10 Contoh Legenda Nusantara, dari Kisah Sangkuriang hingga Cerita Empat Raja Papua
loading...
A
A
A
Tak bisa dimungkiri, raja dan ratu pun merasakan kebingungan serupa. Keduanya menyarankan Putri Mandalika untuk meminta petunjuk pada Sang Maha Pencipta. Jawaban apapun yang Putri Mandalika dapatkan, raja dan ratu akan menerima dan mendukungnya.
Bertolaklah Putri Mandalika untuk bersemedi di tebing Pantai Seger untuk mendapatkan jawaban yang dicarinya.
Setelah tiga hari bersemedi, Putri Mandalika mengundang para pangeran untuk datang ke tebing Pantai Seger saat fajar pada hari ke-20 bulan 10. Pilihan waktu ini dianggap janggal, hingga membuat banyak orang penasaran. Berita ini juga terdengar hingga ke telinga rakyat Kerajaan Sekar Kuning dan kerajaan sekitar.
Hari yang ditunggu tiba, kawasan Pantai Seger kini dipadati penduduk yang ikut penasaran akan jawaban Putri Mandalika. Saat sinar matahari menyinari dirinya, Putri Mandalika mengatakan dengan lantang jika ia menerima semua pinangan para pangeran. Pernyataan putri membuat bingung semua orang! Katanya, jawaban itu adalah yang terbaik yang ditunjukan Sang Maha Pencipta. Putri Mandalika diperlihatkan pandangan jika menerima hanya satu saja pinangan, perang besar akan terjadi.
Ia pun mengucap terima kasih atas pinangan dan kasih sayang semua orang padanya. Kemudian Putri Mandalika membalik badan menghadap ke samudra, lalu melompat ke lautan disambut ombak besar yang menelan tubuhnya.
Melihat putri kesayangan jatuh ke laut, raja segera menceburkan diri ke air untuk mencari anaknya. Diikuti oleh para pangeran dan seluruh rakyat yang berkumpul di Pantai Seger. Namun dari ratusan orang yang mencari, tak ada satupun yang menemukan tubuh Putri Mandalika.
Yang terlihat di dalam air malah ribuan biota laut serupa pita yang menjuntai berwarna-warni. Warnanya sama dengan kain sutra yang dikenakan Putri Mandalika, hingga banyak orang yang terkecoh dan menangkapnya.
Raja dan ratu akhirnya menyadari, jika cacing-cacing berwarna indah itu adalah jelmaan putrinya yang telah berkorban demi rakyat. Akhirnya, raja dan ratu memerintahkan rakyat untuk mengumpulkan cacing-cacing itu dan membawanya pulang. Sebagian menaruhnya di sawah dan membuat tanaman mereka subur, sebagian lainnya membuat masakan dari cacing-cacing yang mereka sebut nyale sehingga kebutuhan pangan mereka selalu tercukupi dan sejahtera, seperti keinginan Putri Mandalika.
Alkisah di atas sebuah bukit, jauh dari pemukiman penduduk di Kalimantan Barat, hiduplah ibu bersama anak perempuannya. Suaminya sudah lama meninggal tanpa mewariskan harta berarti. Kehidupan menjanda di umur cukup tua tak meninggalkan ibu banyak pilihan. Ia tak mungkin menikah lagi, jadi ibu harus berusaha sendiri untuk menghidupi anak perempuan kesayangannya, Darmi.
Setiap hari ibu bekerja keras. Mengurus kebun sayur sejak pagi buta: menanam bibit, menyiram, memberi pupuk, menyiangi semak, memanen, dan menjual hasil panen ke pasar. Belum lagi mengurus anak yang masih kecil, juga mencari kayu bakar untuk memasak. Kulit ibu yang awalnya cerah, lama-lama menggelap karena terpapar sinar matahari. Berat badannya menyusut, ibu tak memiliki waktu untuk mengurus dirinya sendiri.
Harapan ibu, Darmi bisa hidup bahagia, tak seperti dirinya. Maka Darmi pun dimanja; penuh kasih sayang. Darmi tumbuh menjadi gadis cantik! Kulitnya kuning langsat, tubuh semampai, paras memesona, dan rambutnya hitam legam panjang terurai. Darmi juga selalu mengenakan baju indah dan aksesori mentereng. Berbeda dari ibu yang sudah lama tak membeli barang untuk diri sendiri. Ia sudah tua, pikirnya. Tak memerlukan lagi semua hal itu.
