Kisah Pilu Anak Bupati Ponorogo Dihukum Gantung Belanda Gegara Memberontak
loading...
A
A
A
PACITAN Ponorogo menjadi wilayah perlawanan kaum pribumi ke Belanda. Salah satu tokoh yang sempat muncul yakni Raden Wanengsentiko Jayengranan Ponorogo, yang dikenal memiliki kesaktian.
Sosok Raden Wanengsentiko Jayengranan itu konon lahir dari rahim seorang ibu yang tidak diketahui siapa ayahnya. Kemudian sang ibu itu akhirnya dinikahi oleh Tumenggung Jayengrono sebagai selir, yang menjadi Bupati Ponorogo.
Sosok Raden Wanengsentiko Jayengranan dikisahkan memiliki wajah tampan dan tidak memiliki pusar. Bayi itu awalnya bernama Raden Bawan.
Para ahli nujum banyak yang meramalkan, bahwa anak itu kelak luput dari senjata, pemberani, serta akan menjadi tulang punggung wilayah Ponorogo yang mampu menghadapi musuh. Setelah dewasa, Raden Bawan bernama Raden Wanengsentiko.
Dia tajam pikirannya serta suka berolah keprajuritan, kesaktian, dan kanuragan. Gurunya bernama Kiai Sangki, juga dari Jayengranan, sebagaimana dikutip dari “Kisah Brang Wetan: Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Pacitan”.
Suatu ketika Wanengsentiko dan Donorejo bersepakat akan memberikan perlawanan ke Belanda. Mereka pergi ke Desa Ngile, wilayah Nglorog, Pacitan, menuju rumah Kiai Wajug. Setibanya di sana, mereka berkata jujur hendak memberontak dan memberikan perlawanan ke Belanda.
Mendengar perkataan Donorejo dan Wanengsentiko, Kiai Wajug senang hatinya dan menyetujuinya, bahkan bersedia menjadi pemimpin. Ketiga orang itu saling mengucurkan air kendi sebagai tanda sehidup semati menjadi pemberontak.
Raden Wanengsentiko dijadikan raja, sedangkan Donorejo dijadikan patihnya. Mereka lantas mempersiapkan pasukan berjumlah 500 orang untuk memberikan perlawanan. Pasukan itu dikumpulkan di Desa Terusan, untuk berkemah dan mempersiapkan serangan.
Sosok Raden Wanengsentiko Jayengranan itu konon lahir dari rahim seorang ibu yang tidak diketahui siapa ayahnya. Kemudian sang ibu itu akhirnya dinikahi oleh Tumenggung Jayengrono sebagai selir, yang menjadi Bupati Ponorogo.
Sosok Raden Wanengsentiko Jayengranan dikisahkan memiliki wajah tampan dan tidak memiliki pusar. Bayi itu awalnya bernama Raden Bawan.
Baca Juga
Para ahli nujum banyak yang meramalkan, bahwa anak itu kelak luput dari senjata, pemberani, serta akan menjadi tulang punggung wilayah Ponorogo yang mampu menghadapi musuh. Setelah dewasa, Raden Bawan bernama Raden Wanengsentiko.
Dia tajam pikirannya serta suka berolah keprajuritan, kesaktian, dan kanuragan. Gurunya bernama Kiai Sangki, juga dari Jayengranan, sebagaimana dikutip dari “Kisah Brang Wetan: Berdasarkan Babad Alit dan Babade Nagara Pacitan”.
Suatu ketika Wanengsentiko dan Donorejo bersepakat akan memberikan perlawanan ke Belanda. Mereka pergi ke Desa Ngile, wilayah Nglorog, Pacitan, menuju rumah Kiai Wajug. Setibanya di sana, mereka berkata jujur hendak memberontak dan memberikan perlawanan ke Belanda.
Mendengar perkataan Donorejo dan Wanengsentiko, Kiai Wajug senang hatinya dan menyetujuinya, bahkan bersedia menjadi pemimpin. Ketiga orang itu saling mengucurkan air kendi sebagai tanda sehidup semati menjadi pemberontak.
Raden Wanengsentiko dijadikan raja, sedangkan Donorejo dijadikan patihnya. Mereka lantas mempersiapkan pasukan berjumlah 500 orang untuk memberikan perlawanan. Pasukan itu dikumpulkan di Desa Terusan, untuk berkemah dan mempersiapkan serangan.