Sejarah Kerajaan Majapahit, Daftar Raja, Kejayaan, Peninggalan, dan Warisan yang Memengaruhi Nusantara
Rabu, 15 Januari 2025 - 09:06 WIB
Saat pasukan Mongol tiba untuk menaklukkan Jawa, Raden Wijaya memanfaatkan kesempatan ini dengan bersekutu dengan mereka untuk menggulingkan Jayakatwang. Namun, setelah kemenangan diraih, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol, memaksa mereka untuk mundur dengan terburu-buru karena terjebak di tanah asing tanpa pasokan yang cukup dan harus mengejar angin muson untuk kembali ke Tiongkok. Peristiwa ini menjadi titik balik yang menentukan dalam pembentukan Kerajaan Majapahit.
Tanggal resmi berdirinya Majapahit adalah pada 10 November 1293, yang bertepatan dengan hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Meskipun begitu, kerajaan yang baru berdiri ini menghadapi berbagai tantangan internal. Beberapa pejabat tinggi kerajaan, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawan Kertarajasa.
Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan dan para pemberontak dihukum (Pararaton, 1981). Beberapa sejarawan, seperti Slamet Muljana, berpendapat bahwa Mahapatih Halayudha terlibat dalam konspirasi untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap pesaingnya, termasuk dengan merencanakan pemberontakan tersebut.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan pemberontak terakhir, Kuti dihukum mati, Halayudha pun dipenjara dan dihukum mati sebagai pelaku konspirasi.
Setelah kematian Kertarajasa pada tahun 1309, kerajaan Majapahit dipimpin oleh putranya, Jayanegara. Sayangnya, pemerintahan Jayanegara tidak berjalan mulus. Ia dikenal sebagai "Kala Gemet," yang berarti "penjahat lemah." Selama masa pemerintahannya, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone, pernah mengunjungi Majapahit dan mencatat beberapa hal mengenai kebudayaan dan kemegahan keraton tersebut (Pararaton, 1981).
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri, Tanca. Ibu tirinya, Gayatri Rajapatni, yang seharusnya menggantikan Jayanegara memilih untuk mundur dari dunia politik dan menjadi seorang bhiksuni. Rajapatni kemudian menunjuk putrinya, Tribhuwana Wijayatunggadewi, untuk menjadi ratu Majapahit.
Di bawah pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, yang dimulai pada tahun 1336, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Pada saat itu, Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih, dan ia mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal, yang menandakan niatnya untuk memperluas wilayah Majapahit hingga mencakup seluruh nusantara. Sumpah ini menjadi simbol ambisi Majapahit untuk menciptakan sebuah kemaharajaan yang luas dan berkuasa.
Majapahit tumbuh menjadi kerajaan yang sangat kuat di bawah kepemimpinan Tribhuwana, dan pada masa pemerintahan anaknya, Hayam Wuruk, kerajaan ini mencapai puncak kejayaan, menguasai sebagian besar wilayah Nusantara, termasuk Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Hayam Wuruk memerintah dari tahun 1350 hingga 1389, dan pada masa pemerintahannya, Majapahit menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara.
Dengan kemajuan ekonomi, kebudayaan, dan kekuasaan yang luas, Majapahit menjadi salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara. Meskipun akhirnya kerajaan ini runtuh pada abad ke-15, warisan dan pengaruh Majapahit masih terasa hingga saat ini, dan sejarahnya tetap menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.
Tanggal resmi berdirinya Majapahit adalah pada 10 November 1293, yang bertepatan dengan hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Meskipun begitu, kerajaan yang baru berdiri ini menghadapi berbagai tantangan internal. Beberapa pejabat tinggi kerajaan, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawan Kertarajasa.
Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan dan para pemberontak dihukum (Pararaton, 1981). Beberapa sejarawan, seperti Slamet Muljana, berpendapat bahwa Mahapatih Halayudha terlibat dalam konspirasi untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap pesaingnya, termasuk dengan merencanakan pemberontakan tersebut.
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan pemberontak terakhir, Kuti dihukum mati, Halayudha pun dipenjara dan dihukum mati sebagai pelaku konspirasi.
Setelah kematian Kertarajasa pada tahun 1309, kerajaan Majapahit dipimpin oleh putranya, Jayanegara. Sayangnya, pemerintahan Jayanegara tidak berjalan mulus. Ia dikenal sebagai "Kala Gemet," yang berarti "penjahat lemah." Selama masa pemerintahannya, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone, pernah mengunjungi Majapahit dan mencatat beberapa hal mengenai kebudayaan dan kemegahan keraton tersebut (Pararaton, 1981).
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri, Tanca. Ibu tirinya, Gayatri Rajapatni, yang seharusnya menggantikan Jayanegara memilih untuk mundur dari dunia politik dan menjadi seorang bhiksuni. Rajapatni kemudian menunjuk putrinya, Tribhuwana Wijayatunggadewi, untuk menjadi ratu Majapahit.
Di bawah pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, yang dimulai pada tahun 1336, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Pada saat itu, Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih, dan ia mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal, yang menandakan niatnya untuk memperluas wilayah Majapahit hingga mencakup seluruh nusantara. Sumpah ini menjadi simbol ambisi Majapahit untuk menciptakan sebuah kemaharajaan yang luas dan berkuasa.
Majapahit tumbuh menjadi kerajaan yang sangat kuat di bawah kepemimpinan Tribhuwana, dan pada masa pemerintahan anaknya, Hayam Wuruk, kerajaan ini mencapai puncak kejayaan, menguasai sebagian besar wilayah Nusantara, termasuk Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Hayam Wuruk memerintah dari tahun 1350 hingga 1389, dan pada masa pemerintahannya, Majapahit menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara.
Dengan kemajuan ekonomi, kebudayaan, dan kekuasaan yang luas, Majapahit menjadi salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara. Meskipun akhirnya kerajaan ini runtuh pada abad ke-15, warisan dan pengaruh Majapahit masih terasa hingga saat ini, dan sejarahnya tetap menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.
Puncak Kejayaan Kerajaan Majapahit
Lihat Juga :
tulis komentar anda