Misteri Karamah KH Abbas Buntet, Berbekal Tasbih Mampu Hancurkan Pesawat Pengebom Sekutu

Minggu, 25 Juni 2023 - 09:21 WIB
Kiai Abbas lalu mendirikan laskar Hizbullah sebagai wadah perjuangan. Selain mendirikan Hizbullah, Kiai Abbas dan para sesepuh Pesantren Buntet juga membentuk organisasi Asybal yang anggotanya terdiri dari anak-anak usia di bawah 17 tahun. Organisasi ini bertugas untuk memata-matai pergerakan musuh.

Sebelum tercapainya perundingan Renville yang mengakibatkan Pemerintah Indonesia, dan tentaranya hijrah ke Yogyakarta, pasukan Hizbullah pimpinan Kiai Abbas bertahan di wilayah Legok, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan.

Semasa perang kemerdekaan itu, banyak santri dan ulama Pesantren Buntet yang gugur dalam pertempuran. Di antara ulama dan kiai yang gugur dalam pertempuran adalah KH Mujahid, Kiai Akib, Mawardi, Abdul Jalil, dan Nawawi. Puncak perlawanan laskar Hizbullah pimpinan Kiai Abbas adalah saat meletusnya pertempuran 10 November 1945 di Surabaya.

Salah seorang pengawal Kiai Abbas, Abdul Wachid menceritakan pengalamannya saat mengawal Kiai Abbas ke Surabaya. Bersama Detasemen Hizbullah Resimen XII Divisi I Syarif Hidayat, Kiai Abbas berangkat pada 6 November 1945. Pasukan Kiai Abbas meninggalkan Markas Detasemen menuju stasiun Prujakan Cirebon naik Kereta Api Express.

Turut serta bersama rombongan KH Achmad Tamin dari Losari, yang berperan sebagai pendamping Kiai Abbas. Pada waktu itu, Kiai Abbas tampak mengenakan jas buka abu-abu, kain sarung plekat bersorban, dan beralas kaki trumpah atau sandal japit dari kulit. Bawaan Kiai Abbas saat itu hanya sebuah kantong plastik berisinya sandal bakyak.



Setibanya di Stasiun Rembang, Jawa Tengah, sudah banyak orang yang menunggu. Rombongan Kiai Abbas lalu diantar ke Pondok Pesantren Kiai Bisri, di Rembang. Malam harinya, dilakukan musyawarah untuk menentukan komando/pemimpin pertempuran. Hasil musyawarah, komando pertempuran dipercayakan kepada Kiai Abbas.

Usai salat subuh, pondok Pesantren Rembang sudah ramai oleh para santri yang siap mati berjuang melawan penjajah. Rombongan lalu berangkat ke Surabaya. Sebelum berangkat ke Surabaya, Kiai Abbas sempat memanggil Abdul Wachid dan meminta sandal bakyak yang dititipkan kepadanya saat di Cirebon.

Kiai Abbas lalu berangkat dengan menumpang mobil sedan kuno. Di dalam mobil yang ditumpangi Kiai Abbas juga terdapat Kiai Bisri yang duduk di jok belakang, dan H Achmad Tamin di depan bersama sopir. Sementara para pengawal Kiai Abbas dari Cirebon diminta tetap tinggal berjaga di Pesantren Rembang.

Setibanya di Surabaya, rombongan Kiai Abbas disambut dengan gemuruh takbir dan pekik merdeka. Para kiai lalu masuk ke masjid dan melakukan salat sunnah. Kemudian, Kiai Abbas meminta KH Achmad Tamin berdoa di tepi kolam masjid.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content