Cerita Basoeki Abdullah dan Misteri Lukisan Nyai Roro Kidul yang Diborong Bos Gudang Garam
loading...
A
A
A
Pengalaman spiritual pertama Basoeki Abdullah terkait eksistensi Nyai Roro Kidul berlangsung tahun 1933, atau pada saat usianya menginjak 18 tahun. Ia tiba-tiba digerakkan suara perempuan misterius. Suara bisikan itu memaksanya mengayuh sepeda pancal Simplexnya sejauh 20 kilometer, untuk menuju kawasan Pantai Parangtritis.
Di Parangtritis Basoeki duduk bersila, bersemedi, dan berdoa. Ia memohon agar perjalanan hidupnya senantiasa diberi arahan yang jelas. Setelah beberapa jam di pantai, Basoeki kembali mendengar suara bisikan serupa agar segera kembali ke rumah, karena ada sesuatu yang menantinya. Tepat waktu subuh, ia sudah berada di kamarnya dan menemukan sepucuk surat di atas meja.
Sebuah surat pendek yang ditulis pamannya. Isinya meminta Basoeki Abdullah menyiapkan diri karena dirinya telah mendapat beasiswa untuk belajar melukis di Negeri Belanda. Beasiswa itu datang dari Catholic Mission atau Missi Katolik. Basoeki Abdullah mempercayai suara bisikan perempuan misterius itu datang dari Nyi Roro Kidul.
“Saya yakini, dia adalah Nyi Roro Kidul,” kata Basoeki Abdullah seperti dikutip dari Basoeki Abdullah, Sang Hanoman Keloyongan. Basoeki Abdullah memiliki pandangan sendiri tentang profil Nyi Roro Kidul. Menurutnya sosok mistis itu adalah wanita atau makhluk yang welas asih dan gemar menolong. Basoeki tak sependapat jika ada yang menyebut Nyai sebagai penguasa laut.
Baseoki Abdullah juga mempercayai Nyai Roro Kidul yang senantiasa muda dan cantik itu adalah saudara perempuan Raja Galuh yang meramalkan munculnya Kerajaan Mataram yang meliputi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Begitu juga beberapa tahun kemudian usai menginap di Hotel Samudera Beach, di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
Pengalamanan mistis, yakni ditelpon perempuan misterius, dan lantas berjalan menuju tepi pantai dan melihat sesuatu yang tak biasa, ia wujudkan ke dalam lukisan sosok Nyai Roro Kidul. Sepulang dari Pelabuhan Ratu, Basoeki Abdullah menyiapkan kanvas berukuran besar. Goresan kanvasnya membentuk sosok Nyai Roro Kidul yang tengah melesat keluar dari permukaan samudera.
Gestur rambut panjang Nyai dilukiskan tengah berkibar diterpa angin. Di atas rambut bertahta mahkota kerajaan. Basoeki Abdullah melukiskan pakaian Nyai Roro Kidul berwarna hijau gadung dengan hiasan sabuk emas berkilau-kilau. Di samping dan belakang sosok berparas cantik rupawan itu, Basoeki melukis tujuh kuda yang tampaknya selalu mengikuti. Wiwien, salah seorang staf Basoeki Abdullah mengikuti proses pembuatan lukisan dari awal hingga selesai.
Ia juga mengetahui bagaimana lukisan berukuran besar tersebut kemudian dibeli oleh perusahaan rokok Gudang Garam, Kediri. “Lukisan berukuran besar tersebut dibeli perusahaan rokok Gudang Garam, yang kemudian dipajang di kantor dengan penuh khidmat dan kehormatan,” demikian dikutip dari Basoeki Abdullah, Sang Hanoman Keloyongan.
Konon, Tjoa Ing Hwie alias Surya Wonowidjojo pendiri Pabrik Rokok Gudang Garam Kediri merupakan pengagum lukisan Basoeki Abdullah, terutama yang bertema Nyai Roro Kidul. Lukisan Nyai Roro Kidul dengan tujuh ekor kuda adalah pesanan terakhirnya sebelum meninggal dunia pada tahun 1985 di usia 62 tahun.
Di Parangtritis Basoeki duduk bersila, bersemedi, dan berdoa. Ia memohon agar perjalanan hidupnya senantiasa diberi arahan yang jelas. Setelah beberapa jam di pantai, Basoeki kembali mendengar suara bisikan serupa agar segera kembali ke rumah, karena ada sesuatu yang menantinya. Tepat waktu subuh, ia sudah berada di kamarnya dan menemukan sepucuk surat di atas meja.
Sebuah surat pendek yang ditulis pamannya. Isinya meminta Basoeki Abdullah menyiapkan diri karena dirinya telah mendapat beasiswa untuk belajar melukis di Negeri Belanda. Beasiswa itu datang dari Catholic Mission atau Missi Katolik. Basoeki Abdullah mempercayai suara bisikan perempuan misterius itu datang dari Nyi Roro Kidul.
“Saya yakini, dia adalah Nyi Roro Kidul,” kata Basoeki Abdullah seperti dikutip dari Basoeki Abdullah, Sang Hanoman Keloyongan. Basoeki Abdullah memiliki pandangan sendiri tentang profil Nyi Roro Kidul. Menurutnya sosok mistis itu adalah wanita atau makhluk yang welas asih dan gemar menolong. Basoeki tak sependapat jika ada yang menyebut Nyai sebagai penguasa laut.
Baseoki Abdullah juga mempercayai Nyai Roro Kidul yang senantiasa muda dan cantik itu adalah saudara perempuan Raja Galuh yang meramalkan munculnya Kerajaan Mataram yang meliputi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Begitu juga beberapa tahun kemudian usai menginap di Hotel Samudera Beach, di Pelabuhan Ratu, Jawa Barat.
Pengalamanan mistis, yakni ditelpon perempuan misterius, dan lantas berjalan menuju tepi pantai dan melihat sesuatu yang tak biasa, ia wujudkan ke dalam lukisan sosok Nyai Roro Kidul. Sepulang dari Pelabuhan Ratu, Basoeki Abdullah menyiapkan kanvas berukuran besar. Goresan kanvasnya membentuk sosok Nyai Roro Kidul yang tengah melesat keluar dari permukaan samudera.
Gestur rambut panjang Nyai dilukiskan tengah berkibar diterpa angin. Di atas rambut bertahta mahkota kerajaan. Basoeki Abdullah melukiskan pakaian Nyai Roro Kidul berwarna hijau gadung dengan hiasan sabuk emas berkilau-kilau. Di samping dan belakang sosok berparas cantik rupawan itu, Basoeki melukis tujuh kuda yang tampaknya selalu mengikuti. Wiwien, salah seorang staf Basoeki Abdullah mengikuti proses pembuatan lukisan dari awal hingga selesai.
Ia juga mengetahui bagaimana lukisan berukuran besar tersebut kemudian dibeli oleh perusahaan rokok Gudang Garam, Kediri. “Lukisan berukuran besar tersebut dibeli perusahaan rokok Gudang Garam, yang kemudian dipajang di kantor dengan penuh khidmat dan kehormatan,” demikian dikutip dari Basoeki Abdullah, Sang Hanoman Keloyongan.
Konon, Tjoa Ing Hwie alias Surya Wonowidjojo pendiri Pabrik Rokok Gudang Garam Kediri merupakan pengagum lukisan Basoeki Abdullah, terutama yang bertema Nyai Roro Kidul. Lukisan Nyai Roro Kidul dengan tujuh ekor kuda adalah pesanan terakhirnya sebelum meninggal dunia pada tahun 1985 di usia 62 tahun.