Ada Dugaan Penyiksaan Keji di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Ini Seruan KontraS

Jum'at, 11 Maret 2022 - 23:04 WIB
loading...
A A A
"Ada sekitar 57 orang yang terdata terakhir di dalam kerangkeng sebelum ditemukan. Harus dipenuhi haknya, baik itu dalam bentuk pemulihan fisik maupun psikis. Selama ini, semua cenderung fokus pada penegakan hukum, negara sampai lupa bahwa ada hak-hak korban yang harus dipenuhi," tambahnya.

Para korban perlu dipulihkan psikisnya karena mengalami berbagai tindakan tidak manusiawi. Mengingat banyak korban yang merupakan orang-orang dengan permasalahan sosial yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab negara, terutama yang berusia anak. Berikutnya, ada korban meninggal yang juga harus dipenuhi hak bagi keluarga korban apakah itu dalam bentuk restitusi ataupun kompensasi.

Ia menambahkan, LPSK juga harus proaktif dalam memberikan akses keadilan bagi saksi dan korban yang telah melapor kepada kepolisian. Dengan demikian, kendala pengungkapan kasus yang diakibatkan adanya ketakutan dari korban maupun saksi, yang mengetahui keberadaan dan tindakan di luar batas kemanusiaan di kerangkeng manusia itu bisa diminimalisir.



Hal lain yang menjadi sorotan KontraS, adalah terkait temuan keterlibatan oknum polisi dan TNI dalam kasus kerangkeng manusia. Dinda menegaskan kepolisian melalui Bidang Propam, maupun TNI melalui POM, wajib bertindak cepat dalam melakukan pemeriksaan terhadap personelnya yang terlibat.

"Poin pentingnya, proses hukum bagi aparat polisi dan TNI yang diduga terlibat harus dilakukan secara professional dan transparan. Sehingga publik bisa mengetahui siapa, bagaimana dan sejauh apa bentuk keterlibatan mereka. Ini diperlukan agar tidak menjadi asumsi liar yang justru makin merusak citra polisi dan TNI dihadapan publik," ujarnya.

Catatan terakhir, kata Dinda, KontraS menilai kasus kerangkeng manusia ini bukan sekadar tindak pidana biasa. Dari pola dan bentuk pelanggaran yang terjadi, dia mengatakan lembaganya melihat apa yang terjadi di kerangkeng manusia milik Bupati Langkat bisa masuk kategori pelanggaran HAM berat. Jika demikian, maka bukan tidak mungkin diadili menggunakan mekanisme pengadilan HAM.



Mengacu kepada UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran yang dapat diseret adalah pelanggaran HAM berat yang meliputi genosida dan kejahatan kemanusian lain. Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam UU ini, adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik, yang diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.

"Bentuknya bisa banyak, pembunuhan, perbudakan, penyiksaan, dan perampasan kemerdekaan seperti yang diduga terjadi di dalam kerangkeng manusia milik Bupati Langkat non aktif adalah beberapa contohnya," tegas Dinda.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.7067 seconds (0.1#10.140)