Karut-marut Penyaluran Bansos Saat Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
MALANG - Kegagapan penyaluran bantuan sosial (Bansos) untuk masyarakat terdampak pandemi COVID-19 , masih terus saja terjadi. Salah satunya terkait simpang-siurnya data warga penerima bansos.
(Baca juga: Dana Desa Membuat Paini Masih Bisa Tersenyum di Tengah COVID-19 )
Persoalan validitas data penerima bansos tersebut, juga terjadi di wilayah Kabupaten Malang. Proses validasi data yang sudah dilakukan oleh petugas di desa, ternyata banyak berubah setelah data itu dikembalikan ke Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang.
Kasi Kesejahteraan Pemerintah Desa Pandanlandung, Rino Ekananda menyebutkan, salah satu data bansos yang mengalami perubahan mendadak dan tidak sesuai dengan hasil verifikasi di lapangan adalah Bantuan Sosial Tunai (BST).
"Ada sembilan sembilan kepala keluarga penerima manfaat (KPM) yang sudah terverifikasi untuk menerima BST, tiba-tiba hilang dari daftar, dan tergantikan oleh 13 nama KPM baru yang belum pernah diverifikasi," tuturnya.
Dia mengaku tidak mengetahui dari mana data 13 KPM tersebut, dan tiba-tiba sudah ada di data yang dikeluarkan Dinsos Kabupaten Malang, untuk menerima BST. "Kami sudah mempertanyakan ke Dinsos Kabupaten Malang, jawabannya hanya akan dialihkan ke penerima bansos selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," tegasnya.
Nilai bantuan yang diterima KPM yang terdata di BST adalah sebesar Rp600 ribu/bulan selama tiga bulan. Sementara, bansos PSBB berupa beras 15 kg, 1 kg telur, dan 2 liter minyak goreng.
Selama ini perangkat desa sudah bekerja keras melakukan verifikasi data warganya yang harus menerima bansos. Tidak mudah untuk menyalurkan bansos di massa pandemi COVID-19 ini, karena jenisnya dan penerimanya juga bermacam-macam.
Ada tujuh jenis bansos yang data penerimanya harus diverifikasi secara benar. Yakni, program keluarga harapan (PKH) Dinas Sosial, bantuan pangan non tunai (BPNT), BPNT Perluasan, data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), bantuan sosial tunai (BST), data usulan warga miskin, dan data bantuan langsung tunai dana desa (BLT-DD).
"Proses verifikasi datanya juga berbeda-beda, karena setiap bansos penerimanya tidak boleh sama. Belum lagi kami harus menghadapi pertanyaan serta kritik dari masyarakat yang tidak menerima bansos," tegas Rino.
Apabila data berubah-ubah seperti ini, menurutnya akan sulit bagi pemerintah desa, mengingat untuk menetapkan data nama penerima bansos tersebut juga harus melalui mekanisme musyawarah desa.
Sementara Kepala Dinsos Kabupaten Malang, Nur Hasyim juga tidak bisa banyak berbuat dengan adanya perubahan data tersebut. Dia mengaku, persoalan perbedaan data ini terjadi secara nasional. Data yang turun tidak sama dengan data yang sudah diusulkan dan diverifikasi dari bawah.
"Kami sudah tidak bisa merubah data penerima BST, sehingga warga yang tidak masuk BST akan dialihkan ke bansos lain, yakni bansos khusus selama pelaksanaan PSBB Malang Raya," tuturnya.
(Baca juga: Dana Desa Membuat Paini Masih Bisa Tersenyum di Tengah COVID-19 )
Persoalan validitas data penerima bansos tersebut, juga terjadi di wilayah Kabupaten Malang. Proses validasi data yang sudah dilakukan oleh petugas di desa, ternyata banyak berubah setelah data itu dikembalikan ke Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Malang.
Kasi Kesejahteraan Pemerintah Desa Pandanlandung, Rino Ekananda menyebutkan, salah satu data bansos yang mengalami perubahan mendadak dan tidak sesuai dengan hasil verifikasi di lapangan adalah Bantuan Sosial Tunai (BST).
"Ada sembilan sembilan kepala keluarga penerima manfaat (KPM) yang sudah terverifikasi untuk menerima BST, tiba-tiba hilang dari daftar, dan tergantikan oleh 13 nama KPM baru yang belum pernah diverifikasi," tuturnya.
Dia mengaku tidak mengetahui dari mana data 13 KPM tersebut, dan tiba-tiba sudah ada di data yang dikeluarkan Dinsos Kabupaten Malang, untuk menerima BST. "Kami sudah mempertanyakan ke Dinsos Kabupaten Malang, jawabannya hanya akan dialihkan ke penerima bansos selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," tegasnya.
Nilai bantuan yang diterima KPM yang terdata di BST adalah sebesar Rp600 ribu/bulan selama tiga bulan. Sementara, bansos PSBB berupa beras 15 kg, 1 kg telur, dan 2 liter minyak goreng.
Selama ini perangkat desa sudah bekerja keras melakukan verifikasi data warganya yang harus menerima bansos. Tidak mudah untuk menyalurkan bansos di massa pandemi COVID-19 ini, karena jenisnya dan penerimanya juga bermacam-macam.
Ada tujuh jenis bansos yang data penerimanya harus diverifikasi secara benar. Yakni, program keluarga harapan (PKH) Dinas Sosial, bantuan pangan non tunai (BPNT), BPNT Perluasan, data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS), bantuan sosial tunai (BST), data usulan warga miskin, dan data bantuan langsung tunai dana desa (BLT-DD).
"Proses verifikasi datanya juga berbeda-beda, karena setiap bansos penerimanya tidak boleh sama. Belum lagi kami harus menghadapi pertanyaan serta kritik dari masyarakat yang tidak menerima bansos," tegas Rino.
Apabila data berubah-ubah seperti ini, menurutnya akan sulit bagi pemerintah desa, mengingat untuk menetapkan data nama penerima bansos tersebut juga harus melalui mekanisme musyawarah desa.
Sementara Kepala Dinsos Kabupaten Malang, Nur Hasyim juga tidak bisa banyak berbuat dengan adanya perubahan data tersebut. Dia mengaku, persoalan perbedaan data ini terjadi secara nasional. Data yang turun tidak sama dengan data yang sudah diusulkan dan diverifikasi dari bawah.
"Kami sudah tidak bisa merubah data penerima BST, sehingga warga yang tidak masuk BST akan dialihkan ke bansos lain, yakni bansos khusus selama pelaksanaan PSBB Malang Raya," tuturnya.
(eyt)