Senyum Aulia dan Jalan Cadas Merawat Kebahagiaan di Tengah Pandemi

Selasa, 30 November 2021 - 22:21 WIB
Swab massal kembali dilakukan di Kota Surabaya untuk menekan angka penularan. Foto/SINDOnews/Aan Haryono
SURABAYA - Kehidupan di Surabaya, adalah bingkai manis dari senyuman. Ketika banyak senyum anak-anak yang direnggut karena pandemi COVID-19, kebahagiaan itu harus dikembalikan. Mereka yang sudah kehilangan harta terbaiknya dalam kehidupan kini masih merawat harapan.



Pagi benar-benar menerkam ketika Hery Puspo (15), terbangun dalam tidurnya. Di sebuah kamar yang sempit dengan kasur lipat tipis yang sudah kumal. Matanya masih lengket. Pandangannya kini lurus ke arah jam dinding yang sudah menunjukan pukul 05.40 WIB.

Hery mulai duduk dan meraih sebotol air mineral yang ada di samping kasurnya, beberapa tegukan sudah cukup mengembalikan kesadaranya. Ia terdiam dan coba untuk bangkit dan membuka jendela, memberikan kesempatan angin pagi dan mentari yang siap menyambutnya untuk segera masuk ke dalam rumah.





Pagi itu berjalan tanpa suara. Tak ada satu pun kata yang meluncur dari mulutnya. Ia hanya terdiam, sambil melihat dinding-dinding rumah yang menjadi saksi bisu kehangatan keluarganya. Suara ibunya yang dulu selalu mengema untuk membangunkan anak-anaknya Salat Subuh.

Atau suara Aulia Marisa, adik bungsunya yang merengek minta diambilkan susu dan guling kesukaannya. "Hari ini adik-adik menginap di Bronggalan, rumah saudara. Saya tidur sendirian di rumah," katanya, Selasa (30/11/2021).

Saat selesai dari kamar mandi, suara orang mengetuk pintu mengalihkan perhatiannya. Bergegas Hery menghampiri, sisa-sisa air masih menempel dipungungnya yang belum sempat disapu dengan handuk.

Ketika pintu dibuka, dua orang perempuan dengan masker coklat menyapanya dengan hangat. Ia memberikan tiga kantong makanan untuk sarapan Hery dan kedua adiknya, lengkap dengan minuman serta puding coklat dengan toping buah straberry di atasnya.

Mereka masih bercakap ringan dengan begitu renyah, kedua perempuan itu merupakan utusan dari Pemkot Surabaya yang setiap hari mendatangi rumahnya, untuk mengantarkan makanan dan memastikan anak-anak sehat.



Hery langsung menyantap makanan itu. Menu nasi pecel dengan telor balado serta tempe bacem yang dipadukan bersama sambal terasi dan peyek ikan teri langsung dilahapnya. "Tiap hari dikirim makanan dari pemkot, nanti siang pukul 12.00 WIB serta ketika sore menjelang maghrib," ucapnya.

Sejak kedua orang tuanya meninggal dunia karena COVID-19, Hery dan kedua adiknya hidup sendirian di rumah. Mereka membagi peran untuk bisa saling menebar senyuman. Mereka tak ingin menyerah dalam kehidupan, semua yang terjadi dalam kehidupan mereka menjadi bagian yang harus terus disyukuri.

Hery sendiri saat ini masih terus merawat mimpinya untuk terus bersekolah. Wasiat dari bapak, Alm Segianto dan ibunya, Almarhumah Deti Susanto yang ingin semua anak-anaknya menyelesaikan pendidikan. "Biar untuk pegangan hidup, kata bapak begitu sejak dulu," katanya.

Ia pun memilih untuk melanjutkan sekolah di SMKN 5 Surabaya. Jurusan listrik diambilnya sebagai bekal dalam pengembangan soft skill ke depan. "Almarhum bapak dan ibu ingin banget lihat anaknya sekolah di SMK," sambungnya.

