Dibuang Raja Blambangan, Bayi Sunan Giri Malah Bercahaya di Laut Lepas
loading...

Lukisan Sunan Giri dan suasana makamnya di kompleks pemakaman Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur. Foto: Istimewa
A
A
A
JOKO Samudro satu dari 9 orang yang dipilih menyebarkan agama Islam, dalam menjalankan misinya segala bentuk ujian dan cobaan menderanya. Joko Samudro tidak lain adalah Wali Songo bernama Sunan Giri yang dibuang Raja Blambangan ke laut.
Namun dengan karomahnya bayi Sunan Giri bercahaya di laut lepas dan ditemukan saudagar yang melintas.
Dalam beberapa naskah babad disebutkan bahwa Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishaq dengan putri Menak Sembunyu, penguasa Blambangan, yang bernama Dewi Sekardadu. Dengan demikian, Sunan Giri merupakan keponakan Sunan Gresik dan cucu dari Maulana Jumadil Kubra.
Selain nama Joko Samudro, Sunan Giri juga memilik sejumlah nama lain yakni, Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Raden Ainul Yaqin. Sunan Giri lahir di Blambangan, pada tahun 1442 masehi.
Kisahnya dimulai saat putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu sedang sakit dan raja membuat sandiwara, untuk menyembuhkan penyakit putrinya itu.
Sayembara itu menyebutkan, barang siapa yang mampu menyembuhkan putri Dewi Sekardadu, maka akan diangkat sebagai menantu Raja dan akan mendapatkan hadiah separuh dari Kerajaan Blambangan. Ternyata yang berhasil menyembuhkan sakit Dewi Sekardadu adalah Maulana Ishaq. Tetapi, tujuan utama Maulana Ishaq bukan hanya semata-mata untuk memenangkan sayembara. Namun juga menyebarkan agama Islam.
Konflik dengan raja terjadi saat Maulana Ishaq meminta Raja untuk memeluk agama Islam. Dia menolak dan dengan marah mengancam akan membunuh Maulana Ishaq.
Konflik ini tidak terpecahkan. Maulana Ishaq lalu memilih pergi meninggalkan Blambangan dan istrinya Dewi Sekardadu yang sedang hamil tua. Saat ditinggal Maulana Ishaq, Blambangan ditimpa bencana kekeringan dan kelaparan. Raja menganggap bencana itu disebabkan bayi yang sedang dikandung putrinya. Maka, setelah dilahirkan Raja meminta bayi itu dibuang ke laut.
Tentu saja hal ini membuat sedih Dewi Sekardadu atas keputusan ayahnya itu. Ia ikut mengantarkan putranya dibawa oleh para utusan raja ke tepi pantai. Di hadapan mata kepalanya sendiri, peti yang di dalamnya terbaring putranya itu dibuang ke tengah laut.
Pasca peristiwa itu, Dewi Sekardadu kian lemah dan sangat sedih. Ia pun memutuskan tidak kembali ke istana dan memilih mengembara entah kemana, tidak ada yang tahu seorang pun kemana sang putri raja itu pergi. Hingga suatu ketika konon Dewi Sekardadu ditemukan meninggal dunia di tengah hutan dan tidak seorang pun yang mengetahui dimana jenazahnya terbaring.
Di sisi lain nasib Raden Paku yang terombang-ambing di lautan akhirnya ditemukan oleh pedagang dari Gresik saat hendak menuju Bali. Konon saat melintasi dekat peti sang calon waliyullah ini perahu oleng dan berputar-putar terus di tengah lautan.
Perahu tak bisa maju dan tidak bisa mundur. Bahkan saat diperiksa di tengah laut dari perahu tampak sebuah sinar terang. Ternyata sinar terang itu muncul dari peti yang terapung-apung di tengah laut. Setelah peti diambil dan dibuka, mereka terkejut karena di dalamnya ada bayi laki-laki yang menangis mengiba - iba.
Menariknya saat perahu hendak menuju Bali, perahu masih oleng dan tak bisa melaju ke arah timur. Keputusan pun diambil dengan tidak meneruskan perjalanan ke Bali dan kembali ke Gresik. Selanjutnya bayi laki-laki itu diserahkan kepada majikan mereka di Gresik bernama Nyai Gede Pinatih.
