Dokter Forensik Ungkap Penyebab Kematian Afif Maulana Jatuh dari Ketinggian
loading...
A
A
A
“Ketiga sesuai dengan dokumen yang kami dapatkan LPSK, dimana ada beberapa informasi terkait dimana adanya tindakan, seperti pemukulan dan apakah itu mungkin bisa terjadi pada almarhum Afif maulana,” ujarnya.
Dari rekonstruksi kejadian, peristiwa kecelakaan pertama, secara kecelakaan pada saat Afif maulana dibonceng oleh Aditia, maka informasi yang didapatkan adalah kecepatan motor didapatkan 60 sampai 80 kilometer per jam.
Namun ada hal yang berbeda dari proses kecelakaan bila kita perhitungkan kecepatan 60 kilometer per jam, maka potensi terjadinya cedera itu biasanya terjadi pada bagian depan, adanya patah tulang iga di bagian depan. Ataupun patah tulang bagian samping.
“Hal ini yang berbeda pada temuan tubuh jasad Afif, dimana tulang iganya itu yang patah bagian belakang jadi tidak berkesesuaian di sana, apalagi pada dokumen yang diberikan LSPK ditunjukkan foto pada saat almarhum Afif ditemukan di bawa jembatan,” paparnya.
Selanjutnya ada patah tulang kemaluan yang secara kedokteran forensik patah tulang kemaluan sisi kanan itu terjadi akibat energi yang tinggi, itu memang tidak bersesuaian bila terjadi akibat kecelakaan tersebut atau akibat dijatuhkan dari motor.
“Serta menurut keterangan dari penyidik pada saat dijatuhkan itu posisi motor Afif itu ada di sebelah kanan motor penyidik, maka seharusnya kalaupun ada luka yang di akibat tindakan bersingunan tersebut maka kemungkinan adanya luka-luka di sisi kanan tubuh,” ujarnya.
Kemudian analisa berikutnya bagaimana dengan jatuh dari ketinggian, pada laporan analisis, pihak dokter forensik menghitung ketinggian jembatan 14,7 meter dan massa tubuh Afif.
Akibat jatuh ketinggian tersebut Afif Maulana mengalami patah tulang iga dari tulang iga ke tiga sampai iga ke 12, dengan garis patahan hampir segaris yang menunjukkan bahwa pada saat patahnya diakibatkan daya yang hampir sama dan bersama-sama.
“Itu yang berbeda dengan suatu kondisi kekerasan penganiayaan, di mana penganiayaan itu tidak mungkin memukul dan menendang dengan kekuatan sama, biasanya sama akan menimbulkan patah di lokasi-lokasi yang tidak sama atau hampir segaris dengan kasus ini,” lanjut Ade.
Selanjutnya pata tulang kemaluan sisi kanan pada jasad almarhum, kalau kasus penganiayaan dimana daerah panggul mengalami kekerasan maka yang patah itu juga di daerah persambungan antara tulang kemaluan kanan dan kemaluan kiri.
Dari rekonstruksi kejadian, peristiwa kecelakaan pertama, secara kecelakaan pada saat Afif maulana dibonceng oleh Aditia, maka informasi yang didapatkan adalah kecepatan motor didapatkan 60 sampai 80 kilometer per jam.
Namun ada hal yang berbeda dari proses kecelakaan bila kita perhitungkan kecepatan 60 kilometer per jam, maka potensi terjadinya cedera itu biasanya terjadi pada bagian depan, adanya patah tulang iga di bagian depan. Ataupun patah tulang bagian samping.
“Hal ini yang berbeda pada temuan tubuh jasad Afif, dimana tulang iganya itu yang patah bagian belakang jadi tidak berkesesuaian di sana, apalagi pada dokumen yang diberikan LSPK ditunjukkan foto pada saat almarhum Afif ditemukan di bawa jembatan,” paparnya.
Selanjutnya ada patah tulang kemaluan yang secara kedokteran forensik patah tulang kemaluan sisi kanan itu terjadi akibat energi yang tinggi, itu memang tidak bersesuaian bila terjadi akibat kecelakaan tersebut atau akibat dijatuhkan dari motor.
“Serta menurut keterangan dari penyidik pada saat dijatuhkan itu posisi motor Afif itu ada di sebelah kanan motor penyidik, maka seharusnya kalaupun ada luka yang di akibat tindakan bersingunan tersebut maka kemungkinan adanya luka-luka di sisi kanan tubuh,” ujarnya.
Kemudian analisa berikutnya bagaimana dengan jatuh dari ketinggian, pada laporan analisis, pihak dokter forensik menghitung ketinggian jembatan 14,7 meter dan massa tubuh Afif.
Akibat jatuh ketinggian tersebut Afif Maulana mengalami patah tulang iga dari tulang iga ke tiga sampai iga ke 12, dengan garis patahan hampir segaris yang menunjukkan bahwa pada saat patahnya diakibatkan daya yang hampir sama dan bersama-sama.
“Itu yang berbeda dengan suatu kondisi kekerasan penganiayaan, di mana penganiayaan itu tidak mungkin memukul dan menendang dengan kekuatan sama, biasanya sama akan menimbulkan patah di lokasi-lokasi yang tidak sama atau hampir segaris dengan kasus ini,” lanjut Ade.
Selanjutnya pata tulang kemaluan sisi kanan pada jasad almarhum, kalau kasus penganiayaan dimana daerah panggul mengalami kekerasan maka yang patah itu juga di daerah persambungan antara tulang kemaluan kanan dan kemaluan kiri.