Dokter Forensik Ungkap Penyebab Kematian Afif Maulana Jatuh dari Ketinggian

Kamis, 26 September 2024 - 10:59 WIB
loading...
Dokter Forensik Ungkap...
Ketua Tim Forensik Gabungan, Ade Firmansyah. Foto: SINDOnews/Rus Akbar
A A A
PADANG - Tim Perhimpunan Dokter Forensik dan Medikolegal Indonesia (PDFMI) mengungkapkan, hasil ekshumasi yang dilakukan pada jenazah Afif Maulana bahwa penyebab kematiannya adalah akibat jatuh dari ketinggian bukan kekerasan yang dilakukan kepolisian.

“Jadi, berdasarkan analisis ini kami simpulkan kesesuaian kejadian pada kematian pada Afif Maulana ini adalah kesesuaian jatuh dari ketinggian,” kata Ketua Tim Forensik Gabungan, Ade Firmansyah, Rabu (25/9/2024).

Menurut dia, hal itu memberikan energi yang tinggi dan memberikan dampak yang besar dari tubuh dan itu juga posisi jatuh ketinggian 14,7 meter, itu juga berkesesuaian dengan kepustakaan keilmuan forensik dimana bagian pinggang dan punggung kepala itu menyentuh dasar.



Kata Ade, pada rekonstruksi jatuh dari ketinggian, maka bagian yang menyentuh dasar itu adalah pinggang, punggung, kemudian kepala, jadi punggung itu mengenai dasar TKP. “Kita temukan dasarnya adalah sungai yang berbatu-batu itu mengakibatkan perlukaan,” ucapnya.

Lanjut Ade, saat Afif Maulana jatuh kondisinya masih hidup, kalau tidak hidup tidak mungkin menunjukkan tanda intravital pada semua sampel yang periksa, punggung, paha, tulang semua menunjukan tanda-tanda intravital.

Untuk mengambil kesimpulan tersebut, tim forensik mengolah data, tiga kemungkinan kejadian pada yang menimbulkan perlukaan pada tubuh Afif. Pertama, kejadian kecelakaan karena pada saat pengejaran memang almarhum Afif dan saksi Aditia dijatuhkan dari motor.

“Itu kita nilai, kita analisi luka apa saja yang terjadi pada tubuh almarhum,” katanya.



Kedua, karena lokasi penemuan jenazah ada dibawa jembatan, maka tim menilai apakah ada kemungkinan perlukaan itu akibat jatuh dari ketinggian.

“Ketiga sesuai dengan dokumen yang kami dapatkan LPSK, dimana ada beberapa informasi terkait dimana adanya tindakan, seperti pemukulan dan apakah itu mungkin bisa terjadi pada almarhum Afif maulana,” ujarnya.

Dari rekonstruksi kejadian, peristiwa kecelakaan pertama, secara kecelakaan pada saat Afif maulana dibonceng oleh Aditia, maka informasi yang didapatkan adalah kecepatan motor didapatkan 60 sampai 80 kilometer per jam.

Namun ada hal yang berbeda dari proses kecelakaan bila kita perhitungkan kecepatan 60 kilometer per jam, maka potensi terjadinya cedera itu biasanya terjadi pada bagian depan, adanya patah tulang iga di bagian depan. Ataupun patah tulang bagian samping.

“Hal ini yang berbeda pada temuan tubuh jasad Afif, dimana tulang iganya itu yang patah bagian belakang jadi tidak berkesesuaian di sana, apalagi pada dokumen yang diberikan LSPK ditunjukkan foto pada saat almarhum Afif ditemukan di bawa jembatan,” paparnya.

Selanjutnya ada patah tulang kemaluan yang secara kedokteran forensik patah tulang kemaluan sisi kanan itu terjadi akibat energi yang tinggi, itu memang tidak bersesuaian bila terjadi akibat kecelakaan tersebut atau akibat dijatuhkan dari motor.

“Serta menurut keterangan dari penyidik pada saat dijatuhkan itu posisi motor Afif itu ada di sebelah kanan motor penyidik, maka seharusnya kalaupun ada luka yang di akibat tindakan bersingunan tersebut maka kemungkinan adanya luka-luka di sisi kanan tubuh,” ujarnya.

Kemudian analisa berikutnya bagaimana dengan jatuh dari ketinggian, pada laporan analisis, pihak dokter forensik menghitung ketinggian jembatan 14,7 meter dan massa tubuh Afif.

Akibat jatuh ketinggian tersebut Afif Maulana mengalami patah tulang iga dari tulang iga ke tiga sampai iga ke 12, dengan garis patahan hampir segaris yang menunjukkan bahwa pada saat patahnya diakibatkan daya yang hampir sama dan bersama-sama.

“Itu yang berbeda dengan suatu kondisi kekerasan penganiayaan, di mana penganiayaan itu tidak mungkin memukul dan menendang dengan kekuatan sama, biasanya sama akan menimbulkan patah di lokasi-lokasi yang tidak sama atau hampir segaris dengan kasus ini,” lanjut Ade.

Selanjutnya pata tulang kemaluan sisi kanan pada jasad almarhum, kalau kasus penganiayaan dimana daerah panggul mengalami kekerasan maka yang patah itu juga di daerah persambungan antara tulang kemaluan kanan dan kemaluan kiri.

“Sedangkan kasus ini yang patah itu adalah sisi kanan, hal ini dan ini sifat kekerasanya high energy impact, memang berbeda kekerasan akibat pemukulan atau penendangan, itu tidak masuk dalam golongan kekerasan high energy impact,” tambah Ade.

Untuk menganalisa itu, tim melakukan ekshumasi, olah tempat jatuhnya Afif, dokumen dari LBH Padang, LPSK dan kepolisian. Ekshumasi itu dilakukan 8 Agustus 2024 di RSUP M. Djamil Padang.
(ams)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1634 seconds (0.1#10.140)