Malang di Kampung Pemulung: Hidup Tanpa Adminduk dan Bantuan Pemerintah

Senin, 20 Desember 2021 - 10:32 WIB
Disdukcapil pun menyebut mereka sebagai penduduk rentan karena tidak punya dokumen kependudukan. Sementara, perpindahan mereka dari daerah asal ke Kota Makassar tidak bisa begitu saja dibuatkan dokumennya.

Apalagi, status penghuni Kampung Pemulung juga masih sangat dinamis. Persoalannya, tanah yang mereka duduki saat ini rawan sengketa. Sebab sejauh ini belum jelas siapa tuan tanah di lahan seluas sekitar ribuan meter persegi itu.

“Karena dikhawatirkan, bisa jadi sebenarnya mereka ini musiman. Mereka sudah tercatat di daerahnya, tetapi karena mereka beraktivitas di Makassar dianggap dia tidak punya dokumen kependudukannya Makassar,” ujar Plt Kepala Disdukcapil Kota Makassar, Aryati Puspasari.

Kendati begitu, dokumen kependudukan para penghuni Kampung Pemulung sejatinya bisa difasilitasi. Hanya saja, Disdukcapil menekankan harus adanya alamat tetap. Sebab jika tidak ada, mereka bisa dianggap sebagai penduduk yang berpindah-pindah alias nomaden.

“Di sistem administrasi kependudukan dia harus punya alamat. Nah sekarang apakah ada tokoh masyarakat di situ misalnya yang bersedia untuk dijadikan tempat sebagai alamatnya ini, nah itu juga dulu difasilitasi,” tutur Puspa—sapaan Aryati Puspasari.

Alamat domisili tersebut diakuinya cukup riskan. Makanya perlu diverifikasi betul. Sebab, sebelumnya sudah ada kasus alamat domisili yang mereka masukkan adalah fasilitas umum dan fasilitas sosial (fasum-fasos) milik pemerintah.

“Nah seakan-akan kita memberikan legitimasi bahwa rumah yang dia miliki itu miliknya mi. Jadi boomerang juga untuk kita. Jadi memang harus pasti di mana dia bertempat tinggal yang tetap,” ucapnya.

Setelah persoalan alamat domisili selesai, Puspa menyebut masih ada proses verifikasi melalui pengecekan biometrik. Terutama sidik jari. Dari sinilah mereka bisa terdeteksi apakah sudah pernah memiliki KTP elektronik.

Jika hasilnya tak terdeteksi, barulah mereka bisa mengajukan data baru. Namun mereka tetap mesti mengantongi surat pernyataan dari tuan rumah atau tuan tanah. Kemudian mendapatkan rekomendasi dari RT/RW, lurah, maupun camat wilayah mereka tinggal.

Bagaimana dengan mereka yang dari luar negeri seperti Malaysia? Puspa mengaku harus memastikan dahulu statusnya. Apakah dia adalah warga Indonesia yang tinggal di Malaysia, ataukah merupakan warga kebangsaan Malaysia yang berimigrasi ke Indonesia.

Puspa menjelaskan, kalau dalam kasus ini mereka adalah warga kebangsaan yang tercatat di Malaysia, maka urusannya akan panjang. Mesti melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Kemenkumham ) dahulu. Di situ proses perpindahannya akan difasilitasi.

“Nanti ada pernyataan resmi dia sudah menjadi warga negara Indonesia dari Kementerian Hukum dan HAM baru bisa ke Disdukcapil untuk dicatat sebagai WNI dan diterbitkan dokumen kependudukannya,” jelasnya.



Peluang Bantuan

Bantuan sosial (bansos) yang tidak tepat sasaran mungkin tidak asing lagi bagi masyarakat. Sudah jadi rahasia umum. Bahkan, belakangan mencuat kasus aparatur sipil negara (ASN) yang masuk dalam daftar calon penerima bantuan.

Hal itu terungkap usai Kementerian Sosial ( Kemensos ) merilis ada 31.624 aparatur sipil negara (ASN) yang terindikasi ikut menerima bantuan sosial (bansos). Kemudian disusul Dinsos Sulsel yang menyebut ada lebih dari 1.000 ASN yang terindikasi hal serupa.

Indikasi distribusi bansos tidak tepat sasaran itu kemudian perlahan ikut terungkap di Kota Makassar. Data terakhir, sudah ada 35 ASN maupun TNI atau keluarganya yang ikut masuk dalam daftar penerima bansos.

Berdasarkan informasi, bansos yang terindikasi diterima abdi negara atau keluarganya itu adalah periode Juli-September 2021. Bansos tersebut merupakan program Kemensos yang disalurkan melalui Bank BRI kepada seluruh keluarga penerima manfaat (KPM).

