Sejarah Kerajaan Majapahit, Daftar Raja, Kejayaan, Peninggalan, dan Warisan yang Memengaruhi Nusantara
Rabu, 15 Januari 2025 - 09:06 WIB
Dengan demikian, puncak kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada merupakan tonggak sejarah penting dalam perkembangan kerajaan dan kebudayaan di Nusantara. Sejarah ini menjadi bukti nyata kekuatan dan kebesaran Majapahit sebagai kerajaan yang menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara.
Kerajaan Majapahit, yang mencapai puncaknya pada abad ke-14, mengalami kemunduran yang signifikan setelah wafatnya Raja Hayam Wuruk pada tahun 1389. Kepergian Hayam Wuruk menandai awal dari perpecahan internal di dalam kerajaan, terutama terkait dengan perebutan takhta yang mengarah pada disintegrasi kekuasaan Majapahit.
Konflik internal ini memberikan dampak besar bagi wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Majapahit, termasuk daerah-daerah strategis seperti utara Sumatra dan Semenanjung Malaya yang akhirnya memilih untuk merdeka. Selain itu, Semenanjung Malaya menjadi titik persaingan antara Majapahit dan Kerajaan Ayutthaya, hingga pada akhirnya muncul Kesultanan Malaka yang mendapat dukungan dari Dinasti Ming Tiongkok untuk mengatasi konflik yang terus berlangsung.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit adalah salah satu kekuatan terbesar di Asia Tenggara, namun setelah kematiannya, situasi politik dalam negeri terganggu oleh ambisi keluarga kerajaan dan perebutan kekuasaan. Pewaris sah Hayam Wuruk, Kusumawardhani, menikahi sepupunya, Pangeran Wikramawardhana.
Namun tidak lama setelah itu, muncul tantangan dari Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selirnya yang menuntut hak atas takhta. Konflik ini dikenal dengan nama Perang Regreg yang terjadi antara tahun 1404 hingga 1406, dan berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, sementara Wirabhumi dihukum mati. Meski demikian, perang saudara ini telah melemahkan kekuasaan Majapahit, dan kerajaan mulai kehilangan kendali atas wilayah-wilayah taklukannya.
Selama pemerintahan Wikramawardhana, ekspedisi laut dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, seorang jenderal Muslim dari Tiongkok, mengunjungi Jawa beberapa kali antara tahun 1405 hingga 1433. Ekspedisi ini membawa dampak besar, karena mereka mendirikan komunitas Muslim di kota-kota pelabuhan Jawa Utara seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel, yang turut memperkenalkan Islam di pesisir utara Jawa.
Sejak saat itu, pengaruh Islam di Jawa semakin kuat, bersamaan dengan mulai meredanya pengaruh Majapahit yang semakin terdesak oleh kebangkitan Kesultanan Malaka di bagian barat Nusantara.
Pada abad ke-15, Majapahit mengalami perpecahan lebih lanjut. Ketika pemerintahan Wikramawardhana berakhir pada tahun 1429, takhta dilanjutkan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah hingga 1447. Setelah kematiannya, penerusnya Kertawijaya memerintah hingga tahun 1451, namun setelah kematiannya terjadi krisis suksesi yang semakin memperburuk keadaan.
Puncak ketegangan terjadi pada tahun 1468, ketika Bhre Kertabhumi, putra bungsu Rajasawardhana, memberontak terhadap Singhawikramawardhana, yang sebelumnya berhasil mengalahkan Kertabhumi pada tahun 1474.
Penyebab Keruntuhan Majapahit
Kerajaan Majapahit, yang mencapai puncaknya pada abad ke-14, mengalami kemunduran yang signifikan setelah wafatnya Raja Hayam Wuruk pada tahun 1389. Kepergian Hayam Wuruk menandai awal dari perpecahan internal di dalam kerajaan, terutama terkait dengan perebutan takhta yang mengarah pada disintegrasi kekuasaan Majapahit.
Konflik internal ini memberikan dampak besar bagi wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Majapahit, termasuk daerah-daerah strategis seperti utara Sumatra dan Semenanjung Malaya yang akhirnya memilih untuk merdeka. Selain itu, Semenanjung Malaya menjadi titik persaingan antara Majapahit dan Kerajaan Ayutthaya, hingga pada akhirnya muncul Kesultanan Malaka yang mendapat dukungan dari Dinasti Ming Tiongkok untuk mengatasi konflik yang terus berlangsung.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit adalah salah satu kekuatan terbesar di Asia Tenggara, namun setelah kematiannya, situasi politik dalam negeri terganggu oleh ambisi keluarga kerajaan dan perebutan kekuasaan. Pewaris sah Hayam Wuruk, Kusumawardhani, menikahi sepupunya, Pangeran Wikramawardhana.
Namun tidak lama setelah itu, muncul tantangan dari Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selirnya yang menuntut hak atas takhta. Konflik ini dikenal dengan nama Perang Regreg yang terjadi antara tahun 1404 hingga 1406, dan berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, sementara Wirabhumi dihukum mati. Meski demikian, perang saudara ini telah melemahkan kekuasaan Majapahit, dan kerajaan mulai kehilangan kendali atas wilayah-wilayah taklukannya.
Selama pemerintahan Wikramawardhana, ekspedisi laut dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, seorang jenderal Muslim dari Tiongkok, mengunjungi Jawa beberapa kali antara tahun 1405 hingga 1433. Ekspedisi ini membawa dampak besar, karena mereka mendirikan komunitas Muslim di kota-kota pelabuhan Jawa Utara seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel, yang turut memperkenalkan Islam di pesisir utara Jawa.
Sejak saat itu, pengaruh Islam di Jawa semakin kuat, bersamaan dengan mulai meredanya pengaruh Majapahit yang semakin terdesak oleh kebangkitan Kesultanan Malaka di bagian barat Nusantara.
Pada abad ke-15, Majapahit mengalami perpecahan lebih lanjut. Ketika pemerintahan Wikramawardhana berakhir pada tahun 1429, takhta dilanjutkan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah hingga 1447. Setelah kematiannya, penerusnya Kertawijaya memerintah hingga tahun 1451, namun setelah kematiannya terjadi krisis suksesi yang semakin memperburuk keadaan.
Puncak ketegangan terjadi pada tahun 1468, ketika Bhre Kertabhumi, putra bungsu Rajasawardhana, memberontak terhadap Singhawikramawardhana, yang sebelumnya berhasil mengalahkan Kertabhumi pada tahun 1474.
Lihat Juga :
tulis komentar anda