Sejarah Kerajaan Majapahit, Daftar Raja, Kejayaan, Peninggalan, dan Warisan yang Memengaruhi Nusantara
loading...
A
A
A
Pada era Majapahit, terjadi juga perkenalan dengan teknologi senjata mesiu, yang pertama kali masuk ke Jawa melalui invasi Mongol pada tahun 1293.
Cetbang, jenis meriam tangan yang ditemukan di sungai Brantas, Jombang, adalah salah satu bukti perkembangan teknologi senjata di Majapahit. Cetbang ini sering dipasang di pedati meriam atau sebagai meriam tangan, yang digunakan dalam pertempuran laut untuk menyerang musuh dari jarak jauh.
Dalam perkembangannya, senjata ini memiliki bentuk dan fungsi yang serupa dengan meriam tangan Cina, dan menggunakan bahan perunggu untuk konstruksinya. Pada abad ke-15, senjata bubuk mesiu semakin diperkenalkan oleh pedagang Arab, yang membawa meriam dan bedil tradisi Turki Usmani ke Nusantara.
Jenis meriam ini, yang dikenal sebagai cetbang bergaya barat, banyak digunakan oleh angkatan laut Majapahit dalam pertempuran laut, efektif sebagai senjata anti-personil dengan proyektil scattershot (Suma Oriental, 1314; Hikayat Raja-Raja Pasai, 1470).
Selain cetbang, kereta perang juga digunakan dalam medan perang. Pasukan Majapahit menggunakan kereta perang untuk transportasi, dan dalam beberapa pertempuran, kereta perang ini bahkan dipakai langsung dalam pertempuran. Misalnya, pada pertempuran Bubat (1357) antara Majapahit dan Sunda, Gajah Mada sebagai panglima perang menggunakan kereta perang sebagai sarana transportasi dan pemanah untuk menyerang pasukan lawan.
Penggunaan kereta perang ini terpatri dalam relief Candi Penataran, yang menggambarkan kereta perang sebagai bagian integral dari kekuatan militer Majapahit (Hikayat Raja-Raja Pasai, 1470).
Salah satu bagian paling penting dari militer Majapahit adalah Bhayangkara, pasukan elit yang bertugas melindungi raja dan keluarga kerajaan. Bhayangkara dikenal dengan peralatan perang lengkap dan keterampilan tinggi. Mereka dilengkapi dengan berbagai senjata, mulai dari senapan sundut hingga parisai dan tameng Bali yang terbuat dari logam dan dihias dengan tulisan emas.
Pasukan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawal pribadi, tetapi juga dapat diterjunkan dalam pertempuran untuk melindungi kepentingan kerajaan. Hikayat Banjar mengungkapkan bahwa pasukan Bhayangkara bahkan dilengkapi dengan berbagai jenis senjata tajam, seperti parisai dan tumbak parampukan, yang menunjukkan kesiapan mereka dalam berbagai situasi pertempuran (Hikayat Banjar, 1610).
Kerajaan Majapahit dipimpin oleh beberapa raja yang memainkan peran penting dalam sejarahnya. Berikut adalah beberapa raja terkenal yang memimpin Majapahit: Raden Wijaya (1293-1309): Pendiri Kerajaan Majapahit yang memulai pembangunan kerajaan setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang. Ia memimpin dengan bijaksana dan didampingi oleh Arya Wiraraja.
Raja Jayanegara (1309-1328): Putra Raden Wijaya yang memerintah setelah ayahnya. Masa pemerintahannya ditandai dengan beberapa pemberontakan, termasuk pemberontakan yang dilakukan oleh pengikut-pengikutnya sendiri. Raja Jayanegara akhirnya dibunuh oleh tabibnya, Tanca.
Trihuwana Tunggadewi (1328-1330): Setelah Raja Jayanegara wafat, adiknya, Trihuwana Tunggadewi, menggantikan posisinya sebagai raja. Pada masa pemerintahannya, pemberontakan berhasil dipadamkan dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada.
Cetbang, jenis meriam tangan yang ditemukan di sungai Brantas, Jombang, adalah salah satu bukti perkembangan teknologi senjata di Majapahit. Cetbang ini sering dipasang di pedati meriam atau sebagai meriam tangan, yang digunakan dalam pertempuran laut untuk menyerang musuh dari jarak jauh.
Dalam perkembangannya, senjata ini memiliki bentuk dan fungsi yang serupa dengan meriam tangan Cina, dan menggunakan bahan perunggu untuk konstruksinya. Pada abad ke-15, senjata bubuk mesiu semakin diperkenalkan oleh pedagang Arab, yang membawa meriam dan bedil tradisi Turki Usmani ke Nusantara.
Jenis meriam ini, yang dikenal sebagai cetbang bergaya barat, banyak digunakan oleh angkatan laut Majapahit dalam pertempuran laut, efektif sebagai senjata anti-personil dengan proyektil scattershot (Suma Oriental, 1314; Hikayat Raja-Raja Pasai, 1470).
Selain cetbang, kereta perang juga digunakan dalam medan perang. Pasukan Majapahit menggunakan kereta perang untuk transportasi, dan dalam beberapa pertempuran, kereta perang ini bahkan dipakai langsung dalam pertempuran. Misalnya, pada pertempuran Bubat (1357) antara Majapahit dan Sunda, Gajah Mada sebagai panglima perang menggunakan kereta perang sebagai sarana transportasi dan pemanah untuk menyerang pasukan lawan.
Penggunaan kereta perang ini terpatri dalam relief Candi Penataran, yang menggambarkan kereta perang sebagai bagian integral dari kekuatan militer Majapahit (Hikayat Raja-Raja Pasai, 1470).
Salah satu bagian paling penting dari militer Majapahit adalah Bhayangkara, pasukan elit yang bertugas melindungi raja dan keluarga kerajaan. Bhayangkara dikenal dengan peralatan perang lengkap dan keterampilan tinggi. Mereka dilengkapi dengan berbagai senjata, mulai dari senapan sundut hingga parisai dan tameng Bali yang terbuat dari logam dan dihias dengan tulisan emas.
Pasukan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawal pribadi, tetapi juga dapat diterjunkan dalam pertempuran untuk melindungi kepentingan kerajaan. Hikayat Banjar mengungkapkan bahwa pasukan Bhayangkara bahkan dilengkapi dengan berbagai jenis senjata tajam, seperti parisai dan tumbak parampukan, yang menunjukkan kesiapan mereka dalam berbagai situasi pertempuran (Hikayat Banjar, 1610).
Raja-raja Kerajaan Majapahit
Kerajaan Majapahit dipimpin oleh beberapa raja yang memainkan peran penting dalam sejarahnya. Berikut adalah beberapa raja terkenal yang memimpin Majapahit: Raden Wijaya (1293-1309): Pendiri Kerajaan Majapahit yang memulai pembangunan kerajaan setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang. Ia memimpin dengan bijaksana dan didampingi oleh Arya Wiraraja.
Raja Jayanegara (1309-1328): Putra Raden Wijaya yang memerintah setelah ayahnya. Masa pemerintahannya ditandai dengan beberapa pemberontakan, termasuk pemberontakan yang dilakukan oleh pengikut-pengikutnya sendiri. Raja Jayanegara akhirnya dibunuh oleh tabibnya, Tanca.
Trihuwana Tunggadewi (1328-1330): Setelah Raja Jayanegara wafat, adiknya, Trihuwana Tunggadewi, menggantikan posisinya sebagai raja. Pada masa pemerintahannya, pemberontakan berhasil dipadamkan dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada.