Penegakan Hukum Pelanggaran Pilwali Surabaya Dipertanyakan Putra Sulung Inisiator PDIP
Sabtu, 12 Desember 2020 - 23:24 WIB
SURABAYA - Jagad Hariseno, putra sulung almarhum Soetjipto Soedjono, inisiator dan motor yang membidani lahirnya gerakan PDI Perjuangan di bawah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, mempersoalkan adanya dugaan pelanggaran dalam Pilwali Surabaya 2020.
(Baca juga: Ada Temuan Kotak Suara Tak Tersegel, Pimpinan DPRD Surabaya Desak Bawaslu Tegas )
Salah satunya, adanya surat dari Tri Rismaharini kepada warga Surabaya yang menyoal ajakan untuk memilih pasangan calon (paslon) tertentu. Sayangnya, hingga kini tidak ada tindakan dari penyelenggara hukum terkait laporan dugaan tersebut.
Padahal, menurut Mas Seno panggilan Jagad Hariseno, adanya surat yang diketahui oleh seluruh warga ini sarat unsur pidana. "Tapi tidak ada tindakan atau tindaklanjut dari Bawaslu Kota Surabaya . Itu yang saya pertanyakan," katanya.
Munculnya surat ajakan untuk memilih paslon penerus Risma, dinilai menabrak aturan pasal 4 dan pasal 67 (4) PKPU No/ 12/2016 Tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah. Di dalam pasal 67 disebutkan, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih.
"Jadi yang saya persoalkan itu bukan soal hasil sengketa Pilwali Surabaya . Namun, persoalan pelanggaran sarat pidana yang diduga oleh Risma dan ASN Pemkot Surabaya , yang disinyalir menguntungkan paslon pilihannya. Tetapi tidak ada tindakan dan itu diketahui semua warga Surabaya ," terang alumnus ITS Surabaya ini.
Sulung tiga bersaudara ini mempertanyakan mengapa penegak hukum, termasuk Bawaslu Kota Surabaya diam. "Jika memang tidak terbukti (pelanggaran) ya harus disampaikan oleh Bawaslu Kota Surabaya . Jika terbukti, namun tidak ditindak berarti ini demonstrasi oligarki absolut dari Risma," ungkap Mas Seno.
Ia juga menyatakan, jika memang terbukti tidak melanggar maka ini menjadi contoh yang baik bagi seluruh kepala daerah lain untuk melakukan hal sama. "Terutama saat even politik. Khususnya Pilkada," pungkasnya.
Diketahui, surat Wali Kota Surabaya , Tri Rismaharini kepada warga memantik reaksi beragam di masyarakat. Isi surat yang berisi ajakan untuk mencoblos salah satu paslon, menurut sejumah warga dianggap sebagai pemaksaan.
(Baca juga: Nekat Liburan Keluar Kota di Akhir Tahun, Balik ke Surabaya Wajib Lakukan Ini )
Surat beramplop coklat itu dikirimkan ke segenap warga Selasa (1/12/2020). Ada stempel bertulisan "Surat Bu Risma untuk Warga Surabaya " dikirimkan melalui kurir. Bentuknya sangat mirip dengan surat resmi dari Pemkot Surabaya . Lengkap dengan stempel bertinta ungu.
(Baca juga: Ada Temuan Kotak Suara Tak Tersegel, Pimpinan DPRD Surabaya Desak Bawaslu Tegas )
Salah satunya, adanya surat dari Tri Rismaharini kepada warga Surabaya yang menyoal ajakan untuk memilih pasangan calon (paslon) tertentu. Sayangnya, hingga kini tidak ada tindakan dari penyelenggara hukum terkait laporan dugaan tersebut.
Padahal, menurut Mas Seno panggilan Jagad Hariseno, adanya surat yang diketahui oleh seluruh warga ini sarat unsur pidana. "Tapi tidak ada tindakan atau tindaklanjut dari Bawaslu Kota Surabaya . Itu yang saya pertanyakan," katanya.
Munculnya surat ajakan untuk memilih paslon penerus Risma, dinilai menabrak aturan pasal 4 dan pasal 67 (4) PKPU No/ 12/2016 Tentang Kampanye Pemilihan Kepala Daerah. Di dalam pasal 67 disebutkan, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon sampai dengan penetapan paslon terpilih.
"Jadi yang saya persoalkan itu bukan soal hasil sengketa Pilwali Surabaya . Namun, persoalan pelanggaran sarat pidana yang diduga oleh Risma dan ASN Pemkot Surabaya , yang disinyalir menguntungkan paslon pilihannya. Tetapi tidak ada tindakan dan itu diketahui semua warga Surabaya ," terang alumnus ITS Surabaya ini.
Sulung tiga bersaudara ini mempertanyakan mengapa penegak hukum, termasuk Bawaslu Kota Surabaya diam. "Jika memang tidak terbukti (pelanggaran) ya harus disampaikan oleh Bawaslu Kota Surabaya . Jika terbukti, namun tidak ditindak berarti ini demonstrasi oligarki absolut dari Risma," ungkap Mas Seno.
Ia juga menyatakan, jika memang terbukti tidak melanggar maka ini menjadi contoh yang baik bagi seluruh kepala daerah lain untuk melakukan hal sama. "Terutama saat even politik. Khususnya Pilkada," pungkasnya.
Diketahui, surat Wali Kota Surabaya , Tri Rismaharini kepada warga memantik reaksi beragam di masyarakat. Isi surat yang berisi ajakan untuk mencoblos salah satu paslon, menurut sejumah warga dianggap sebagai pemaksaan.
(Baca juga: Nekat Liburan Keluar Kota di Akhir Tahun, Balik ke Surabaya Wajib Lakukan Ini )
Surat beramplop coklat itu dikirimkan ke segenap warga Selasa (1/12/2020). Ada stempel bertulisan "Surat Bu Risma untuk Warga Surabaya " dikirimkan melalui kurir. Bentuknya sangat mirip dengan surat resmi dari Pemkot Surabaya . Lengkap dengan stempel bertinta ungu.
(eyt)
tulis komentar anda