Kisah Mak Titi, Perajin Anyaman Bambu di Nagrog Purwakarta yang Mulai Dilupakan
loading...
A
A
A
PURWAKARTA - Mak Titi (52) terlihat cukup terampil begitu tangannya memegang lembaran-lembaran dari bambu yang di belah tipis. Jari jemari tangannya sibuk menganyam satu demi satu lembaran bambu untuk dibuat hihid (kipas dari bambu) sebagaimana pesanan.
Uniknya, mata Mak Titi tidak tertuju pada lembaran bambu yang sedang dianyam, melainkan fokus kepada tamu yang datang dengan sesekali menjawab setiap pertanyaan. (BACA JUGA: Ngaku Polisi, Komplotan Tak Dikenal Peras Pemilik Pangakalan Gas )
Mak Titi yang bernama lengkap Neng Rohaeti, warga di Kampung/Desa Nagrog RT 03/01 Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta ini, sangat ramah. (BACA JUGA: 6 Pekan di Posisi Aman, Reproduksi COVID-19 Jabar Naik Lagi di Angka 1,01 )
Dia bersama suaminya, Abdul Rosad atau Bah Osad (58) akan antusias dan menyambut tamu yang datang, terlebih jika sang tamu ingin serius mendalami kerajinan anyaman bambu. Mereka akan selalu terbuka dan dengan penuh semangat akan melatih kepada siapa pun yang datang. (BACA JUGA: Aneh Tapi Nyata, Tanaman Pisang Tumbuh di Dahan Pohon dalam Makam )
Mak Titi dan Bah Osad merupakan saksi dan pelaku sejarah atas kejayaan kerajinan anyaman bambu di Desa Nagrog. Di era tahun 90-an, kelompok perajin Desa Nagrog termasuk diperhitungkan di dunia anyaman bambu, selain para perajin dari Tasikmalaya.
Mak Titi, sang penganyam bambu diKampung/Desa Nagrog RT 03/01 Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta. Foto/SINDOnews/Asep Supiandi
Bahkan, Inggris dan Jepang menjadi dua negara yang kerap memesan sejumlah kerajinan bambu. Sehingga Desa Nagrog terkenal dengan sentra anyaman bambu, sebab hampir semua warganya memiliki keahlian menganyam.
Sayangnya, kata Mak Titi, saat ini kondisinya berbeda. Potensi besar di desa kami tidak terkelola dengan baik. Pada akhirnya, kerajinan anyaman bambu ini hanya dilakoni perorangan, tidak kelompok seperti dulu. Padahal, pasar anyaman bambu cukup terbuka lebar.
"Instansi terkait seperti Dinas Perindustrian Perdagangan UMKM dan Koperasi Kabupaten Purwakarta belum melirik sektor ini," kata Mak Titi kepada SINDONEWS, Kamis (2/7/2020).
Saat ini, Mak Titi bersama suami dan anaknya tetap berkomitmen untuk memajukkan kerajinan anyaman bambu tersebut. Meskipun tidak seperti dulu, pesanan atas kerajinan bambunya tetap dinanti.
Bahkan sejumlah pesanan terpaksa ditolak karena kemampuan Mak Titi untuk memenuhi kuantitas besar sangat terbatas. Ke depan, mereka berencana akan menularkan ilmu menganyam bambu itu kepada kelompok ibu-ibu. Sehingga ketika ada pesanan dalam jumlah besar, para ibu-ibu itu akan dilibatkan untuk produksi.
Beberapa produk hasil anyaman Mak Titi yang sudah menembus pasar domestik, antara lain hihid (alat untuk mengipasi nasi pada waktu diakeul atau nasi panas yang diaduk-aduk), aseupan (tempat menanak nasi dari bambu), tempat buah, nampan, dan besek.
Selain itu, Mak Titi juga telah memasarkan hiasan rumah atau hiasan lampu dari anyaman bambu. Bahkan akan dikembangkan varian-varian baru untuk kepentingan cinderamata.
Uniknya, mata Mak Titi tidak tertuju pada lembaran bambu yang sedang dianyam, melainkan fokus kepada tamu yang datang dengan sesekali menjawab setiap pertanyaan. (BACA JUGA: Ngaku Polisi, Komplotan Tak Dikenal Peras Pemilik Pangakalan Gas )
Mak Titi yang bernama lengkap Neng Rohaeti, warga di Kampung/Desa Nagrog RT 03/01 Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta ini, sangat ramah. (BACA JUGA: 6 Pekan di Posisi Aman, Reproduksi COVID-19 Jabar Naik Lagi di Angka 1,01 )
Dia bersama suaminya, Abdul Rosad atau Bah Osad (58) akan antusias dan menyambut tamu yang datang, terlebih jika sang tamu ingin serius mendalami kerajinan anyaman bambu. Mereka akan selalu terbuka dan dengan penuh semangat akan melatih kepada siapa pun yang datang. (BACA JUGA: Aneh Tapi Nyata, Tanaman Pisang Tumbuh di Dahan Pohon dalam Makam )
Mak Titi dan Bah Osad merupakan saksi dan pelaku sejarah atas kejayaan kerajinan anyaman bambu di Desa Nagrog. Di era tahun 90-an, kelompok perajin Desa Nagrog termasuk diperhitungkan di dunia anyaman bambu, selain para perajin dari Tasikmalaya.
Mak Titi, sang penganyam bambu diKampung/Desa Nagrog RT 03/01 Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta. Foto/SINDOnews/Asep Supiandi
Bahkan, Inggris dan Jepang menjadi dua negara yang kerap memesan sejumlah kerajinan bambu. Sehingga Desa Nagrog terkenal dengan sentra anyaman bambu, sebab hampir semua warganya memiliki keahlian menganyam.
Sayangnya, kata Mak Titi, saat ini kondisinya berbeda. Potensi besar di desa kami tidak terkelola dengan baik. Pada akhirnya, kerajinan anyaman bambu ini hanya dilakoni perorangan, tidak kelompok seperti dulu. Padahal, pasar anyaman bambu cukup terbuka lebar.
"Instansi terkait seperti Dinas Perindustrian Perdagangan UMKM dan Koperasi Kabupaten Purwakarta belum melirik sektor ini," kata Mak Titi kepada SINDONEWS, Kamis (2/7/2020).
Saat ini, Mak Titi bersama suami dan anaknya tetap berkomitmen untuk memajukkan kerajinan anyaman bambu tersebut. Meskipun tidak seperti dulu, pesanan atas kerajinan bambunya tetap dinanti.
Bahkan sejumlah pesanan terpaksa ditolak karena kemampuan Mak Titi untuk memenuhi kuantitas besar sangat terbatas. Ke depan, mereka berencana akan menularkan ilmu menganyam bambu itu kepada kelompok ibu-ibu. Sehingga ketika ada pesanan dalam jumlah besar, para ibu-ibu itu akan dilibatkan untuk produksi.
Beberapa produk hasil anyaman Mak Titi yang sudah menembus pasar domestik, antara lain hihid (alat untuk mengipasi nasi pada waktu diakeul atau nasi panas yang diaduk-aduk), aseupan (tempat menanak nasi dari bambu), tempat buah, nampan, dan besek.
Selain itu, Mak Titi juga telah memasarkan hiasan rumah atau hiasan lampu dari anyaman bambu. Bahkan akan dikembangkan varian-varian baru untuk kepentingan cinderamata.
(awd)