Misteri Karamah KH Abbas Buntet, Berbekal Tasbih Mampu Hancurkan Pesawat Pengebom Sekutu

Minggu, 25 Juni 2023 - 09:21 WIB
loading...
A A A
Selanjutnya, penggembaraannya dalam mempelajari Islam, berlanjut di Mekkah. Dari Jombang, dia berangkat ke Mekkah guna mempelajari pemikiran Islam di Timur Tengah. Di Mekkah, Kiai Abbas bertemu dan belajar agama Islam dengan Muhammad Mahfudh bin Al-Allamah Haji Abdullah bin Haji Abdul Manan bin Abdullah bin Ahmad At-Turmusi, seorang ulama besar asal Desa Termas, Pacitan, Jawa Timur.

Selama berada di Mekkah, Kiai Abbas juga bertemu dengan KH Bakir dari Yogyakarta, KH Abdillah dari Surabaya, dan KH Wahab Chasbullah dari Jombang. Mereka lalu bersama-sama pulang ke tanah air. Kiai Abbas kembali ke Jombang. Setibanya di Jombang, Kiai Abbas diminta memimpin Pondok Pesantren Buntet dan mengajar kitab kuning kepada para santri.

Di bawah pimpinan Kiai Abbas, Pondok Pesantren Buntet mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dia mulai melakukan pembaharuan dengan mengajarkan karya para ulama Mesir, seperti tafsir Tontowi Jauhari yang banyak mengupas masalah ilmu pengetahuan, dan tafsir Fahrurrozi yang bernuansa filosofis kepada para santrinya.



Keberhasilan Kiai Abbas dalam memimpin pondok pesantren, dan kedalaman ilmu agama Islam yang dimilikinya cepat tersebar ke seluruh Indonesia. Banyak santrinya bukan hanya berasal dari Pulau Jawa, tetapi juga dari luar Jawa.

Saat itu, usia Kiai Abbas telah menginjak 60 tahun. Tetapi tubuhnya masih terlihat gagah, hanya rambutnya yang lurus terlihat memutih. Peci putih yang dilengkapi dengan serban membuat penampilan Kiai Abbas sangat berwibawa.

Saat perjuangan kemerdekaan Indonesia tengah hebat-hebatnya yang ditandai dengan diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, Kiai Abbas yang telah menjadi sepuh meninggalkan aktivitasnya mengajar kitab kuning. Menurutnya, pada masa bersiap itu, yang lebih diutamakan adalah keahlian bela diri dan ilmu kanuragan.

Dia juga mulai meninggalkan pondok pesantren, dan melakukan dakwah langsung di tengah masyarakat. Sarana dakwah itu dimanfaatkannya sambil mengajarkan berbagai ilmu kesaktian dalam bela diri sebagai bekal melawan penjajah.

Aktivitas Kiai Abbas ini cepat mendapatkan respons positif dari masyarakat yang ingin berjuang. Dengan cepat, Pondok Pesantren Buntet yang selama ini dikenal sebagai laboratorium pendidikan agama Islam, berkembang menjadi benteng perlawanan melawan penjajah.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2056 seconds (0.1#10.140)