Kisah Syekh Maulana Malik Ibrahim, Memiliki Karomah Turunkan Hujan dan Disegani Raja Majapahit
loading...
A
A
A
Dukun itu merasa ada kekuatan gaib yang menghadang tenaganya menekan pisau ke dada gadis cantik itu. Sampai kemudian dukun itu terlempar jauh. Kemudian Syekh Maulana Malik Ibrahim mendekat. Dengan rasa marah, dukun itu menanyakan kenapa Syekh Maulana Malik Ibrahim menghalangi pelaksanaan upacara persembahan manusia itu.
"Sudah berapa gadis yang dikorbankan,?" tanya Syekh Maulana Malik . "Dua," jawab dukun itu. "Apakah setelah dua nyawa itu melayang, hujan turun?" tanya Syekh Maulana Malik Ibrahim lagi. Dukun itu terdiam. Memang setelah dua persembahan lalu, Dewa Hujan belum juga bermurah hati menurunkan airnya.
Tetapi dia meyakini setelah yang ketiga ini, Dewa Hujan akan mengabulkan permohonannya, yang juga merupakan permohonan semua penduduk di daerah itu. Sesaat setelah menyadari kondisi yang dialami penduduk, Syekh Maulana Malik Ibrahim berujar, "Bila hujan dapat turun, masihkah kalian akan mengorbankan gadis ini,?".
"Yang kami inginkan adalah hujan, tuan. Jika hujan turun, kami akan bebaskan gadis itu," ujar seorang penduduk. Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menjalankan salat Istisqa untuk minta hujan. Karena karomahnya membuat hujan turun dengan deras, mengakhiri kekeringan di daerah tersebut.
Orang-orang yang menyaksikan itu menjadi takjub dan tak kepalang gembiranya. Mereka serentak bersujud seperti menyadari bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang dewa. Tetapi Syekh Maulana Malik segera mencegah dan menyuruh mereka bangkit. Dengan lembut dia menjelaskan semua adalah berkat keagungan Allah SWT, Tuhan yang sebenarnya.
Dengan takjub dan mendapat pencerahan dari sebuah tanda kebesaran Allah yang baru lewat tadi, orang-orang itu menyatakan ketertarikannya pada Islam. Mereka ingin memeluk Islam dan belajar mengenai ajarannya. Lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.
Selain mampu menurunkan hujan, Syekh Maulana Malik Ibrahim juga memiliki karomah lainnya yaitu dapat mengubah beras menjadi pasir. Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya.
Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir. Padahal sudah memiliki rumah yang berisi berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian. Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu.
"Sudah berapa gadis yang dikorbankan,?" tanya Syekh Maulana Malik . "Dua," jawab dukun itu. "Apakah setelah dua nyawa itu melayang, hujan turun?" tanya Syekh Maulana Malik Ibrahim lagi. Dukun itu terdiam. Memang setelah dua persembahan lalu, Dewa Hujan belum juga bermurah hati menurunkan airnya.
Tetapi dia meyakini setelah yang ketiga ini, Dewa Hujan akan mengabulkan permohonannya, yang juga merupakan permohonan semua penduduk di daerah itu. Sesaat setelah menyadari kondisi yang dialami penduduk, Syekh Maulana Malik Ibrahim berujar, "Bila hujan dapat turun, masihkah kalian akan mengorbankan gadis ini,?".
"Yang kami inginkan adalah hujan, tuan. Jika hujan turun, kami akan bebaskan gadis itu," ujar seorang penduduk. Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menjalankan salat Istisqa untuk minta hujan. Karena karomahnya membuat hujan turun dengan deras, mengakhiri kekeringan di daerah tersebut.
Orang-orang yang menyaksikan itu menjadi takjub dan tak kepalang gembiranya. Mereka serentak bersujud seperti menyadari bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang dewa. Tetapi Syekh Maulana Malik segera mencegah dan menyuruh mereka bangkit. Dengan lembut dia menjelaskan semua adalah berkat keagungan Allah SWT, Tuhan yang sebenarnya.
Dengan takjub dan mendapat pencerahan dari sebuah tanda kebesaran Allah yang baru lewat tadi, orang-orang itu menyatakan ketertarikannya pada Islam. Mereka ingin memeluk Islam dan belajar mengenai ajarannya. Lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.
Selain mampu menurunkan hujan, Syekh Maulana Malik Ibrahim juga memiliki karomah lainnya yaitu dapat mengubah beras menjadi pasir. Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya.
Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir. Padahal sudah memiliki rumah yang berisi berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian. Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu.