Harga Ikan Dimonopoli Tauke, Nelayan di Bintan, Karimun, dan Lingga Butuh Pelabuhan
loading...
A
A
A
Menurut dia, pendapatan asli daerah yang bersumber dari retribusi pengelolaan pelabuhan perikanan di Pulau Antang, Anambas, hanya Rp900 juta. Namun pelabuhan perikanan memberi dampak positif terhadap para nelayan. "Kami mendorong di sekitar kawasan pelabuhan perikanan dibangun ruang pendingin ikan dan tempat pelelangan ikan yang dapat dikelola pemerintah kabupaten," ucapnya.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Bintan, Syukur Harianto alias Buyung Adli mengatakan, nelayan tradisional sulit sejahtera bila harga ikan masih diatur oleh tauke.
Nelayan sekarang tidak khawatir mendapatkan ikan saat melaut, melainkan mereka takut ikan dijual dengan harga rendah. Alasan harga ikan yang dibeli tauke menjadi murah, seperti banjir ikan, atau ikan lagi banyak.
Menurut dia, harga ikan tidak dilepas di pasar, karena tidak menguntungkan nelayan. Sebaiknya pemerintah mengintervensi harga ikan karena ikan merupakan makanan pokok bagi masyarakat kepulauan.
Penetapan harga ikan oleh pemerintah juga harus pro nelayan, agar sesuai target pemerintah mensejahterakan keluarga nelayan dapat terealisasi. Pengendalian perdagangan ikan harus dimulai dari tempat pelelangan ikan.
Bintan sampai sekarang belum memiliki tempat pelelangan ikan, padahal merupakan daerah pesisir yang memiliki luas lautan jauh melebihi luas daratannya. "Sekitar lima tahun lalu, pemda berencana membangun tempat pelelangan ikan di Batu Duyung, dekat Wak Copek, namun sampai sekarang belum terealisasi. Saya tidak tahu pasti apa masalahnya," ucapnya.
"Nelayan dianggap sebagai orang yang paling berjasa memenuhi kebutuhan masyarakat setiap hari. Mereka mengarungi lautan yang terkadang tidak bersahabat. Jadi wajar bila mereka memperoleh pendapatan yang lebih baik dari sekarang," ujarnya.
Jumlah nelayan di Bintan berdasarkan data tahun 2017 sebanyak 13.760 orang. Data terbaru terkait jumlah nelayan belum diperoleh KNTI dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bintan.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Bintan, Syukur Harianto alias Buyung Adli mengatakan, nelayan tradisional sulit sejahtera bila harga ikan masih diatur oleh tauke.
Nelayan sekarang tidak khawatir mendapatkan ikan saat melaut, melainkan mereka takut ikan dijual dengan harga rendah. Alasan harga ikan yang dibeli tauke menjadi murah, seperti banjir ikan, atau ikan lagi banyak.
Menurut dia, harga ikan tidak dilepas di pasar, karena tidak menguntungkan nelayan. Sebaiknya pemerintah mengintervensi harga ikan karena ikan merupakan makanan pokok bagi masyarakat kepulauan.
Penetapan harga ikan oleh pemerintah juga harus pro nelayan, agar sesuai target pemerintah mensejahterakan keluarga nelayan dapat terealisasi. Pengendalian perdagangan ikan harus dimulai dari tempat pelelangan ikan.
Bintan sampai sekarang belum memiliki tempat pelelangan ikan, padahal merupakan daerah pesisir yang memiliki luas lautan jauh melebihi luas daratannya. "Sekitar lima tahun lalu, pemda berencana membangun tempat pelelangan ikan di Batu Duyung, dekat Wak Copek, namun sampai sekarang belum terealisasi. Saya tidak tahu pasti apa masalahnya," ucapnya.
"Nelayan dianggap sebagai orang yang paling berjasa memenuhi kebutuhan masyarakat setiap hari. Mereka mengarungi lautan yang terkadang tidak bersahabat. Jadi wajar bila mereka memperoleh pendapatan yang lebih baik dari sekarang," ujarnya.
Jumlah nelayan di Bintan berdasarkan data tahun 2017 sebanyak 13.760 orang. Data terbaru terkait jumlah nelayan belum diperoleh KNTI dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Bintan.