Pesanan Baju Hamzat di Kemenkes Macet, Tenaga Kerja Terancam PHK
loading...
A
A
A
BOGOR - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta untuk memperhatikan nasib kaum buruh yang memproduksi Alat Pelindung Diri (APD) atau baju hazmat tenaga medis dalam menangani pasien COVID-19.
Banyak perusahaan produsen baju hazmat dalam negeri yang mengalami ketersendatan dalam proses penyerapannya di Kementerian Kesehatan.
Hal itu disampaikan salah seorang produsen baju hazmat, Prima Pradana dalam keterangannya kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/7/2020). (BACA JUGA: Pantau Program Kemendikbud, KPK Apresiasi NU dan Muhammadiyah Mundur)
Menurut Prima Pradana, saat wabah pandemi COVID-19, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan meminta beberapa perusahaan untuk mempercepat produksi baju hazmat dalam negeri.
"Kami dengan segala cara mencoba memaksimalkan produksi baju hazmat apalagi seluruh dunia membutuhkan produk ini. Cuma sayangnya, ketika kami dari perusahaan menepati apa yang sudah menjadi komitmen bersama, pemerintah kurang memperhatikan apa yang telah kami produksi. Persoalannya ada di tingkat penyerapan yang kurang sesuai dengan komitmen di awal, dari sisi ekonomi, kami sangat dirugikan," katanya.
Prima Pradana mengatakan saat ini tenaga kerja menggantungkan nasibnya kepada perusahaan, namun perusahaan tidak bisa berbuat apa-apa karena semua menunggu kepastian dari pemerintah. (BACA JUGA: Daripada Lawan Sesama Muslim, Petarung Rusia ini Pilih Lepas Sabuk Juara)
“Di gudang kami saja masih menumpuk jutaan set baju hazmat, bahkan sampai tidak tertampung. Kami berharap pemerintah memberikan kepastian terkait hal ini. Kalau ini tidak kunjung selesai, kami terpaksa gulung tikar dan mau tidak mau kami harus membuat keputusan pahit PHK terhadap para buruh-buruh kami yang sudah maksimal memproduksi baju hazmat ini,”ungkapnya.
Banyak perusahaan produsen baju hazmat dalam negeri yang mengalami ketersendatan dalam proses penyerapannya di Kementerian Kesehatan.
Hal itu disampaikan salah seorang produsen baju hazmat, Prima Pradana dalam keterangannya kepada wartawan di Bogor, Jawa Barat, Jumat (25/7/2020). (BACA JUGA: Pantau Program Kemendikbud, KPK Apresiasi NU dan Muhammadiyah Mundur)
Menurut Prima Pradana, saat wabah pandemi COVID-19, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan meminta beberapa perusahaan untuk mempercepat produksi baju hazmat dalam negeri.
"Kami dengan segala cara mencoba memaksimalkan produksi baju hazmat apalagi seluruh dunia membutuhkan produk ini. Cuma sayangnya, ketika kami dari perusahaan menepati apa yang sudah menjadi komitmen bersama, pemerintah kurang memperhatikan apa yang telah kami produksi. Persoalannya ada di tingkat penyerapan yang kurang sesuai dengan komitmen di awal, dari sisi ekonomi, kami sangat dirugikan," katanya.
Prima Pradana mengatakan saat ini tenaga kerja menggantungkan nasibnya kepada perusahaan, namun perusahaan tidak bisa berbuat apa-apa karena semua menunggu kepastian dari pemerintah. (BACA JUGA: Daripada Lawan Sesama Muslim, Petarung Rusia ini Pilih Lepas Sabuk Juara)
“Di gudang kami saja masih menumpuk jutaan set baju hazmat, bahkan sampai tidak tertampung. Kami berharap pemerintah memberikan kepastian terkait hal ini. Kalau ini tidak kunjung selesai, kami terpaksa gulung tikar dan mau tidak mau kami harus membuat keputusan pahit PHK terhadap para buruh-buruh kami yang sudah maksimal memproduksi baju hazmat ini,”ungkapnya.
(vit)