Kisah Syekh Yusuf Al-Makassari, Pendakwah Besar yang Membuat Kompeni Belanda Tergetar
loading...
A
A
A
Pada masa-masa sebelum 1658 inilah Syekh Yusuf bertemu dengan Syekh Nuruddin Ar-Raniri di Aceh. Dari Syekh Nuruddin Ar-Raniri inilah Syekh Yusuf belajar dan mendapatkan ijazah Tarekat Qodiriyah. Dari Aceh, Syekh Yusuf kemudian bertolak ke Gujarat, Yaman, Damaskus (Suriah) hingga akhirnya ke Makkah dan Madinah.
Selama 20 tahun lebih berkelana, ia telah menamatkan pelajaran dari tak kurang 17 guru terkenal, mulai dari tarekat Naqsyabandiyah, Syatariyah, Qadiriyah, hingga Khalwariyah yang kemudian bahkan lekat dengan namanya.
Selesai menimba ilmu, Syekh Yusuf kembali ke Nusantara. Konon, ia tidak kembali ke Gowa, tetapi ke Banten, dan bertempat tinggal di wilayah kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Di Banten, sekitar tahun 1670 Syekh Yusuf diangkat menjadi mufti (penasihat spiritual) dengan murid dari berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai.
Syekh Yusuf tinggal di sana, dan kemudian menikah lagi dengan putri Sultan Ageng Tirtayasa. Kedalaman ilmu yang dimiliki Syekh Yusuf menjadikan dia begitu cepat terkenal. Banten pun dikenal sebagai pusat pendidikan Islam.
Banyak orang berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk belajar kepada Syekh Yusuf. Selain ilmu-ilmu syariat, Syekh Yusuf juga mengajarkan murid-muridnya ilmu beladiri untuk berjuang bersama melawan penjajah Belanda.
Maka, tak heran banyak di antara para pendekar di Kesultanan Banten adalah murid Syekh Yusuf. Mereka dikenal kebal terhadap senjata, sehingga membuat pasukan Belanda khawatir. Singkat cerita, Belanda mencari cara untuk menaklukkan Kesultanan Banten. Beragam cara dilakukan, antara lain mengadu domba keluarga sultan.
Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf turut terlibat dalam perang gerilya. Namun, pada tahun ini juga Syekh Yusuf ditangkap oleh Belanda. Awalnya, Syekh Yusuf ditahan di Cirebon kemudian dipindahkan ke Batavia (Jakarta).
Selama 20 tahun lebih berkelana, ia telah menamatkan pelajaran dari tak kurang 17 guru terkenal, mulai dari tarekat Naqsyabandiyah, Syatariyah, Qadiriyah, hingga Khalwariyah yang kemudian bahkan lekat dengan namanya.
Selesai menimba ilmu, Syekh Yusuf kembali ke Nusantara. Konon, ia tidak kembali ke Gowa, tetapi ke Banten, dan bertempat tinggal di wilayah kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa.
Di Banten, sekitar tahun 1670 Syekh Yusuf diangkat menjadi mufti (penasihat spiritual) dengan murid dari berbagai daerah, termasuk 400 orang asal Makassar yang dipimpin oleh Ali Karaeng Bisai.
Syekh Yusuf tinggal di sana, dan kemudian menikah lagi dengan putri Sultan Ageng Tirtayasa. Kedalaman ilmu yang dimiliki Syekh Yusuf menjadikan dia begitu cepat terkenal. Banten pun dikenal sebagai pusat pendidikan Islam.
Banyak orang berdatangan dari berbagai penjuru negeri untuk belajar kepada Syekh Yusuf. Selain ilmu-ilmu syariat, Syekh Yusuf juga mengajarkan murid-muridnya ilmu beladiri untuk berjuang bersama melawan penjajah Belanda.
Baca Juga
Maka, tak heran banyak di antara para pendekar di Kesultanan Banten adalah murid Syekh Yusuf. Mereka dikenal kebal terhadap senjata, sehingga membuat pasukan Belanda khawatir. Singkat cerita, Belanda mencari cara untuk menaklukkan Kesultanan Banten. Beragam cara dilakukan, antara lain mengadu domba keluarga sultan.
Ketika pasukan Sultan Ageng dikalahkan Belanda tahun 1682, Syekh Yusuf turut terlibat dalam perang gerilya. Namun, pada tahun ini juga Syekh Yusuf ditangkap oleh Belanda. Awalnya, Syekh Yusuf ditahan di Cirebon kemudian dipindahkan ke Batavia (Jakarta).