Kisah Sawito, Lelaki Blitar yang Ditangkap Kaki Tangan Soeharto Atas Tuduhan Makar
loading...
A
A
A
Jauh sebelum dituduh makar, Sawito menikah dengan Nuning Srinugrahaningsih, mahasiswi Fakultas Pedagogi UGM. Nuning putri RM Panji Trisirah. Proses lamaran yang berlangsung sempat mengejutkan Panji Trisirah. Sebab dari Blitar Sawito membawa keris pusaka Kiai Slamet.
Kiai Slamet merupakan pusaka milik Pakubuwono X yang sudah lama diyakini lenyap secara gaib. Keris itu ternyata disimpan secara turun-temurun oleh keluarga Sawito. "Panji Trisirah langsung percaya bahwa memang Sawito adalah pemimpin yang ditunggu," tulis Seno Joko Suyono dalam kisah Kuil di Dasar Laut.
Tidak heran selama laku Lelono Broto, istri Sawito dan Panji Trisirah selalu ikut mengiringi. Panji Trisirah sendiri memiliki hubungan dekat dengan para guru spiritual Soeharto. Raden Panji Soedijat Prawirokoesoemo atau Romo Dijat asal Klaten. Romo Prapongso atau Romo Marto asal Yogyakarta. Kemudian Romo Budi .
Soal politik dan negara Soeharto selalu berkonsultasi dengan Romo Dijat. Soal kemasyarakan, ia menanti pendapat Romo Marto. Romo Budi didengar suaranya untuk urusan pribadi dan rumah tangga. Ketiga guru spiritual ini selalu berkoordinasi dengan Soedjono Hoemardani.
Yakni seorang tentara bekas asisten pribadi sekaligus sahabat Soeharto yang mendalami kabatinan . Sawito yang memburu Wahyu Cokroningrat dengan laku Lelono Brotonya dianggap tengah menyiapkan langkah "kudeta spiritual".
Seluruh laku Lelono Broto Sawito diungkap di depan persidangan . JPU Mapigau menuduh Sawito telah melakukan lima tindak pidana kejahatan. Yakni subversi, makar, mencoba menggantikan Kepala Negara RI secara tidak sah, pemalsuan surat dan pencemaran nama baik.
Sawito dituduh menyiapkan gerakan mulai tahun 1972 hingga 1976. Sementara permohonan Sawito dihadirkannya sejumlah saksi, mulai Presiden Soeharto, Jaksa Agung Ali Said, Adam Malik, Kepala Bakin Yoga Sugama, Letjen Ali Moertopo, Bung Hatta, SK Trimurti, JenPol Hoegeng Imam Santoso, Uskup Bogor Harsono, hingga Sigit Soeharto (putra Soeharto), ditolak majelis hakim.
Protesnya terhadap tata cara sidang yang langsung memeriksa terdakwa tanpa lebih dulu memeriksa para saksi, juga tidak digubris. Bung Hatta sendiri telah berkirim surat ke Presiden Soeharto , mengklarifikasi terkait nama dan tanda tangannnya yang muncul dalam petisi Sawito. Mengenai pemerintahan maupun ketatanegaraan Hatta menegaskan selalu menginginkan cara demokratis dan konsitusional.
Kiai Slamet merupakan pusaka milik Pakubuwono X yang sudah lama diyakini lenyap secara gaib. Keris itu ternyata disimpan secara turun-temurun oleh keluarga Sawito. "Panji Trisirah langsung percaya bahwa memang Sawito adalah pemimpin yang ditunggu," tulis Seno Joko Suyono dalam kisah Kuil di Dasar Laut.
Tidak heran selama laku Lelono Broto, istri Sawito dan Panji Trisirah selalu ikut mengiringi. Panji Trisirah sendiri memiliki hubungan dekat dengan para guru spiritual Soeharto. Raden Panji Soedijat Prawirokoesoemo atau Romo Dijat asal Klaten. Romo Prapongso atau Romo Marto asal Yogyakarta. Kemudian Romo Budi .
Soal politik dan negara Soeharto selalu berkonsultasi dengan Romo Dijat. Soal kemasyarakan, ia menanti pendapat Romo Marto. Romo Budi didengar suaranya untuk urusan pribadi dan rumah tangga. Ketiga guru spiritual ini selalu berkoordinasi dengan Soedjono Hoemardani.
Yakni seorang tentara bekas asisten pribadi sekaligus sahabat Soeharto yang mendalami kabatinan . Sawito yang memburu Wahyu Cokroningrat dengan laku Lelono Brotonya dianggap tengah menyiapkan langkah "kudeta spiritual".
Seluruh laku Lelono Broto Sawito diungkap di depan persidangan . JPU Mapigau menuduh Sawito telah melakukan lima tindak pidana kejahatan. Yakni subversi, makar, mencoba menggantikan Kepala Negara RI secara tidak sah, pemalsuan surat dan pencemaran nama baik.
Sawito dituduh menyiapkan gerakan mulai tahun 1972 hingga 1976. Sementara permohonan Sawito dihadirkannya sejumlah saksi, mulai Presiden Soeharto, Jaksa Agung Ali Said, Adam Malik, Kepala Bakin Yoga Sugama, Letjen Ali Moertopo, Bung Hatta, SK Trimurti, JenPol Hoegeng Imam Santoso, Uskup Bogor Harsono, hingga Sigit Soeharto (putra Soeharto), ditolak majelis hakim.
Protesnya terhadap tata cara sidang yang langsung memeriksa terdakwa tanpa lebih dulu memeriksa para saksi, juga tidak digubris. Bung Hatta sendiri telah berkirim surat ke Presiden Soeharto , mengklarifikasi terkait nama dan tanda tangannnya yang muncul dalam petisi Sawito. Mengenai pemerintahan maupun ketatanegaraan Hatta menegaskan selalu menginginkan cara demokratis dan konsitusional.