Kisah Moksa Prabu Brawijaya V, Ajak Istri Tercinta Masuk Kobaran Api di Pesisir Selatan Jogjakarta
loading...
A
A
A
Debur ombak laut selatan, menggetarkan hati sang Prabu Brawijaya. Tak ditemuinya lagi jalan ke luar. Pelariannya dari pusat kota raja Kerajaan Majapahit , bersama dua istri tercintanya, Dewi Lowati dan Bondan Surati membuat mereka terdampar di pesisir selatan Jogjakarta.
Di tengah kebuntuan jalan pelarian itu, Prabu Brawijaya V menyampaikan pertanyaan tentang kecintaan para istrinya kepadanya. "Siapa di antara kalian yang paling besar cintanya kepadaku?" ujar sang raja.
Dewi Lowati yang merupakan istri pertama, dengan tegas menjawab, bahwa cintanya kepada Sang Prabu Brawijaya adalah sebesar gunung. Berbeda dengan istri pertama, Bondan Surati menjawab, bahwa cintanya kepada sang Prabu Brawijaya seperti kuku hitam, dimana setiap kuku-kuku hitam itu selesai dipotong pasti akan tumbuh kembali.
Mengetahui jawaban istri-istrinya, Prabu Brawijaya V langsung menarik tangan Dewi Lowati, dan keduanya masuk ke dalam kobaran api yang membara, seperti cinta keduanya yang terus membara dalam keabadian.
Dewi Lowati dipilih Prabu Brawijaya untuk moksa masuk dalam kobaran api di tengah kebuntuan jalan ke luar, karena jawaban Dewi Lowati dianggap mencerminkan cintanya pada Sang Prabu Brawijaya lebih besar, dari pada Bondan Surati. Jawaban Bondan Surati dianggap oleh Prabu Brawijaya, cinta yang hilang akan tergantikan dengan cinta baru.
Sepenggal dongeng rakyat ini, terus berkembang di wilayah pesisir selatan Jogjakarta, tepatnya di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Bahkan, pantai yang digunakan untuk kedua pasangan suami istri bangsawan Majapahit itu moksa, dinamai Pantai Ngobaran. Makna nama Ngobaran, dikaitkan dengan pengorbanan.
Cerita legenda itu, terus berkembang hingga kini. Bahkan, diyakini oleh banyak kalangan, Prabu Brawijaya V, yang disebut-sebut sebagai raja terakhir Majapahit, menjadi awal keturunan raja-raja Jogjakarta, dan Surakarta.
Di tengah kebuntuan jalan pelarian itu, Prabu Brawijaya V menyampaikan pertanyaan tentang kecintaan para istrinya kepadanya. "Siapa di antara kalian yang paling besar cintanya kepadaku?" ujar sang raja.
Dewi Lowati yang merupakan istri pertama, dengan tegas menjawab, bahwa cintanya kepada Sang Prabu Brawijaya adalah sebesar gunung. Berbeda dengan istri pertama, Bondan Surati menjawab, bahwa cintanya kepada sang Prabu Brawijaya seperti kuku hitam, dimana setiap kuku-kuku hitam itu selesai dipotong pasti akan tumbuh kembali.
Baca Juga
Mengetahui jawaban istri-istrinya, Prabu Brawijaya V langsung menarik tangan Dewi Lowati, dan keduanya masuk ke dalam kobaran api yang membara, seperti cinta keduanya yang terus membara dalam keabadian.
Dewi Lowati dipilih Prabu Brawijaya untuk moksa masuk dalam kobaran api di tengah kebuntuan jalan ke luar, karena jawaban Dewi Lowati dianggap mencerminkan cintanya pada Sang Prabu Brawijaya lebih besar, dari pada Bondan Surati. Jawaban Bondan Surati dianggap oleh Prabu Brawijaya, cinta yang hilang akan tergantikan dengan cinta baru.
Sepenggal dongeng rakyat ini, terus berkembang di wilayah pesisir selatan Jogjakarta, tepatnya di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Bahkan, pantai yang digunakan untuk kedua pasangan suami istri bangsawan Majapahit itu moksa, dinamai Pantai Ngobaran. Makna nama Ngobaran, dikaitkan dengan pengorbanan.
Cerita legenda itu, terus berkembang hingga kini. Bahkan, diyakini oleh banyak kalangan, Prabu Brawijaya V, yang disebut-sebut sebagai raja terakhir Majapahit, menjadi awal keturunan raja-raja Jogjakarta, dan Surakarta.