Ketimpangan ini menjadi salah satu saksi lemahnya sistem verifikasi warga miskin di Indonesia, termasuk di Kota Makassar. Akibat kejadian seperti itu, banyak warga miskin lainnya yang harus dikorbankan, sementara mereka jauh lebih layak menjadi penerima manfaat.

Sejauh ini tercatat sebanyak 509.032 orang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Dinsos Kota Makassar per November 2021. Jumlah ini tentunya cukup besar, mengingat pertumbuhan penduduk Kota Makassar yang telah mencapi angka 1.423.877 jiwa di 2020.

Dengan data tersebut, peluang warga miskin menjadi penerima manfaat menjadi sulit dipastikan. Dari seluruh warga yang masuk dalam DTKS, tidak semua bisa terakomodasi untuk menapatkan bantuan.

Kepala Bidang Bantuan Jaminan Kesejahteraan Sosial (BJKS) Dinsos Kota Makassar Andi Salman mengungkapkan, untuk 2021 ini penerima manfaat dari bantuan rutin pemerintah sangat jauh dari DTKS yang ada. Hanya 60.039 orang yang masuk dalam daftar penerima manfaat.

Penerima manfaat itu terbagi dalam dua jenis bantuan rutin setiap tahunnya. Yakni melalui Program Keluarga Harapan (PKH) sebanyak 21.912 penerima dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebanyak 38.127 penerima.

Semua bantuan yang disalurkan inilah yang diambil dari data kependudukan. Tim verifikasi yang berada di lapangan mesti memastikan orang-orang yang terdata memiliki dokumen adminduk yang lengkap. Jika tidak, maka akan sulit untuk mendapatkan bantuan.

“Kami melakukan verifikasi data berdasarkan dokumen kependudukan yang mereka punya. Itu menjadi dasar kami untuk memasukkan data ke Kementerian Sosial,” sebut Salman.

Dari 509.032 total masyarakat penyandang masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ), Dinsos Kota Makassar menemukan setidaknya ada 85.508 dari mereka yang dokumen kependudukannya tidak lengkap. Mulai dari NIK, KK, alamat, tanggal lahir, dan kecamatan/kelurahan.

“Untuk menjadi penerima manfaat kita tidak bisa cover semua. Jadi berdasarkan data yang kita input, nanti dari Kementerian Sosial yang keluarkan kuotanya dan nama-namanya,” jelasnya.

Namun, dalam perjalanannya, penerima manfaat dari dua jenis bantuan rutin tersebut bisa sewaktu-waktu diganti. Lebih fleksibel. Misalnya, ada penerima manfaat yang terdaftar namun kini kehidupannya sudah lebih layak. Bisa diganti dengan mengusulkan calon penerima baru.

“Ada juga yang karena sudah meninggal orangnya, makanya sebaiknya kita alihkan ke orang lain yang juga membutuhkan. Itu juga bisa kita ganti sewaktu-waktu. Di sini ada peran RT/RW yang lebih memgetahui kondisi warganya,” beber Salman.



Respons Wali Kota

Kondisi yang terjadi di Kampung Pemulung rupanya sudah pernah didengar langsung Wali Kota Makassar Moh Ramdhan ‘Danny’ Pomanto. Dia mengakui memang miris melihat kondisi tersebut di tengah Kota Makassar.

Persoalan yang mereka hadapi pun disebutnya cukup pelik. Pasalnya, mereka adalah orang-orang dari daerah lain yang kini menetap di Kota Makassar. Hanya saja, mereka datang tanpa membawa dokumen kependudukan selama puluhan tahun lamanya.

“Ini mereka sudah ke saya semua itu. Karena ternyata orang tidak ada surat nikahnya. Itu masalahnya. Nah tidak ada surat nikahnya, dia tidak keluar akte kelahirannya. Begitu prosedurnya,” ucap wali kota dua periode itu.

Namun, diakuinya kondisi yang mereka hadapi bukan berarti tak ada solusi. Danny pun bakal memfasilitasinya, meski secara terbatas. Salah satu yang nantinya bisa dilakukan adalah menyiapkan program nikah massal khusus untuk warga Kampung Pemulung. Begitu juga dokumen kependudukannya.

“Makanya ini kan dua tahun ini tidak ada kawin massal. Itu gunanya seperti orang begini kasihan. Terkatung-katung dia. Susah dapat bantuan, masuk DTKS tidak bisa,” katanya.

Persoalan kependudukan ini pun dikatakannya merupakan hal serius. Urbanisasi di Kota Makassar memang tak bisa dipungkiri. Sangat kronis. Bahkan ke depan disebut akan terus berdatangan orang-orang dari daerah lain untuk menetap di Kota Makassar.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More