Kisah Kesaktian Bajulgiling, Pusaka Andalan Jaka Tingkir yang Bisa Tundukkan Puluhan Buaya
loading...
A
A
A
Ayah Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang, karena diduga ikut membantu anaknya. Ibu Raden Pabelan yang merupakan adik perempuan Sutawijaya meminta bantuan ke Mataram. Sutawijaya mengirim utusan untuk merebut Tumenggung Mayang, dalam perjalanan pembuangannya ke Semarang.
Perbuatan Sutawijaya itu menjadi alasan Adiwijaya untuk menyerang Mataram. Perang antara kedua pihak meletus. Pasukan Pajang bermarkas di Prambanan dengan jumlah lebih banyak, namun menderita kekalahan. Karena konon Sutawijaya mendapat bantuan dari Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa Laut Selatan. Dengan sekoyong-konyong Gunung Merapi meletus akibatnya ratusan laskar Pajang tewas terkena letusan gunung tersebut.
Selanjutnya diceritakan dalam Serat Babad Tanah Jawi. Sultan Adiwijaya, terseret dalam kekacauan itu. Sehingga pasukannya dapat dipukul mundur oleh pasukan Mataram dan dengan terpaksa Adiwijaya melarikan diri. Adiwijaya ingin berdoa di Makam Tembayat, tetapi pintu makam tidak dapat dibuka.
Raja Pajang ini bahkan tidak mampu membukanya, sehingga dia berlutut saja di luar dan membuka ikat pinggang Kiai Bajulgiling. Juru kunci memberikan penjelasan yang sangat buruk tentang kejadian itu. Bahwa dia tidak lagi dizinkan menjadi raja. Hal ini amat mengguncangkan jiwa Adiwijaya.
Pada malam hari dia tertidur dalam bale kencur yang dikelilingi air, yang sangat menyegarkan. Esok harinya perjalanan dilanjutkan, tetapi ikat pinggang Bajulgiling tertinggal di depan pintu makam Sunan Tembakat. Sehingga gajah yang menjadi tunggangannya menjadi liar dan membuat Adiwijaya terjatuh. Setelah itu dia dinaikkan di atas tandu, begitulah perjalanan pulang ke Pajang amat lambat dan raja duduk terguncang-guncang di atas tandu.
Beberapa abdi dalem yang menolong raja saat jatuh dari gajah, segera mengetahui, mengapa Sultan tidak bisa lagi mengendalikan gajah yang tiba-tiba menjadi galak, karena tidak lagi adanya ikat pinggang azimat dari Kiai Buyut Banyubiru di pinggang sang raja. Mereka ingat, Sultan melepaskan ikat pinggang itu dari tubuhnya dan meletakkan di sampingnya saat berdoa di depan pintu makam Sunan Tembayat.
Hilangnya ikat pinggang Bajulgiling terdengar oleh telik sandi Mataram. Lalu sesampainya di Pajang, datang makhluk halus anak buah Sutawijaya bernama Ki Juru Taman yang menyerang dengan memukul dada Adiwijaya. Karena tidak lagi mengenakan ikat pinggang Ki Bajulgiling membuat sakit sang Raja Pajang ini bertambah parah.
Dalam keadaan sakit Adiwijaya berwasiat supaya anak-anak dan menantunya jangan ada yang membenci Sutawijaya, karena perang antara Pajang dan Mataram diyakininya sebagai takdir. Selain itu, Sutawijaya sendiri adalah anak angkat Adiwijaya yang dianggapnya sebagai putra tertua.
Perbuatan Sutawijaya itu menjadi alasan Adiwijaya untuk menyerang Mataram. Perang antara kedua pihak meletus. Pasukan Pajang bermarkas di Prambanan dengan jumlah lebih banyak, namun menderita kekalahan. Karena konon Sutawijaya mendapat bantuan dari Kanjeng Ratu Kidul sang penguasa Laut Selatan. Dengan sekoyong-konyong Gunung Merapi meletus akibatnya ratusan laskar Pajang tewas terkena letusan gunung tersebut.
Selanjutnya diceritakan dalam Serat Babad Tanah Jawi. Sultan Adiwijaya, terseret dalam kekacauan itu. Sehingga pasukannya dapat dipukul mundur oleh pasukan Mataram dan dengan terpaksa Adiwijaya melarikan diri. Adiwijaya ingin berdoa di Makam Tembayat, tetapi pintu makam tidak dapat dibuka.
Raja Pajang ini bahkan tidak mampu membukanya, sehingga dia berlutut saja di luar dan membuka ikat pinggang Kiai Bajulgiling. Juru kunci memberikan penjelasan yang sangat buruk tentang kejadian itu. Bahwa dia tidak lagi dizinkan menjadi raja. Hal ini amat mengguncangkan jiwa Adiwijaya.
Pada malam hari dia tertidur dalam bale kencur yang dikelilingi air, yang sangat menyegarkan. Esok harinya perjalanan dilanjutkan, tetapi ikat pinggang Bajulgiling tertinggal di depan pintu makam Sunan Tembakat. Sehingga gajah yang menjadi tunggangannya menjadi liar dan membuat Adiwijaya terjatuh. Setelah itu dia dinaikkan di atas tandu, begitulah perjalanan pulang ke Pajang amat lambat dan raja duduk terguncang-guncang di atas tandu.
Beberapa abdi dalem yang menolong raja saat jatuh dari gajah, segera mengetahui, mengapa Sultan tidak bisa lagi mengendalikan gajah yang tiba-tiba menjadi galak, karena tidak lagi adanya ikat pinggang azimat dari Kiai Buyut Banyubiru di pinggang sang raja. Mereka ingat, Sultan melepaskan ikat pinggang itu dari tubuhnya dan meletakkan di sampingnya saat berdoa di depan pintu makam Sunan Tembayat.
Hilangnya ikat pinggang Bajulgiling terdengar oleh telik sandi Mataram. Lalu sesampainya di Pajang, datang makhluk halus anak buah Sutawijaya bernama Ki Juru Taman yang menyerang dengan memukul dada Adiwijaya. Karena tidak lagi mengenakan ikat pinggang Ki Bajulgiling membuat sakit sang Raja Pajang ini bertambah parah.
Dalam keadaan sakit Adiwijaya berwasiat supaya anak-anak dan menantunya jangan ada yang membenci Sutawijaya, karena perang antara Pajang dan Mataram diyakininya sebagai takdir. Selain itu, Sutawijaya sendiri adalah anak angkat Adiwijaya yang dianggapnya sebagai putra tertua.