Kisah Pilu Siswi SD di Samarinda Diusir Guru Gara-gara Tidak Punya HP untuk Belajar Online

Sabtu, 04 Juni 2022 - 16:55 WIB
loading...
Kisah Pilu Siswi SD di Samarinda Diusir Guru Gara-gara Tidak Punya HP untuk Belajar Online
Kemiskinan membuat Musda tidak mampu beli HP dan belajar online. Musda bersama saudara-saudaranya. Foto: Dzulfikar/SINDOnews
A A A
SAMARINDA - Miris dialami siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri 002 di Samarinda, Kalimantan Timur, bernama Musdalifah (10). Dia diusir gurunya, saat masuk kelas karena dianggap tak masuk sekolah selama 6 bulan.

Gadis yang biasa disapa Musda ini mengaku, tidak bisa ikut belajar online karena memang tidak punya HP (gawai).

Saat sekolah tatap muka sudah dibuka kembali, Musda pun sumringah. Dengan semangat, dia berangkat ke sekolah. Tetapi, ternyata punya baju sekolahnya sudah tidak muat, karena badannya semakin besar.



Musdalifah merupakan anak piatu. Ibu kandungnya sudah meninggal dunia sejak dia berusia 3 tahun. Sementara ayah kandungnya, mengalami kelumpuhan tangan kanan. Saat ini, dia tinggal bersama bibi kandungnya Siti Manuwatah (37).

Musda memiliki adik kandung perempuan, bernama Merlin (9) yang juga tinggal bersama bibinya, di Jalan Pangeran Bendahara, Gang Pertenunan, RT 02, Kelurahan Tenun, Kecamatan Samarinda Seberang.

Siti Munawarah menjelaskan, saat Musda duduk di bangku Kelas 3 SD, sekolah menerapkan pembelajaran online.

Pada awlanya, Musda sempat mengikuti proses belajar online beberapa kali dengan menggunakan Hp yang dibeli bekas. Kondisi HP musda pun disebut tidak mempuni. Sering eror dan semua terinstal ulang, hingga file hilang dan terhapus.

Akibatnya, Musda sering tertinggal pelajaran online. Hal itu terjadi selama dia melakukan proses belajar di Kelas 3.



Saat ujian kenaikan Kelas 4, Musdalifah ikut mengikuti ujian secara online, dengan kondisi HP yang kurang maksimal. Sampai akhirnya, HP milik Musda tidak dapat digunakan lagi.

HP itu kemudian digunakan oleh adiknya yang bersekolah di sekolah yang berbeda. Saat ingin kembali masuk ke group sekolah, Bibi Musdalifah berinisiatif untuk menggunakan hp pribadinya, lantaran musda masih tidak memiliki HP.

Tetapi, HP tersebut juga tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan belajar anak-anak yang dirawat oleh bibinya. Pasalnya, sang bibi juga memiliki 3 anak kandung dan 1 keponakan lainnya yang ikut tinggal bersamanya.

Semua anak yang bersekolah berjumlah 5 orang, dan kelima anak tersebut semuanya menggunakan HP milik Siti Munawarah.

Dengan kondisi itu, Musda yang sudah kehilangan kontak gurunya pun tidak dapat ikut melaksanakan belajar online. Upaya Siti untuk menghubungi para guru di SD tersebut pun sudah dilakukan. Namun, tidak berhasil.



"Saya WA, saya teelpon wali kelasnya tidak diangkat. Itu saya lakukan lagi setelah beberapa hari. Berharap nomor saya ini bisa dimasukkan ke group sekolah untuk mengetahui tahapan belajar si Musda," kata Siti, Sabtu (4/6/2022).

Selain terkendala HP, Musda juga disebut sudah tidak memiliki baju seragam sekolah, mulai dari baju, tas, buku, hingga jilbab. Bahkan baju sehari-haripun sudah tidak muat.

"Waktu sudah mulai sekolah tatap muka, Musda lihat temannya sekolah. Dia ingin sekolah, tapi saya bilang, bajumu sudah tidak muat, buku juga tidak ada, ibu belum bisa belikan. Karena kalau kamu dibelikan, semua adik-adikmu juga harus dibelikan. Tante belum punya uang," jelas Siti.

Dengan begitu Siti harus memutar otak untuk mencarikan anak-anak nya baju seragam.