Bertolaklah Putri Mandalika untuk bersemedi di tebing Pantai Seger untuk mendapatkan jawaban yang dicarinya.
Setelah tiga hari bersemedi, Putri Mandalika mengundang para pangeran untuk datang ke tebing Pantai Seger saat fajar pada hari ke-20 bulan 10. Pilihan waktu ini dianggap janggal, hingga membuat banyak orang penasaran. Berita ini juga terdengar hingga ke telinga rakyat Kerajaan Sekar Kuning dan kerajaan sekitar.
Hari yang ditunggu tiba, kawasan Pantai Seger kini dipadati penduduk yang ikut penasaran akan jawaban Putri Mandalika. Saat sinar matahari menyinari dirinya, Putri Mandalika mengatakan dengan lantang jika ia menerima semua pinangan para pangeran. Pernyataan putri membuat bingung semua orang! Katanya, jawaban itu adalah yang terbaik yang ditunjukan Sang Maha Pencipta. Putri Mandalika diperlihatkan pandangan jika menerima hanya satu saja pinangan, perang besar akan terjadi.
Ia pun mengucap terima kasih atas pinangan dan kasih sayang semua orang padanya. Kemudian Putri Mandalika membalik badan menghadap ke samudra, lalu melompat ke lautan disambut ombak besar yang menelan tubuhnya.
Melihat putri kesayangan jatuh ke laut, raja segera menceburkan diri ke air untuk mencari anaknya. Diikuti oleh para pangeran dan seluruh rakyat yang berkumpul di Pantai Seger. Namun dari ratusan orang yang mencari, tak ada satupun yang menemukan tubuh Putri Mandalika.
Yang terlihat di dalam air malah ribuan biota laut serupa pita yang menjuntai berwarna-warni. Warnanya sama dengan kain sutra yang dikenakan Putri Mandalika, hingga banyak orang yang terkecoh dan menangkapnya.
Raja dan ratu akhirnya menyadari, jika cacing-cacing berwarna indah itu adalah jelmaan putrinya yang telah berkorban demi rakyat. Akhirnya, raja dan ratu memerintahkan rakyat untuk mengumpulkan cacing-cacing itu dan membawanya pulang. Sebagian menaruhnya di sawah dan membuat tanaman mereka subur, sebagian lainnya membuat masakan dari cacing-cacing yang mereka sebut nyale sehingga kebutuhan pangan mereka selalu tercukupi dan sejahtera, seperti keinginan Putri Mandalika.
7. Legenda Batu Menangis
Alkisah di atas sebuah bukit, jauh dari pemukiman penduduk di Kalimantan Barat, hiduplah ibu bersama anak perempuannya. Suaminya sudah lama meninggal tanpa mewariskan harta berarti. Kehidupan menjanda di umur cukup tua tak meninggalkan ibu banyak pilihan. Ia tak mungkin menikah lagi, jadi ibu harus berusaha sendiri untuk menghidupi anak perempuan kesayangannya, Darmi.
Setiap hari ibu bekerja keras. Mengurus kebun sayur sejak pagi buta: menanam bibit, menyiram, memberi pupuk, menyiangi semak, memanen, dan menjual hasil panen ke pasar. Belum lagi mengurus anak yang masih kecil, juga mencari kayu bakar untuk memasak. Kulit ibu yang awalnya cerah, lama-lama menggelap karena terpapar sinar matahari. Berat badannya menyusut, ibu tak memiliki waktu untuk mengurus dirinya sendiri.
Harapan ibu, Darmi bisa hidup bahagia, tak seperti dirinya. Maka Darmi pun dimanja; penuh kasih sayang. Darmi tumbuh menjadi gadis cantik! Kulitnya kuning langsat, tubuh semampai, paras memesona, dan rambutnya hitam legam panjang terurai. Darmi juga selalu mengenakan baju indah dan aksesori mentereng. Berbeda dari ibu yang sudah lama tak membeli barang untuk diri sendiri. Ia sudah tua, pikirnya. Tak memerlukan lagi semua hal itu.