Misteri Pipa Bawah Tanah di Ponorogo Peninggalan Raja Airlangga
loading...
A
A
A
Benda bersejarah yang pertama ditemukan adalah, Sirah Keteng yang masuk wilayah Desa Bedingin, yakni salah satu desa di bagian selatan Kabupaten Ponorogo. Prasasti tersebut, berangka tahun 1026.
Sirah Keteng yang berbahan batu andesit tersebut, sempat diletakkan di halaman kantor Bupati Madiun. Selanjutnya dipindahkan ke museum. Batu itu adalah bagian dari sebuah monumen, yang mungkin merupakan sebuah gerbang dengan kepala Banaspati besar dan berada di tempat yang indah untuk dilihat.
Ketika ditemukan Sirah Keteng pada 1925, juga ditemukan sebuah sumur berbentuk tabung berdiameter sekitar satu meter. Sambungan sumur ini, ditemukan lagi pada jarak 500 meter di Desa Sambilawang.
Ada yang menyebutkan, saluran pipa di bawah tanah tersebut, memanjang hingga wilayah Kabupaten Trenggalek. Pada batu kepala Banaspati, ditulis kata pujian untuk Raja Jayawarsya, yang mungkin adalah Raja Kediri, penyembah Dewa Wisnu.
Tulisan tersebut juga berisi tentang bantuan untuk atitih, yang kemungkinan merupakan gelar untuk seorang pejabat administrasi yang berada di wilayah tersebut, bernama Marjoyo.
Selain itu, di Desa Kupuk, yang berada di dekat Desa Bedingin, juga ditemukan padmasana atau singgasana teratai. Sebuah batu yang digambari enam karakter, berbentuk kotak dengan tujuh baris tulisan yang mengelilinginya.
Padmasana ini memiliki bagian bawah yang berukiran Ganesha berlengan empat. Patung-patung, batu-batu, dan benda-benda lainnya tersebut diduga berasal dari Sirah Keteng.
Prasasti kedua yang ditemukan berasal dari periode Kediri, dan berangka tahun 1139. Prasasti ini ditemukan di atas sebuah batu di selatan Ponorogo, yaitu di Dusun Selodono, Desa Karangpatihan.
Sirah Keteng yang berbahan batu andesit tersebut, sempat diletakkan di halaman kantor Bupati Madiun. Selanjutnya dipindahkan ke museum. Batu itu adalah bagian dari sebuah monumen, yang mungkin merupakan sebuah gerbang dengan kepala Banaspati besar dan berada di tempat yang indah untuk dilihat.
Ketika ditemukan Sirah Keteng pada 1925, juga ditemukan sebuah sumur berbentuk tabung berdiameter sekitar satu meter. Sambungan sumur ini, ditemukan lagi pada jarak 500 meter di Desa Sambilawang.
Ada yang menyebutkan, saluran pipa di bawah tanah tersebut, memanjang hingga wilayah Kabupaten Trenggalek. Pada batu kepala Banaspati, ditulis kata pujian untuk Raja Jayawarsya, yang mungkin adalah Raja Kediri, penyembah Dewa Wisnu.
Tulisan tersebut juga berisi tentang bantuan untuk atitih, yang kemungkinan merupakan gelar untuk seorang pejabat administrasi yang berada di wilayah tersebut, bernama Marjoyo.
Selain itu, di Desa Kupuk, yang berada di dekat Desa Bedingin, juga ditemukan padmasana atau singgasana teratai. Sebuah batu yang digambari enam karakter, berbentuk kotak dengan tujuh baris tulisan yang mengelilinginya.
Padmasana ini memiliki bagian bawah yang berukiran Ganesha berlengan empat. Patung-patung, batu-batu, dan benda-benda lainnya tersebut diduga berasal dari Sirah Keteng.
Prasasti kedua yang ditemukan berasal dari periode Kediri, dan berangka tahun 1139. Prasasti ini ditemukan di atas sebuah batu di selatan Ponorogo, yaitu di Dusun Selodono, Desa Karangpatihan.