Kisah Moksa Prabu Brawijaya V, Ajak Istri Tercinta Masuk Kobaran Api di Pesisir Selatan Jogjakarta
loading...
A
A
A
Raden Patah memiliki darah Majapahit. Ayahnya, adalah Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi, yakni raja terakhir Majapahit. Raden Patah diangkat sebagai Sultan Demak Bintara, pada tahun 1478 M, oleh wali songo, bertepatan pada waktu Majapahit jatuh di tangan Prabu Girindrawardhana.
Darah Majapahit yang mengalir dalam diri Raden Patah, berawal dari kisah cinta Brawijaya V, kepada Siu Ban Ci, yakni putri Syekh Bentong atau Tan Go Hwat. Dalam Babad Tanah Jawi, ibu Raden Patah disebut dengan nama Siu Ban Ci, sementara dalam Naskah Mertasinga dikenal dengan nama Banyowi.
Brawijaya V jatuh cinta pada pandangan pertama, saat Siu Ban Ci dibawa ayahnya datang menghadap ke Majapahit, untuk meminta izin berdagang di wilayah Keling. Kala itu, Syekh Bentong atau juga dikenal sebagai Kyai Batong, merupakan saudagar kaya, yang juga ulama besar.
Saat menghadap ke Brawijaya V, Syekh Bentong juga membawa berbagai seserahan, yakni batu giok dari Tiongkok, kain sutra, keramik Tiongkok, dupa, dan mutiara. Tetapi, bukan seserahan itu yang membuat Brawijaya V tertarik, melainkan dia terpikat oleh kecantikan Siu Ban Ci.
Ketertarikan Brawijaya V kepada Siu Ban Ci, memicu kecemburuan Sang permaisuri, Dewi Amarawati atau Putri Champa. Namun, Brawijaya V justru mempersilahkan Syekh Bentong bersama putrinya beristirahat di Puri Kanuruhan.
Setelah beristirahat semalam di Puri Kanuruhan, Syekh Batong dipanggil menghadap Brawijaya V, dan diminta agar putrinya, Siu Ban Ci menjadi garwa ampeyan atau istri selirnya. Permintaan itu tak ditampik oleh Syekh Bentong.
Siu Ban Ci akhirnya dibawa menghadap Brawijaya V, dengan menggunakan tandu terbaik dari Puri Kanuruhan. Brawijaya V sangat mencitai Siu Ban Ci, hal inilah yang memicu kemarahan permaisuri, Dewi Amarawati.
Dalam Babad Tanah Jawi, diceritakan, saat Dewi Amarawati belum juga memiliki keturunan, ternyata Siu Ban Ci justru sudah hamil. Kondisi ini semakin memperburuk hubungan antara Siu Ban Ci dengan Amarawati.
Darah Majapahit yang mengalir dalam diri Raden Patah, berawal dari kisah cinta Brawijaya V, kepada Siu Ban Ci, yakni putri Syekh Bentong atau Tan Go Hwat. Dalam Babad Tanah Jawi, ibu Raden Patah disebut dengan nama Siu Ban Ci, sementara dalam Naskah Mertasinga dikenal dengan nama Banyowi.
Brawijaya V jatuh cinta pada pandangan pertama, saat Siu Ban Ci dibawa ayahnya datang menghadap ke Majapahit, untuk meminta izin berdagang di wilayah Keling. Kala itu, Syekh Bentong atau juga dikenal sebagai Kyai Batong, merupakan saudagar kaya, yang juga ulama besar.
Baca Juga
Saat menghadap ke Brawijaya V, Syekh Bentong juga membawa berbagai seserahan, yakni batu giok dari Tiongkok, kain sutra, keramik Tiongkok, dupa, dan mutiara. Tetapi, bukan seserahan itu yang membuat Brawijaya V tertarik, melainkan dia terpikat oleh kecantikan Siu Ban Ci.
Ketertarikan Brawijaya V kepada Siu Ban Ci, memicu kecemburuan Sang permaisuri, Dewi Amarawati atau Putri Champa. Namun, Brawijaya V justru mempersilahkan Syekh Bentong bersama putrinya beristirahat di Puri Kanuruhan.
Setelah beristirahat semalam di Puri Kanuruhan, Syekh Batong dipanggil menghadap Brawijaya V, dan diminta agar putrinya, Siu Ban Ci menjadi garwa ampeyan atau istri selirnya. Permintaan itu tak ditampik oleh Syekh Bentong.
Siu Ban Ci akhirnya dibawa menghadap Brawijaya V, dengan menggunakan tandu terbaik dari Puri Kanuruhan. Brawijaya V sangat mencitai Siu Ban Ci, hal inilah yang memicu kemarahan permaisuri, Dewi Amarawati.
Dalam Babad Tanah Jawi, diceritakan, saat Dewi Amarawati belum juga memiliki keturunan, ternyata Siu Ban Ci justru sudah hamil. Kondisi ini semakin memperburuk hubungan antara Siu Ban Ci dengan Amarawati.