Kajari Simalungun Imbau Masyarakat Tidak Jadikan Restorative Justice Ulangi Tindak Pidana
loading...
A
A
A
SIMALUNGUN - Kejaksaan Negeri (Kajari) Simalungun mengingatkan masyarakat agar tidak menjadikan penerapan restorative justice (RJ) untuk mengulangi perbuatan tindak pidana atau lepas dari tuntutan hukum.
Kepala Seksi Intelijen, Osor Olodaiv Siagian, SH didampingi Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Irvan Maulana, SH. MH, Kamis (12/5/2022) pagi mengatakan, banyak masyarakat yang salah menafsirkan, terkait penerapa RJ terhadap pelaku tindak pidana umum dan sebagian besar dalam kasus pencurian.
"Penerapan RJ berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian tidak melebihi Rp2,5 juta, ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban," sebut Osor.
Dia mencontohkan, pihaknya saat ini sedang menangani kasus tindak pidana umum pencurian buah sawit di kebun Laras, PTPN IV, kecamatan Gunung Maligas dengan tersangka I alias Anyep (48) warga Desa Gajing, Kecamatan Gunung Maligas. Anyep melakukan pencurian lima tandan buah sawit dengan kerugian lebih kurang Rp500 ribu, dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, Kejari Simalungun tidak dapat menerapkan atau mengusulkan RJ terhadap kasusnya, karena sudah pernah melakukan tindak pidana yang sama pada tahun 2016 lalu. Artinya bukan untuk pertama kali dilakukan, sehingga tidak memenuhi syarat yang ditentukan.
Kepala Seksi Pidum Kejari Simalungun, Irvan Maulana didampingi jaksa Weni Situmorang menambahkan, ada anggapan masyarakat jika hanya mencuri lima tandan atau kerugian di bawah Rp2,5 juta bisa luput dari hukuman melalui penerapan RJ.
"Padahal RJ dapat diusulkan jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Jika sudah dua kali, tidak terpenuhi syaratnya. Makanya tersangka I alias Anyep tidak dapat diusulkan," ungkapnya.
Hingga saat ini, menurut Irvan, Kejari Simalungun sudah menerapkan 13 RJ dalam tindak pidana umum.
Kepala Seksi Intelijen, Osor Olodaiv Siagian, SH didampingi Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Irvan Maulana, SH. MH, Kamis (12/5/2022) pagi mengatakan, banyak masyarakat yang salah menafsirkan, terkait penerapa RJ terhadap pelaku tindak pidana umum dan sebagian besar dalam kasus pencurian.
"Penerapan RJ berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 tahun 2020 yaitu, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat pencurian tidak melebihi Rp2,5 juta, ancaman hukuman di bawah lima tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan korban," sebut Osor.
Dia mencontohkan, pihaknya saat ini sedang menangani kasus tindak pidana umum pencurian buah sawit di kebun Laras, PTPN IV, kecamatan Gunung Maligas dengan tersangka I alias Anyep (48) warga Desa Gajing, Kecamatan Gunung Maligas. Anyep melakukan pencurian lima tandan buah sawit dengan kerugian lebih kurang Rp500 ribu, dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup.
Namun, Kejari Simalungun tidak dapat menerapkan atau mengusulkan RJ terhadap kasusnya, karena sudah pernah melakukan tindak pidana yang sama pada tahun 2016 lalu. Artinya bukan untuk pertama kali dilakukan, sehingga tidak memenuhi syarat yang ditentukan.
Kepala Seksi Pidum Kejari Simalungun, Irvan Maulana didampingi jaksa Weni Situmorang menambahkan, ada anggapan masyarakat jika hanya mencuri lima tandan atau kerugian di bawah Rp2,5 juta bisa luput dari hukuman melalui penerapan RJ.
"Padahal RJ dapat diusulkan jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana. Jika sudah dua kali, tidak terpenuhi syaratnya. Makanya tersangka I alias Anyep tidak dapat diusulkan," ungkapnya.
Hingga saat ini, menurut Irvan, Kejari Simalungun sudah menerapkan 13 RJ dalam tindak pidana umum.
(don)