"Saya juga minta ke tetangga, siapa tahu ada baju bekas sekolah anak mereka. Tapi Musda ini kan badannya besar. Jadi jarang ada baju SD temannya yang muat," bebernya.

Siti mengaku tidak dapat mendatangi sekolah, karena saat itu Siti harus merawat kedua orang tuanya yang sedang sakit.



Selain itu, Siti juga harus merawat ke-6 anaknya di rumah. Penderitaan Siti bertambah, karena ayahnya yang merupakan kakek Musda meninggal dunia, dan tak berselang lama Ibu Siti yang juga Nenek Musda meninggal.

"Kondisi itu yang bikin saya bingung, dan tidak berpikir mau ke sekolah atau bagaimana. Ini ada 3 anak yang setahun tidak bisa ikut sekolah. Saya sudah bingung. Ditambah lagi, saya jaga bayi saya. Kalau saya pergi siapa yang jaga," jelasnya.

Sementara itu, Mamat, Koordinator Relawan Rumah Makan Gratis (RMG) mengatakan, dirinya yang akhirnya mengantar Musda ke sekolah. Sebelum Musda masuk ke ruang kelas, Mamat mengantar Musda ke ruangan guru.

"Saya datang ke ruangan guru. Yang sambut saya awalnya bukan wali kelas Musda, tapi guru lain. Dan guru di sana mempersilahkan Musda naik ke ruangan lantai dua untuk ikut ujian," kata Mamat.



Saat itu pun Musda masuk kedalam kelas dan duduk di bangkunya. Tak berselang lama, Wali Murid Musda pun masuk ke dalam kelas. Salah satu murid di dalam kelas berteriak, dan menyampaikan kepada gurunya bahwa Musda sudah turun sekolah.

Sontak guru itu dengan nada tinggi meminta Musda untuk keluar dari kelas dan memanggil orang tuanya lebih dulu.

"Saya duduk, guru datang baru temanku bilang. Bu, Musda turun sekolah. Baru guru bilang, oh turun sekolah kah kamu Musda. Turun kamu, pulang panggil dulu orang tua mu ke sekolah. Itu bilang bu guru marah sama aku," timpal Musda.

Saat Wali Kelas itu keluar ruangan, dia ikut berdiri untuk pulang. Namun, Musda mendapatkan cibiran dari teman-teman sekelasnya, dengan disorakin dan dilempar kertas, serta buku oleh beberapa siswa di kelasnya.

"Aku dilempar kertas, baru diteriakin, huui Musda diusir. Aku nangis sudah itu kak. Mau pulang, tapi takut juga," bebernya.



Musda ditemukan oleh Mamat menangis di pinggir jalan di depan sekolahnya. Tak beberapa lama, Mamat mengantar musda ke sekolah untuk ikuti ujian. Mamat menerima laporan bahwa Musda dikeluarkan dari kelasnya.

"Saya dapat laporan itu, langsung kembali lagi ke sekolah. Saya kesana tiba-tiba lihat Musda sudah menangis meraung-raung di pinggir jalan depan sekolahnya dengan peluk tasnya. Sakit hati saya lihat itu," beber Mamat.

Melihat kondisi musda, Mamat pun langsung membawa musda kembali ke sekolah untuk meminta klarifikasi pihak sekolah, dan ingin bertanya apa yang terjadi.

"Dengan menangis, saya bawa Musda. Saya di situ baru ketemu sama wali kelasnya. Niat saya mau menghadap ke kepala sekolah. Tapi kepseknya tidak ada. Jadi saya cuma ketemu wali kelasnya," jelas Mamat.

Saat meminta kejelasan oleh Wali kelas, mamat memohon agar pihak sekolah tetap menerima musda untuk sementara mengikuti ujian.



"Saya bilang, ini anak mau sekolah. Biar dulu Bu belajar. Wali kelasnya bilang, iya bisa. Tapi Musda tidak naik kelas. Itu Wali Kelasnya bilang. Saat itu saya tanyalah Musda, maukah dek sekolah tapi tidak naik kelas. Anak ini mau kok," tambahnya.

Kedua kali Mamat harus kembali meninggalkan Musda di sekolah untuk mengikuti ujian.

