Webinar Korupsi di Masa Pandemi, Kaji Pemotongan Dana Bansos dari Sisi Hukum
loading...
A
A
A
BANDUNG - Fenomena pemotongan dana bantuan sosial (bansos) oleh perangkat desa kepada penerima warga terdampak pandemi COVID-19 terjadi di sejumlah daerah. Kabar terakhir fenomena itu terjadi di salah satu desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Seorang warga mengeluhkan pemotongan dana bansos dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang dilakukan perangkat desa. Nominal dana bansos yang dipotong cukup besar, Rp1,2 juta. Akibat potongan itu, warga penerima hanya membawa pulang Rp600 ribu ke rumah.
Perangkat desa beralasan, pemotongan dilakukan telah berdasarkan kesepakatan antara pihak desa dengan warga penerima. Dana yang dipotong akan dibagikan kembali masyarakat yang tidak menerima. (BACA JUGA: Sadis! Perangkat Desa Baranangsiang Diduga Potong Rp1,2 Juta Bansos Warga )
Peristiwa ini terjadi umumnya disebabkan kepala desa karena jabatan dan kewenangan diminta mengajukan daftar warga penerima sesuai data resmi. (BACA JUGA: Dana Bansos Disunat Jadi Bukti Pengawasan Pemda Lemah )
Namun kenyataannya, tak sedikit warga yang juga terdampak pandemi COVID-19 tidak tercatat sebagai penerima bantuan. Sebagai kepala desa, dia berinisiatif memotong anggaran bantuan sosial untuk warga penerima. Sebagian uang yang dipotong itu disalurkan kepada warga yang tidak tercatat sebagai penerima bantuan.
Dalam kontruksi hukum pidana korupsi, perbuatan sang kepala desa itu memenuhi unsur melawan hukum, menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya, memperkaya diri orang lain yang tidak berhak bahkan merugikan negara. (BACA JUGA: Dinsos KBB Perintahkan Desa Kembalikan Bansos yang Disunat ke Penerima )
Namun, meski sang kepala desa itu melawan hukum, apakah harus dituntut secara pidana, mengingat bahwa unsur utama dalam hukum pidana itu adalah mens rea atau niat jahat?
Pertanyaan itu mendapat tanggapan beragam dari peserta webinar yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum (FH) Unpad bekerja sama dengan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Pusat pada Sabtu (25/7/2020).
Webinar bertema "Korupsi di Masa Pandemi; Penerapan Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia" itu menghadirkan narasumber, Rektor Unpad Prof Dr Rina Indiastuti, Guru Besar Fakultas Hukum Unpad Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja, Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA) Dr Yodi Martono Wahyunadi, Dosen Hukum Pidana Unpar Agustinus, dan praktisi hukum Andreas Nahot Silitonga.
"Pendapat saya, selama ada itikad baik dari pejabat dalam melakukan perbuatan itu. Selama (uang) tidak masuk kantong pribadi. Selama perbuatan untuk kepentingan masyarakat. Seharusnya hal-hal itu dipertimbangkan untuk tidak dituntut," kata Komariah Emong.
Seorang warga mengeluhkan pemotongan dana bansos dari Kementerian Sosial (Kemensos) yang dilakukan perangkat desa. Nominal dana bansos yang dipotong cukup besar, Rp1,2 juta. Akibat potongan itu, warga penerima hanya membawa pulang Rp600 ribu ke rumah.
Perangkat desa beralasan, pemotongan dilakukan telah berdasarkan kesepakatan antara pihak desa dengan warga penerima. Dana yang dipotong akan dibagikan kembali masyarakat yang tidak menerima. (BACA JUGA: Sadis! Perangkat Desa Baranangsiang Diduga Potong Rp1,2 Juta Bansos Warga )
Peristiwa ini terjadi umumnya disebabkan kepala desa karena jabatan dan kewenangan diminta mengajukan daftar warga penerima sesuai data resmi. (BACA JUGA: Dana Bansos Disunat Jadi Bukti Pengawasan Pemda Lemah )
Namun kenyataannya, tak sedikit warga yang juga terdampak pandemi COVID-19 tidak tercatat sebagai penerima bantuan. Sebagai kepala desa, dia berinisiatif memotong anggaran bantuan sosial untuk warga penerima. Sebagian uang yang dipotong itu disalurkan kepada warga yang tidak tercatat sebagai penerima bantuan.
Dalam kontruksi hukum pidana korupsi, perbuatan sang kepala desa itu memenuhi unsur melawan hukum, menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya, memperkaya diri orang lain yang tidak berhak bahkan merugikan negara. (BACA JUGA: Dinsos KBB Perintahkan Desa Kembalikan Bansos yang Disunat ke Penerima )
Namun, meski sang kepala desa itu melawan hukum, apakah harus dituntut secara pidana, mengingat bahwa unsur utama dalam hukum pidana itu adalah mens rea atau niat jahat?
Pertanyaan itu mendapat tanggapan beragam dari peserta webinar yang digelar Ikatan Alumni Fakultas Hukum (FH) Unpad bekerja sama dengan Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta Pusat pada Sabtu (25/7/2020).
Webinar bertema "Korupsi di Masa Pandemi; Penerapan Ajaran Sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia" itu menghadirkan narasumber, Rektor Unpad Prof Dr Rina Indiastuti, Guru Besar Fakultas Hukum Unpad Prof Dr Komariah Emong Sapardjaja, Hakim Agung di Mahkamah Agung (MA) Dr Yodi Martono Wahyunadi, Dosen Hukum Pidana Unpar Agustinus, dan praktisi hukum Andreas Nahot Silitonga.
"Pendapat saya, selama ada itikad baik dari pejabat dalam melakukan perbuatan itu. Selama (uang) tidak masuk kantong pribadi. Selama perbuatan untuk kepentingan masyarakat. Seharusnya hal-hal itu dipertimbangkan untuk tidak dituntut," kata Komariah Emong.