Pelepasan Napi Saat Pandemi COVID-19, Ini Kata Pakar Hukum Ubaya

Selasa, 26 Mei 2020 - 10:13 WIB
loading...
Pelepasan Napi Saat...
Ada tiga landasan yang digunakan pelepasan napi yaitu landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Foto/SINDOnews/Ali Masduki
A A A
SURABAYA - Beberapa waktu lalu, masyarakat diresahkan dengan adanya kebijakan pemerintah terkait pembebasan narapidana (Napi) untuk menekan penyebaran COVID-19 di lapas.

(Baca juga: Coba Terobos PSBB Malang Raya, 3 Orang Sembunyi di Balik Terpal )

Kebijakan ini dibuat agar tidak terjadi cluster baru di masyarakat. Namun, pelepasan narapidana di tengah pandemi COVID-19 dianggap tidak efektif dan menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Lantas, bagaimana sebetulnya kebijakan pemerintah dilihat dari perspektif Hukum?

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Ubaya, Michelle Kristina menjelaskan mengenai landasan dalam pelepasan narapidana di masa pandemi COVID-19. Ada tiga landasan yang digunakan yaitu landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis.

Jika dilihat berdasarkan landasan filosofis, maka peraturan dikeluarkan berkaitan dengan HAM (Hak Asasi Manusia). Saat ini kondisi lapas dan LPKA di Indonesia memiliki tingkat hunian yang sangat tinggi atau over capacity, sehingga dianggap rentan terhadap penyebaran dan penularan COVID-19.

"Oleh sebab itu, sebagai upaya penyelamatan narapidana dan anak yang ada di lapas maka pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut," katanya dalam seminar online bersama Kelompok Studi Mahasiswa (KSM) Pidana Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) gelar diskusi bersama bahas kebijakan pelepasan narapidana di tengah pandemi COVID-19.

(Baca juga: Ratusan Warga AS Pesta Liar di Danau Saat COVID-19 Mengganas )

Sedangkan landasan yuridis menekankan pada aspek hukum yang penting bagi masyarakat. Tanpa keberadaan hukum tidak akan terwujud masyarakat yang tertib dan harmonis. Berdasarkan landasan yuridis, pemerintah mengeluarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 10/2020 tentang syarat pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi para narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan penyebaran COVID-19.

"Program asimilasi tersebut tidak diberikan kepada narapidana yang termasuk dalam kategori terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan HAM berat, kejahatan transnasional, dan Warga Negara Asing (WNA). Sebenarnya program asimilasi dari dulu sudah ada, narapidana yang dilepaskan harus memenuhi syarat dan ketentuan berperilaku baik. Bedanya, saat ini mereka dilepaskan di masa pandemi," sambungnya.

Michelle Kristina menyampaikan, dari landasan sosiologis kurang lebih 30.000 hingga 35.000 narapidana dan anak dibebaskan untuk mengurangi over capacity dan menekan munculnya penyebaran COVID-19 di lapas. Keputusan ini di respon oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dengan mengajukan gugatan kepada Kementerian Hukum dan HAM jika kebijakan dinilai tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi Indonesia.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4487 seconds (0.1#10.140)