Senyum Aulia dan Jalan Cadas Merawat Kebahagiaan di Tengah Pandemi

Selasa, 30 November 2021 - 22:21 WIB
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP5A Kota Surabaya, Antiek Sugiharti menuturkan, saat ini Pemkot Surabaya juga tengah memikirkan terkait pengasuhan dari anak-anak tersebut. Utamanya, terhadap anak di bawah umur yang kedua orang tuanya meninggal dunia karena COVID-19.



"Termasuk pengasuhan, kami juga masih komunikasikan. Kalau mereka yang tidak punya pengasuhan dari keluarganya, maka pemkot sudah menyiapkan tempat di UPTD Kalijudan untuk mereka yang tidak punya keluarga," jelasnya.

Ia melanjutkan, dari total 1.258 anak terdampak COVID-19, Pemkot Surabaya sudah memberikan intervensi sekitar 90 persen dari segi administrasi kependudukan. Baik itu terkait pembuatan kartu anak, pengurusan akta kematian orang tua, maupun Kartu Keluarga (KK).

"Mereka (anak-anak) yang sudah berusia 17 tahun, maka KK-nya bisa sendiri yang yatim piatu. Tapi yang belum, maka kita harus mengikutkan di keluarganya. Itu sudah diproses dan mungkin sudah 90 persen," ungkapnya.

Tak hanya intervensi mengenai administrasi kependudukan, Antiek juga menyatakan, bahwa anak-anak tersebut juga sudah mendapatkan bantuan permakanan dari pemkot. "Untuk permakanan, dari Dinsos (Dinas Sosial) untuk anak yatim piatu juga sudah ditindaklanjuti terus, setiap hari dikirim ke masing-masing rumah," ujarnya.

Di samping itu, Antiek menyebut, Pemkot Surabaya juga sudah mengcover biaya kesehatan anak-anak melalui BPJS Kesehatan. Jika sebelum-nya anak-anak itu di-cover biaya kesehatan dari tempat kerja orang tuanya, maka selanjutnya dibiayai oleh pemkot.

"Ketika kemarin mereka orang tuanya ada, maka BPJS-nya bisa dari kantor orang tuanya. Ketika sekarang (orang tua) tidak ada (meninggal), maka oleh pemkot sudah dialihkan dan dibiayai. Itu sudah 99 persen terlaksana," jelasnya.



Sementara terkait bidang pendidikan, Antiek mengaku, bahwa anak-anak terdampak COVID-19 juga sudah difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Baik itu jenjang SD, SMP, SMA/SMK maupun yang sedang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.

Sosiolog Universitas Airlangga, Bagong Suyanto menuturkan, anak-anak harus bisa mendapatkan kembali keceriaannya. Kehilangan kedua orang tua menjadi pukulan berat bagi mereka. Situasi ini memang memberikan pengaruh pada karakternya, namun dukungan dari berbagai pihak bisa mengembalikan senyuman itu. "Anak-anak menjalani masa emas dalam membentuk karakter mereka, jadi butuh pengasuhan yang tepat," ungkapnya.



Menekan COVID-19 Lewat Jalur Kolaborasi

Upaya pencegahan penularan COVID-19 di Kota Pahlawan menapaki jalan terjal. Adanya ribuan anak yang kini menjadi yatim piatu menjadi bukti ganasnya penularan COVID-19.

Langkah Eri Cahyadi untuk menutup Surabaya melakukan swab massal sempat meninggalkan jejak yang panjang. Bahkan, Eri menjadi satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang sempat didemo warga dari kabupaten di luar Surabaya. Terbukti, langkah itu menjadi penyelamat bagi warga Surabaya dari ganasnya varian delta.

Saat subuh masih berkumandang, beberapa orang di kaki Jembatan Suramadu membongkar paksa penyekatan. Raut kekecewaan tergambar jelas dari mereka karena sulit untuk masuk ke Surabaya dan harus menjalani tes antien.



Beberapa hari kemudian, ribuan orang dari berbagai daerah di Madura mengepung Balai Kota Surabaya. Eri yang memakai baju putih dengan setelan celana hitam dan berpeci menemui mereka di pelataran balai kota.

Mereka pun diajak untuk shalawatan, sehingga kondisi semakin aman dan kondusif. Ia menyampaikan bahwa penyekatan di Jembatan Suramadu bukanlah kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Ia memastikan bahwa pihak Pemkot Surabaya hanya menjalankan apa yang diinstruksikan oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Jawa Timur.

"Jadi, saya dan Bupati Bangkalan sama-sama menjalankan tugas yang diinstruksikan oleh Forkopimda Jatim. Sekali lagi, penyekatan itu bukan keputusan saya, kita hanya menjalankan tugas," kata Eri waktu itu.

Jalan tengah pun diambil, mereka berdiskusi dengan ruang kolaborasi. Untuk menekan penularan, Eri memilih langkah yang tak biasa, yakni mengajak kolaborasi kota penyangga di sekitar Surabaya.

"Tidak mungkin kalau hanya Surabaya, karena ini pandemi. Jadi harus bisa bersama-sama. Apa yang terjadi di Surabaya juga berpengaruh di kota tetangga, demikian juga sebaliknya," jelasnya.



Keputusan itu pun tepat, upaya memutus mata rantai penularan diimbangi dengan percepatan vaksinasi yang juga mengajak serta warga di kota-kota penyangga Surabaya. Secara masif, vaksinasi yang diperluas mampu memunculkan kekebalan komunal.

Bahkan, Surabaya juga mengirimkan tenaga kesehatan ke berbagai daerah seperti Sidoarjo, Gresik maupun di Bangkalan. Penanganan bersama dengan gotong royong bersama daerah lain terbukti ampuh untuk menekan jumlah penularan. Secara perlahan, kota di zona Surabaya Raya mulai mengalami penurunan penularan, sampai akhirnya Surabaya bisa masuk ke level 1.

Kondisi itu pun memiliki efek domino pada daerah lainnya, baik di Surabaya maupun kota di tetangganya. Angka penularan terus menurun dan risiko kematian akibat COVID-19 bisa ditekan.

Kondisi itu yang kemudian diimbangi dengan langkah sigap Eri Cahyadi yang menata kembali kebangkitan ekonomi warga. Para UMKM bisa kembali menjual produknya serta disiapkan panggung penjualan baik secara online dengan marketplace serta lapak penjualan di tempat legendaris Surabaya. "Ketika PPKM level 1, sektor ekonomi warga harus kita kerek. Biar mereka bisa pulih secara ekonominya," jelasnya.

Jalan terjal ini menjadi legacy yang dijalani Eri Cahyadi di Kota Pahlawan serta kini menjadi role model nasional dalam menerapkan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) serta pengendalian angka penularan. Kunci yang dipakai dengan berkolaborasi bersama kota penyangga terbukti ampuh untuk bisa membawa Surabaya menekan angka penularan COVID-19.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More