Setelah pukul 10.00 WITA, ujian pun selesai dan Musda pulang kerumah. Saat sampai di rumah, Musda kembali menangis. Meskipun ia berhasil kembali mengikuti ujian di kelasnya.

"Pas abang pulang, aku ditarik sama bapak Taufik, itu guru olah ragaku. Aku takut bang, sakit tanganku di bawa ke atas. Baru pas aku duduk, guruku bilang aku geram sama Musda sambil kepal-kepal tangannya," tangis Musda.

Mendengar kisah Musda, Mamat semakin tak tahan, dan bercerita kebeberapa rekan donaturnya untuk mencarikan anak asuhnya itu solusi yang baik, agar Musda tetap dapat bersekolah.

"Saya kabarin donatur saya, yang kebetulan salah satu donatur saya juga bagian dari awak media. Mendengar kisah adik Musda ini, siapa sih yang tidak geram. Apa lagi ini anak piatu loh. Dia diperlakukan begitu oleh pendidiknya," imbuhnya.

Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak Kaltim atau TRCPPA Menerima informasi tentang Musda. Melalui awak media, Rina Zainun bersama tim mendatangi sekolah tersebut.



Kedatangan Rina bersama awak media, mendapat respon yang kurang baik dari pihak guru di sekolah tersebut. Meski begitu, pihak sekolah tetap mempersilahkan Rina untuk masuk dan menjelaskan maksud dan tujuan mereka.

Saat menerangkan itu, pihak guru dan wali kelas Musda mengelak disebut mengusir Musda dari ruangan.

Kondisi mediasi pun sempat memanas, saat salah satu guru di ruangan guru itu menyebut bahwa Musda merekayasa cerita "Pembohong anak itu," celetuk guru yang didengar oleh awak media.

Saat itu salah satu awak media pun sempat geram. Dan berharap guru lain dapat menghormati mediasi yang dilakukan oleh pihak TRCPPA dan wali kelas.

"Kita tidak temukan hasil yang baik saat berdialog dengan wali kelas. Jadi kita menunggu kepala sekolah," terang Rina.

Tak selang beberapa waktu kepala sekolah pun tiba. Dengan raut terkejut melihat TRCPPA, Kepsek meminta untuk dapat masuk ke ruangannya. Saat mediasi bersama pihak kepala sekolah, diputuskan Musda haus ujian kembali.



Namun sayang, saat mediasi bersama pihak sekolah pun, kericuhan kembali terjadi lantaran salah satu guru kembali datang dengan membentak di depan pintu ruangan kepala sekolah. "Ada apa ini pak Sabran?" cetus Hamzah dengan nada tinggi.

Namun celetukan Hamzah yang merupakan salah satu guru disekolah tersebut tak digubris oleh Kepsek. Sayangnya, saat itu Musda dan Siti yang berada di luar ruangan kepsek kembali mendapat intimidasi oleh oknum guru itu.

Dengan nada kasar, guru itu menepuk pundak Musda. Saat itu lah kericuhan terjadi. Melihat hal itu, Mamat mengaku tak terima, dan akhirnya kondisi pun kembali alot. Meski begitu, perdebatan antara guru dan Mamat dapat dilerai.

Sementara itu, Kadisdik Kota Samarinda, Asli Nuryadin mengatakan, pihaknya telah memanggil kepala sekolah dan guru yang melakukan pengusiran terhadap MF.

"Saya sudah memanggil kepala sekolah dan guru-guru, dan telah mendengarkan cerita mereka. Artinya kita mengkoreksi diri, dan tidak ada salahnya kita minta maaf," terang Asli Nuryadi.

Pihaknya pun berjanji akan memfasilitasi MF untuk dapat mengikuti proses mengajar seperti biasanya.

"Saya sendiri sudah mendengar kondisi anak ini, dengan kondisi ini sudah seharusnya kita urus, dan tidak menghambat proses belajarnya, dan kami siap memfasilitasi seperti semula," ungkapnya.

Asli berharap, peristiwa tersebut tidak kembali terjadi di sekolah-sekolah lain di Samarinda. Dan meminta guru-guru pengajar untuk dapat menjaga emosional kepada muridnya.

"Saya sendiri sebagai kepala dinas kalau menjadi guru melakukan salah atau hilaf, ya minta maaf lah, dan jagan emosional menghadapi murid-muridnya," pungkasnya.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2465 seconds (0.1#10.140)