Saat dewasa, Sunan Giri dibawa ke Ampel Denta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Di sini, Sunan Giri dikenal sebagai Joko Samudro dan menjadi saudara seperguruan Sunan Bonang. Setelah dewasa, Sunan Giri mengikuti jejak ayahnya.
Dia ikut menyebarkan agama Islam dan dikenal karena strategi dakwahnya. Ada tiga strategi dakwah Sunan Giri, yakni pendidikan, budaya, dan politik. Dalam hal pendidikan, dia mendirikan pondok pesantren bernama Pesantren Giri. Pondok pesantren itu didirikan di sebuah bukit di Desa Sidomukti, Kebomas.
Sejak itu, Joko Samudro dikenal Sunan Giri. Melalui Pesantren Giri ini, Sunan Giri akhirnya menyebarkan agama Islam. Dia mendidik santri-santrinya yang tersebar luas hingga Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, untuk ikut menyebarkan agama Islam.
Pengaruhnya sangat besar, hingga Pesantren Giri itu berubah menjadi sebuah kerajaan kecil bernama Giri Kedaton. Kerajaan Giri Kedaton ini menguasai wilayah Gresik dan sekitarnya hingga beberapa genarasi sampai akhirnya tumbang oleh Sultan Agung dari Mataram Islam.
Selain melalui pendidikan, Sunan Giri menyebarkan Islam dengan kebudayaan. Dia mendatangi langsung warga, mengajak mereka berkumpul dalam satu acara selamatan, upacara dan sebagainya. Kemudian juga lewat seni pertunjukan, nyanyi-nyanyian. Melalui cara ini, Islam dapat diterima di Jawa.
Selain itu, Sunan Giri juga mengajarkan Islam lewat politik. Sebagai Raja di wilayah itu, Sunan Giri memiliki kewenangan yang tidak terbatas. Sunan Giri mangkat, pada 913 H atau 1506 Masehi di sebuah bukit di Giri.
Sumber:
dok.sindonews/okezone/inews
Lihat Juga: Kisah Pasukan Diponegoro Rampas 30 Ribu Gulden dan Gagalkan Bantuan Belanda ke Yogyakarta
Namun dengan karomahnya bayi Sunan Giri bercahaya di laut lepas dan ditemukan saudagar yang melintas.
Dalam beberapa naskah babad disebutkan bahwa Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishaq dengan putri Menak Sembunyu, penguasa Blambangan, yang bernama Dewi Sekardadu. Dengan demikian, Sunan Giri merupakan keponakan Sunan Gresik dan cucu dari Maulana Jumadil Kubra.
Selain nama Joko Samudro, Sunan Giri juga memilik sejumlah nama lain yakni, Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, dan Raden Ainul Yaqin. Sunan Giri lahir di Blambangan, pada tahun 1442 masehi.
Kisahnya dimulai saat putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu sedang sakit dan raja membuat sandiwara, untuk menyembuhkan penyakit putrinya itu.
Sayembara itu menyebutkan, barang siapa yang mampu menyembuhkan putri Dewi Sekardadu, maka akan diangkat sebagai menantu Raja dan akan mendapatkan hadiah separuh dari Kerajaan Blambangan. Ternyata yang berhasil menyembuhkan sakit Dewi Sekardadu adalah Maulana Ishaq. Tetapi, tujuan utama Maulana Ishaq bukan hanya semata-mata untuk memenangkan sayembara. Namun juga menyebarkan agama Islam.
Konflik dengan raja terjadi saat Maulana Ishaq meminta Raja untuk memeluk agama Islam. Dia menolak dan dengan marah mengancam akan membunuh Maulana Ishaq.
Konflik ini tidak terpecahkan. Maulana Ishaq lalu memilih pergi meninggalkan Blambangan dan istrinya Dewi Sekardadu yang sedang hamil tua. Saat ditinggal Maulana Ishaq, Blambangan ditimpa bencana kekeringan dan kelaparan. Raja menganggap bencana itu disebabkan bayi yang sedang dikandung putrinya. Maka, setelah dilahirkan Raja meminta bayi itu dibuang ke laut.
