Malang di Kampung Pemulung: Hidup Tanpa Adminduk dan Bantuan Pemerintah

Senin, 20 Desember 2021 - 10:32 WIB
Seorang warga di Kampung Pemulung sedang memilah sampah plastik. Foto: Andi Nur Isman
MAKASSAR - Puluhan tahun silam, Kota Makassar menjadi harapan bagi penghuni Kampung Pemulung untuk mengubah nasib. Sayang, harapan itu di luar ekspektasi.

Nama Kampung Pemulung diambil dari aktivitas rata-rata para penghuni di permukiman kecil itu. Mereka menjadikan aktivitas memulung sebagai sumber pendapatan. Makan, minum, serta hidup mereka dari hasil mencari dan menjual barang-barang bekas. Dari sinilah mereka menyematkan nama tersebut.

Secara geografis, kawasan permukiman kecil itu berada di Jalan Mirah Seruni, RT 05 RW 07, Kelurahan Pandang, Kecamatan Panakkukang, Kota Makassar. Lokasinya tepat berada di samping pusat perbelanjaan kelas 1 di Ibu Kota Sulawesi Selatan, yakni Panakkukang Square dan Mal Panakkukang. Sangat strategis.

Namun siapa sangka, sebagian penghuni yang sudah puluhan tahun menempati permukiman itu tak pernah dianggap keberadaannya oleh pemerintah setempat. Hal ini yang kemudian menjadi persoalan pelik bagi mereka selama menetap di Kota Daeng—julukan Kota Makassar.

Alasannya pun cukup kompleks. Administrasi kependudukan (adminduk) jadi dalangnya. Sebab sebelumnya, mereka memang berasal dari luar Kota Makassar. Sehingga, mereka dianggap pemerintah setempat sebagai warga daerah lain. Tak bisa begitu saja diakui.



Di permukiman dengan luas ribuan meter persegi itu, saat ini terdapat 60-70 unit rumah semi permanen. Semua terbuat dari material kayu. Dari situ ada sekitar 90 keluarga, dengan estimasi antara 3-5 orang dalam satu keluarga. Namun ada juga 28 di antaranya telah memiliki dokumen adminduk lengkap di Kota Makassar.

Persoalannya, rata-rata dari mereka yang bermukim di Kampung Pemulung adalah perantau. Ada dari Gowa, Takalar, Jeneponto, hingga Nunukan. Bahkan adapula yang berasal dari luar negeri seperti Malaysia.

Dahulu, mereka bermigrasi dari daerah-daerah tersebut menuju Makassar sebagai Ibu Kota Sulawesi Selatan, demi cita-cita mendapatkan hidup yang lebih layak. Hanya saja, mereka datang tidak bersama dengan identitas daerah asal alias dokumen kependudukan. Belakangan ini, mereka baru menyadarinya.

Sebenarnya tak ada yang ingat pasti. Namun berdasarkan penuturan sejumlah penghuni, kawasan permukiman yang mereka tempati saat ini dahulu hanyalah tanah lapang. Akhirnya, beberapa dari mereka memanfaatkan lahan tersebut untuk membangun tempat tinggal.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More