Anak berbadan tegap itu kemudian bercerita, dulu ketika bapaknya yang berprofesi sebagai sopir memiliki cita-cita ketiga anaknya hidup bahagia. Beberapa kali temannya datang ke rumah dan menyarankan Hery untuk menekuni dunia kelistrikan. "Banyak peluang untuk pekerjaan. Bapak dan ibu tiap malam selalu berdoa biar saya bisa sekolah di SMK, akhirnya doa itu terwujud," ucapnya.



Hery dan kedua adiknya yakni Sigit Budianto dan Aulia Marisa bisa terus bersekolah berkat biaya yang diberikan Pemkot Surabaya melalui Dinas Pendidikan. Hery bisa melanjutkan pendidikan di bangku SMK, Sigit bisa melanjutkan di bangku SMP serta adik bungsunya, Aulia bisa melanjutkan pendidikan di bangku SD.

Mereka bertiga kini memulai kehidupan baru tanpa kedua orang tua. Tanpa ada pelukan hangat yang diberikan di malam hari, tanpa ada dongeng yang disampaikan menjelang tidur dan tidak ada orang yang mengingatkan untuk belajar. "Kami tak mau menyerah, alhamdulilah biaya sekolah tak lagi bayar. Untuk makan juga sudah diberikan. Tetangga juga baik dan selalu membantu," katanya.

Aulia yang masih belia dan masih duduk di bangku kelas 5 SD pun lebih tegar. Awal ketika kedua orang tuanya meninggal karena COVID-19, ia sempat tak mau diajak bicara. Perasaannya terpukul, kesadarannya belum bisa pulih ketika membayangkan wajah ibunya. Orang yang dicintai pergi untuk selamanya.

Sesekali ia masih berharap ibunya muncul dari pintu dapur, membawakannya sepiring makanan dan mereka larut dalam obrolan seputar sekolah dan teman bermain. Ibunya paling suka untuk membuatkannya teh hangat di pagi hari, katanya biar tidak masuk angin. "Pokoknya sekarang harus sekolah, ada mas juga yang bisa jaga Aulia," kata Aulia dengan senyum kecilnya.

Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menuturkan, sampai saat ini pihaknya masih mendata berapa banyak warga yang menjadi yatim, piatu, dan yatim piatu karena pandemi COVID-19. Forkopimda Kota Surabaya sepakat untuk berjuang habis-habisan demi kepentingan masyarakat.



Berbagai kendala maupun kebutuhan bagi anak-anak yatim maupun yatim-oiatu karena ditinggak orang tuanya meninggal dunia akan terus dipenuhi. Bahkan, pihaknya menyiapkan asrama bagi anak-anak yang rumahnya tidak layak huni. Tidak hanya itu, pemkot juga akan menjamin pendidikan mereka hingga jenjang kuliah.

"Kita akan berikan asrama jika tidak punya rumah atau rumahnya tidak memenuhi, mereka bisa tinggal di asrama. Kita juga akan biayai pendidikannya sampai dengan kuliah. Sehingga, anak-anak yang ditinggalkan orang tuanya ini masih merasa mempunyai keluarga besar, yaitu keluarga besar Kota Surabaya," kata Eri.

Tercatat, sampai hari ini ada 1.258 anak yang ditinggal orang tuanya karena terdampak pandemi COVID-19. Mereka terus dilakukan intervensi untuk memastikan sehat, tetap sekolah dan memperoleh kehidupan yang layak. Proses intervensi itu mulai dari bantuan terkait administrasi kependudukan, kesehatan, permakanan hingga bidang pendidikan.

Ribuan anak yang menjadi yatim piatu karena ditinggalkan orang tuanya setelah terpaoar COVID-19 kini terus dipantau. Salah satunya anak-anak yang tak lagi memiliki keluarga untuk mengasuh. UPTD Kalijudan disiapkan untuk menjadi tempat pengasuhan anak-anak.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More