Kisah Asmara Jayarana dan Layonsari dari Bali, Cinta Abadi Dibawa Mati
loading...
A
A
A
Sebagai daerah yang memegang erat berbagai adat dan budayanya, Bali memiliki cerita rakyat yang hingga saat ini tetap dikenang. Salah satunya adalah kisah Jayaprana bersama dengan istrinya yang cantik jelita, Layonsari.
Kisah tentang Jayaprana bersama Layonsari dianggap sebagai kisah cinta sejati dan abadi. Bahkan kisahnya sering diangkat dalam drama khas Bali atau teater. Cerita singkat Jayaprana dan Layonsari yang penuh dengan sarat hikmah telah memberikan banyak inspirasi.
Baca juga: Kisah Entong Gendut, Pendekar Betawi yang Melawan Penjajah dengan Kelewang
Untuk mengenang cerita tersebut telah berdiri sebuah pura yang menjadi saksi pilunya tragedi tersebut. Kisah tentang siapa Jayaprana telah turun-temurun diceritakan sebagai tanda sakralnya cerita rakyat tersebut.
Kisah Jayaprana dan Layonsari menceritakan tentang kesetiaan Layonsari kepada Jayaprana. Mendengar suaminya meninggal ia pun akhirnya menyusul kematian suaminya tersebut. Seperti istilah percintaan Romeo dan Juliet.
Mengutip laman disdukcapil.bulelengkab.go.id, dikisahkan pasangan suami istri di Desa Kalianget memiliki 2 anak laki-laki dan satu perempuan. Karena wabah penyakit menimpa desa tersebut, empat orang keluarga tersebut meninggal, dan hanya tersisa 1 anak laki-laki paling bungsu bernama I Nyoman Jayaprana.
Menjadi seorang anak yatim piatu, Jayaprana kecil memberanikan diri untuk datang dan mengabdi ke istana. Dia sangat rajin sehingga raja Kalianget sangat mengasihinya. Nyoman Jayaprana tumbuh besar, dalam usianya yang baru 12 tahun, sudah terlihat parasnya yang rupawan dan senyumnya yang manis.
Suatu hari raja menitahkan agar Jayaprana memilih salah satu dayang-dayang ataupun gadis di luar istana untuk dijadikan sebagai pendamping hidup. Walaupun dia belum ada niat untuk mencari istri karena masih kanak-kanak, namun dia tidak kuasa menolak.
Pada akhirnya Jayaprana menemukan tambatan hatinya seorang gadis jelita bernama Ni Layon Sari putri dari Jero Bendesa dari Banjar Sekar. Menerima laporan dari Jayaprana, sang raja menulis sepucuk surat kepada Jero Bendesa, dan Bendesa setuju. Dipilihlah hari Selas Legi Kuningan melangsukan upacara pernikahaan mereka.
Pada saat menghadap raja, mereka menyembah dengan hormat kepada Sri Baginda Raja, raja terdiam seribu bahasa dan terpesona melihat kecantikan Ni Layonsari. Setelah acara pernikahan mereka selesai dan kedua sejoli kembali ke rumahnya. Sang raja mengumpulkan semua abdinya meminta pertimbangan untuk memisahkan pasangan tersebut agar Nilayonsari bisa menjadi istrinya, dikatakan kalau tidak, maka raja bisa mangkat karena dirundung kesediahan.
Kisah tentang Jayaprana bersama Layonsari dianggap sebagai kisah cinta sejati dan abadi. Bahkan kisahnya sering diangkat dalam drama khas Bali atau teater. Cerita singkat Jayaprana dan Layonsari yang penuh dengan sarat hikmah telah memberikan banyak inspirasi.
Baca juga: Kisah Entong Gendut, Pendekar Betawi yang Melawan Penjajah dengan Kelewang
Untuk mengenang cerita tersebut telah berdiri sebuah pura yang menjadi saksi pilunya tragedi tersebut. Kisah tentang siapa Jayaprana telah turun-temurun diceritakan sebagai tanda sakralnya cerita rakyat tersebut.
Kisah Jayaprana dan Layonsari menceritakan tentang kesetiaan Layonsari kepada Jayaprana. Mendengar suaminya meninggal ia pun akhirnya menyusul kematian suaminya tersebut. Seperti istilah percintaan Romeo dan Juliet.
Mengutip laman disdukcapil.bulelengkab.go.id, dikisahkan pasangan suami istri di Desa Kalianget memiliki 2 anak laki-laki dan satu perempuan. Karena wabah penyakit menimpa desa tersebut, empat orang keluarga tersebut meninggal, dan hanya tersisa 1 anak laki-laki paling bungsu bernama I Nyoman Jayaprana.
Menjadi seorang anak yatim piatu, Jayaprana kecil memberanikan diri untuk datang dan mengabdi ke istana. Dia sangat rajin sehingga raja Kalianget sangat mengasihinya. Nyoman Jayaprana tumbuh besar, dalam usianya yang baru 12 tahun, sudah terlihat parasnya yang rupawan dan senyumnya yang manis.
Suatu hari raja menitahkan agar Jayaprana memilih salah satu dayang-dayang ataupun gadis di luar istana untuk dijadikan sebagai pendamping hidup. Walaupun dia belum ada niat untuk mencari istri karena masih kanak-kanak, namun dia tidak kuasa menolak.
Pada akhirnya Jayaprana menemukan tambatan hatinya seorang gadis jelita bernama Ni Layon Sari putri dari Jero Bendesa dari Banjar Sekar. Menerima laporan dari Jayaprana, sang raja menulis sepucuk surat kepada Jero Bendesa, dan Bendesa setuju. Dipilihlah hari Selas Legi Kuningan melangsukan upacara pernikahaan mereka.
Pada saat menghadap raja, mereka menyembah dengan hormat kepada Sri Baginda Raja, raja terdiam seribu bahasa dan terpesona melihat kecantikan Ni Layonsari. Setelah acara pernikahan mereka selesai dan kedua sejoli kembali ke rumahnya. Sang raja mengumpulkan semua abdinya meminta pertimbangan untuk memisahkan pasangan tersebut agar Nilayonsari bisa menjadi istrinya, dikatakan kalau tidak, maka raja bisa mangkat karena dirundung kesediahan.