Tentu saja hal ini membuat sedih Dewi Sekardadu atas keputusan ayahnya itu. Ia ikut mengantarkan putranya dibawa oleh para utusan raja ke tepi pantai. Di hadapan mata kepalanya sendiri, peti yang di dalamnya terbaring putranya itu dibuang ke tengah laut.
Pasca peristiwa itu, Dewi Sekardadu kian lemah dan sangat sedih. Ia pun memutuskan tidak kembali ke istana dan memilih mengembara entah kemana, tidak ada yang tahu seorang pun kemana sang putri raja itu pergi. Hingga suatu ketika konon Dewi Sekardadu ditemukan meninggal dunia di tengah hutan dan tidak seorang pun yang mengetahui dimana jenazahnya terbaring.
Di sisi lain nasib Raden Paku yang terombang-ambing di lautan akhirnya ditemukan oleh pedagang dari Gresik saat hendak menuju Bali. Konon saat melintasi dekat peti sang calon waliyullah ini perahu oleng dan berputar-putar terus di tengah lautan.
Perahu tak bisa maju dan tidak bisa mundur. Bahkan saat diperiksa di tengah laut dari perahu tampak sebuah sinar terang. Ternyata sinar terang itu muncul dari peti yang terapung-apung di tengah laut. Setelah peti diambil dan dibuka, mereka terkejut karena di dalamnya ada bayi laki-laki yang menangis mengiba - iba.
Menariknya saat perahu hendak menuju Bali, perahu masih oleng dan tak bisa melaju ke arah timur. Keputusan pun diambil dengan tidak meneruskan perjalanan ke Bali dan kembali ke Gresik. Selanjutnya bayi laki-laki itu diserahkan kepada majikan mereka di Gresik bernama Nyai Gede Pinatih.
Saat dewasa, Sunan Giri dibawa ke Ampel Denta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Di sini, Sunan Giri dikenal sebagai Joko Samudro dan menjadi saudara seperguruan Sunan Bonang. Setelah dewasa, Sunan Giri mengikuti jejak ayahnya.
Dia ikut menyebarkan agama Islam dan dikenal karena strategi dakwahnya. Ada tiga strategi dakwah Sunan Giri, yakni pendidikan, budaya, dan politik. Dalam hal pendidikan, dia mendirikan pondok pesantren bernama Pesantren Giri. Pondok pesantren itu didirikan di sebuah bukit di Desa Sidomukti, Kebomas.
Sejak itu, Joko Samudro dikenal Sunan Giri. Melalui Pesantren Giri ini, Sunan Giri akhirnya menyebarkan agama Islam. Dia mendidik santri-santrinya yang tersebar luas hingga Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, untuk ikut menyebarkan agama Islam.
Pengaruhnya sangat besar, hingga Pesantren Giri itu berubah menjadi sebuah kerajaan kecil bernama Giri Kedaton. Kerajaan Giri Kedaton ini menguasai wilayah Gresik dan sekitarnya hingga beberapa genarasi sampai akhirnya tumbang oleh Sultan Agung dari Mataram Islam.
Selain melalui pendidikan, Sunan Giri menyebarkan Islam dengan kebudayaan. Dia mendatangi langsung warga, mengajak mereka berkumpul dalam satu acara selamatan, upacara dan sebagainya. Kemudian juga lewat seni pertunjukan, nyanyi-nyanyian. Melalui cara ini, Islam dapat diterima di Jawa.
Selain itu, Sunan Giri juga mengajarkan Islam lewat politik. Sebagai Raja di wilayah itu, Sunan Giri memiliki kewenangan yang tidak terbatas. Sunan Giri mangkat, pada 913 H atau 1506 Masehi di sebuah bukit di Giri.
Sumber:
dok.sindonews/okezone/inews
Lihat Juga: Kisah Pasukan Diponegoro Rampas 30 Ribu Gulden dan Gagalkan Bantuan Belanda ke Yogyakarta
(nic)