Misteri Patih Kerajaan Sumedang dan Larangan Mengenakan Baju Batik
loading...
A
A
A
Keempat patih atau Kandaga Lente itu, adalah Sanghiyang Hawu (Embah Jaya Perkasa); Bantara Dipatiwijaya (Embah Nanganan); Sanghiyang Kondang Hapa; Batara Pancer Buana (Embah Terong Peot).
Dalam pertemuan tersebut, Ratu Nilakendra memberikan amanat untuk memberikan mahkota Kerajaan Pajajaran, kepada Raja Sumedang Larang, Prabu Geusan Ulun, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran.
Para patih tersebut datang ke Sumedang Larang, untuk menyampaikan amanat Ratu Nilakendra, yaitu untuk berbakti kepada Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Pajajaran.
Dengan adanya penyerahan mahkota dan penyertaan berbakti dari Raja Pajajaran, maka seluruh wilayah kekuasaan Pajajaran dikuasai oleh Sumedang Larang. Sehingga Embah Jaya Perkasa dan ke tiga saudaranya diangkat sebagai patih di Sumedang Larang.
Waktu itu dikisahkan, di daerah Sumedang sudah banyak masyarakat yang menganut agama Islam. Karenanya sang raja masih merasa banyak kekurangan di bidang Agama Islam. Prabu Geusan Ulun akhirnya berangkat ke Demak, untuk belajar agama Islam.
Keberangkatan Prabu Geusan Ulun diiringi ke empat patih yang setia tersebut. Usai berguru di Demak, hingga akhirnya Prabu Geusan Ulun pulang, sebelum sampai ke Sumedang Larang dia singgah ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Pangeran Giri Laya (Raja Cirebon).
Pangeran Giri Laya menerima kedatangan Prabu Geusan Ulun, dan dirinya masih satu keturunan dari Sunan Gunung Jati. Rakyat dan keluarga kerajaan di Cirebon semua merasa segan, bahkan memuji kepada sang Prabu Geusan Ulun, karena sikapnya yang ramah, ditambah dengan ketampanan Sang Prabu yang tiada duanya.
Ketika Geusan Ulun memasuki pendapa, para menak dan Pangeran Cirebon terpesona melihat Raja Sumedang Larang. Badannya tinggi besar, wajahnya tampan, hidungnya mancung, keningnya bercahaya, dan sikapnya ramah tamah.
Dalam pertemuan tersebut, Ratu Nilakendra memberikan amanat untuk memberikan mahkota Kerajaan Pajajaran, kepada Raja Sumedang Larang, Prabu Geusan Ulun, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran.
Para patih tersebut datang ke Sumedang Larang, untuk menyampaikan amanat Ratu Nilakendra, yaitu untuk berbakti kepada Kerajaan Sumedang Larang sebagai penerus Pajajaran.
Dengan adanya penyerahan mahkota dan penyertaan berbakti dari Raja Pajajaran, maka seluruh wilayah kekuasaan Pajajaran dikuasai oleh Sumedang Larang. Sehingga Embah Jaya Perkasa dan ke tiga saudaranya diangkat sebagai patih di Sumedang Larang.
Waktu itu dikisahkan, di daerah Sumedang sudah banyak masyarakat yang menganut agama Islam. Karenanya sang raja masih merasa banyak kekurangan di bidang Agama Islam. Prabu Geusan Ulun akhirnya berangkat ke Demak, untuk belajar agama Islam.
Keberangkatan Prabu Geusan Ulun diiringi ke empat patih yang setia tersebut. Usai berguru di Demak, hingga akhirnya Prabu Geusan Ulun pulang, sebelum sampai ke Sumedang Larang dia singgah ke Cirebon untuk bersilaturahmi dengan Pangeran Giri Laya (Raja Cirebon).
Pangeran Giri Laya menerima kedatangan Prabu Geusan Ulun, dan dirinya masih satu keturunan dari Sunan Gunung Jati. Rakyat dan keluarga kerajaan di Cirebon semua merasa segan, bahkan memuji kepada sang Prabu Geusan Ulun, karena sikapnya yang ramah, ditambah dengan ketampanan Sang Prabu yang tiada duanya.
Ketika Geusan Ulun memasuki pendapa, para menak dan Pangeran Cirebon terpesona melihat Raja Sumedang Larang. Badannya tinggi besar, wajahnya tampan, hidungnya mancung, keningnya bercahaya, dan sikapnya ramah tamah.