun ia termasuk generasi emak-emak yang sebelum pandemi tak memahami pembelajaran digital, kini ia sudah bisa menghasilkan berbagai karya digital yang bisa dinikmati oleh anak-anak masa kini. "Nggak kalah lah dengan anak milenial," kelakarnya sambil tersenyum.
Dampak dari pandemi COVID-19 juga melanda anak-anak yang saat ini masih menjalani proses belajar secara daring. Risiko penularan yang masih tinggi di berbagai daerah menjadi pertimbangan utama belum diperbolehkannya pendidikan tatap muka, termasuk di Surabaya.
Berbagai tantangan bermunculan, mulai dari durasi anak memakai ponsel lebih lama sampai ancaman adanya kekerasan seksual di ruang-ruang digital terus menebar teror. Pengaruh game online juga melanda karena banyaknya waktu kosong anak selama kegiatan belajar di rumah.
Baca Juga
Muhayati (49), masih membuat bahan mengajar yang menampilkan grafis dan video buat anak-anak. Ia memang belum terbiasa dengan pembuatan materi digital, matanya masih sayup dan berkali-kali ia gagal untuk membuat tampilan grafis yang bagus.
Namun, semangatnya tak kunjung surut. Ia masih terus mencoba untuk menampilkan bahan ajar yang disukai oleh anak-anak. "Kalau tak buat bahan menarik, mereka akan bosan dan nggak mau belajar," kata Muhayati.
Ibu tiga anak ini mencoba untuk melewati lintas generasinya untuk bisa membuat tampilan digital seperti anak milenial. Upaya itu tak serta merta bisa diraihnya, ia harus beberapa kali mengikuti kelas khusus yang disediakan Dinas Pendidikan untuk menambah mutu mengajar secara digital. " Tantangannya tentu kebosanan anak. Materi sekolah dibuat lebih nyaman dan tak tegang bagi siswa," jelasnya.
Apalagi, katanya, ia tentu tak mau kalau wali murid di rumah malah terbebani. Bahkan, ada yang sempat bilang kalau tugas guru digantikan wali murid di rumah. "Jadi nggak hanya memberikan tugas pada siswa, tapi juga membuat cara belajar daring yang disukai anak," katanya.
Meskipun ia termasuk generasi emak-emak yang sebelum pandemi tak memahami pembelajaran digital, kini ia sudah bisa menghasilkan berbagai karya digital yang bisa dinikmati oleh anak-anak masa kini. "Nggak kalah lah dengan anak milenial," kelakarnya sambil tersenyum.