Sidang Perdagangan Kulit Harimau di Bener Meriah, Saksi Ahli: Belum Penuhi Unsur Pidana
loading...
A
A
A
REDELONG - Pengadilan Negeri Bener Meriah menggelar sidang lanjut kasus perdagangan kulit harimau , Senin (26/9/2022). Dalam sidang tersebut dihadirkan dua orang saksi ahli, yakni dosen Fakultas Hukum Unsyiah Dr. Dahlan Ali, SH, M.Hum dan saksi ahli dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Drh Taing Lubis, MM.
Sidang dipimpin oleh hakim ketua, Ahmad Nur Hidayat, SH serta hakim anggota, Muhammad Hakim Pasaribu, SH dan Beni Kriswardana, SH. Saksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Drh. Taing Lubis, MM mengatakan, berdasarkan forensik yang dilakukan bahwa barang bukti tulang dan kulit Harimau yang diforesiksanya masih baru.
Menurutnya, setelah harimau itu ditangkap langsung dieksekusi karena masih bau. "Ciri-ciri harimau itu baru ditangkap aromanya masih bau, dan saya baru pertama sekali melihat tulang dan kulitnya diasapin," katanya.
Drh. Taing Lubis menambahkan saat dia pertama sekali membuka barang bukti kerangka harimau sudah tidak utuh lagi, taring dan gigi tidak ada ditemukan.
"Kalau dari giginya bisa kita perkirakan usianya berapa. Jadi saya hanya melihat panjang kulitnya dan adanya gesekan di bagian kaki harimau," kata Drh Taing.
Sementara dosen fakultas hukum Universitas Syiah Kuala, Dr Dahlan Ali, SH, M.Hum mengatakan, dakwaan yang disangkakan kepada Iskandar belum memenuhi unsur pidana.
Menurutnya, melihat kasus tersebut harus dikaitkan unsur pasal dengan perbuatan terdakwa. "Jika unsur-unsur itu belum dipenuhi, seharusnya dakwaan itu dibebaskan," katanya.
Menurutnya perbuatan terdakwa terkait perniagaan yang dimaksud, bahwa Iskandar ditelpon oleh seseorang untuk memintanya mecari barang tersebut. "Artinya di sini, saya tidak melihat adanya unsur perniagaan, niat itu dimulai dari yang menelpon," kata Dahlan.
Jika dapat barangnya maka diserahkan kepada yang menelpon. Namun kata Dahlan, hingga saat ini yang menelpon itu tidak tersentuh sama sekali. Sehingga, jika hari ini hanya ada satu orang terdakwa, maka secara unsur pasal tersebut belum terpenuhi.
"Tidak boleh ada penegakan hukum yang keluar dari hukum acara pidana. Jika ini terjadi maka hukum untuk manusia tidak berlaku lagi, tapi manusia untuk hukum. Maka akan ada korban di sini," tutup Dahlan.
Sidang dipimpin oleh hakim ketua, Ahmad Nur Hidayat, SH serta hakim anggota, Muhammad Hakim Pasaribu, SH dan Beni Kriswardana, SH. Saksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Drh. Taing Lubis, MM mengatakan, berdasarkan forensik yang dilakukan bahwa barang bukti tulang dan kulit Harimau yang diforesiksanya masih baru.
Menurutnya, setelah harimau itu ditangkap langsung dieksekusi karena masih bau. "Ciri-ciri harimau itu baru ditangkap aromanya masih bau, dan saya baru pertama sekali melihat tulang dan kulitnya diasapin," katanya.
Drh. Taing Lubis menambahkan saat dia pertama sekali membuka barang bukti kerangka harimau sudah tidak utuh lagi, taring dan gigi tidak ada ditemukan.
"Kalau dari giginya bisa kita perkirakan usianya berapa. Jadi saya hanya melihat panjang kulitnya dan adanya gesekan di bagian kaki harimau," kata Drh Taing.
Sementara dosen fakultas hukum Universitas Syiah Kuala, Dr Dahlan Ali, SH, M.Hum mengatakan, dakwaan yang disangkakan kepada Iskandar belum memenuhi unsur pidana.
Menurutnya, melihat kasus tersebut harus dikaitkan unsur pasal dengan perbuatan terdakwa. "Jika unsur-unsur itu belum dipenuhi, seharusnya dakwaan itu dibebaskan," katanya.
Menurutnya perbuatan terdakwa terkait perniagaan yang dimaksud, bahwa Iskandar ditelpon oleh seseorang untuk memintanya mecari barang tersebut. "Artinya di sini, saya tidak melihat adanya unsur perniagaan, niat itu dimulai dari yang menelpon," kata Dahlan.
Jika dapat barangnya maka diserahkan kepada yang menelpon. Namun kata Dahlan, hingga saat ini yang menelpon itu tidak tersentuh sama sekali. Sehingga, jika hari ini hanya ada satu orang terdakwa, maka secara unsur pasal tersebut belum terpenuhi.
"Tidak boleh ada penegakan hukum yang keluar dari hukum acara pidana. Jika ini terjadi maka hukum untuk manusia tidak berlaku lagi, tapi manusia untuk hukum. Maka akan ada korban di sini," tutup Dahlan.
(don)