Kisah Syekh Maulana Malik Ibrahim, Memiliki Karomah Turunkan Hujan dan Disegani Raja Majapahit

Sabtu, 15 Januari 2022 - 05:00 WIB
loading...
Kisah Syekh Maulana Malik Ibrahim, Memiliki Karomah Turunkan Hujan dan Disegani Raja Majapahit
Syekh Maulana Malik Ibrahim, salah satu Wali Songo yang sering kali disebut-sebut memiliki karomah dalam menurunkan hujan, serta disegani Raja Majapahit. Foto/Ist.
A A A
Kisah tentang Wali Songo telah tersohor di seluruh Nusantara. Para penyebar Agama Islam ini, selalu dekat dengan rakyat. Salah satunya adalah Syekh Maulana Malik Ibrahim, atau juga sering disebut sebagai Sunan Gresik.



Syekh Maulana Malik Ibrahim, merupakan salah seorang yang pertama menyebarkan Agama Islam di tanah Jawa. Dari sembilan anggota Wali Songo, Syekh Maulana Malik Ibrahim merupakan yang paling senior.



Dalam sejumlah catatan sejarah, disebutkan kedatangan Syekh Maulana Malik Ibrahim ke tanah Jawa, disertai oleh sejumlah pengikutnya dan menempati Desa Sembalo yang kini dikenal dengan wilayah Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik.



Dia juga mendirikan masjid pertama di Desa Pasucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Syekh Maulana Malik Ibrahim, sering kali disebut-sebut memiliki karomah dalam menurunkan hujan saat musim kemarau yang berkepanjangan.

Kisah karomah Syekh Maulana Malik Ibrahim tersebut, diawali saat dia mengembara dan bertemu dengan sekelompok orang yang tengah mengadakan upacara pengorbanan seorang gadis di atas bukit untuk meminta hujan.

Dalam upacara itu, sang dukun telah siap menghujamkan sebilah pisau ke dada gadis cantik yang dijadikan persembahan bagi Dewa Hujan. Wanita itu adalah gadis ketiga yang dipersembahkan ke Dewa Hujan, setelah dua korban sebelumnya dipersembahkan namun tidak juga membuat hujan turun dari langit.

Melihat hal itu, dari kejauhan Syekh Maulana Malik Ibrahim berteriak lantang mencegah praktik persembahan manusia itu. Tetapi ujung pisau telah sampai ke dada si gadis malang. Namun keajaiban terjadi, pisau itu tak mampu menembus dadanya.

Dukun itu merasa ada kekuatan gaib yang menghadang tenaganya menekan pisau ke dada gadis cantik itu. Sampai kemudian dukun itu terlempar jauh. Kemudian Syekh Maulana Malik Ibrahim mendekat. Dengan rasa marah, dukun itu menanyakan kenapa Syekh Maulana Malik Ibrahim menghalangi pelaksanaan upacara persembahan manusia itu.



"Sudah berapa gadis yang dikorbankan,?" tanya Syekh Maulana Malik . "Dua," jawab dukun itu. "Apakah setelah dua nyawa itu melayang, hujan turun?" tanya Syekh Maulana Malik Ibrahim lagi. Dukun itu terdiam. Memang setelah dua persembahan lalu, Dewa Hujan belum juga bermurah hati menurunkan airnya.

Tetapi dia meyakini setelah yang ketiga ini, Dewa Hujan akan mengabulkan permohonannya, yang juga merupakan permohonan semua penduduk di daerah itu. Sesaat setelah menyadari kondisi yang dialami penduduk, Syekh Maulana Malik Ibrahim berujar, "Bila hujan dapat turun, masihkah kalian akan mengorbankan gadis ini,?".

"Yang kami inginkan adalah hujan, tuan. Jika hujan turun, kami akan bebaskan gadis itu," ujar seorang penduduk. Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menjalankan salat Istisqa untuk minta hujan. Karena karomahnya membuat hujan turun dengan deras, mengakhiri kekeringan di daerah tersebut.

Orang-orang yang menyaksikan itu menjadi takjub dan tak kepalang gembiranya. Mereka serentak bersujud seperti menyadari bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang dewa. Tetapi Syekh Maulana Malik segera mencegah dan menyuruh mereka bangkit. Dengan lembut dia menjelaskan semua adalah berkat keagungan Allah SWT, Tuhan yang sebenarnya.

Dengan takjub dan mendapat pencerahan dari sebuah tanda kebesaran Allah yang baru lewat tadi, orang-orang itu menyatakan ketertarikannya pada Islam. Mereka ingin memeluk Islam dan belajar mengenai ajarannya. Lalu orang-orang tersebut diajarkannya mengucap dua kalimat sahadat dan masuk agama Islam.



Selain mampu menurunkan hujan, Syekh Maulana Malik Ibrahim juga memiliki karomah lainnya yaitu dapat mengubah beras menjadi pasir. Konon dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik saudagar kaya.

Menurut desas-desus pemilik rumah itu amat kikir. Padahal sudah memiliki rumah yang berisi berton-ton beras. Halaman rumahnya pun sangat luas. Di sana tersusun berkarung-karung beras hasil pertanian. Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si empunya rumah dan menasihatinya agar meninggalkan sifat fakir dan kikir itu.

Saudagar kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh Maulana Malik Ibrahim. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Maulana Malik Ibrahim. Namun sesaat berselang, datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu.

"Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras," ujar perempuan tua itu sambil melirik ke karung beras yang berada di halaman. "Mana beras,? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan beras, tapi pasir," ujar orang saudagar kaya itu.

Pengemis tua itu tertunduk sedih. Dia pun beranjak pergi dengan langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung Syekh Maulana Malik Ibrahim. Ternyata apa yang digunjingkan orang tentang muridnya ini benar adanya. Syekh Maulana Malik Ibrahim bergumam dalam hati, dan dia pun berdoa.



Pembicaraan yang sempat tertunda dilanjutkan kembali. Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu. "Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga. Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!," kata pembantu itu dengan suara bergetar melaporkan.

Orang kaya itu terkejut, segera dia beranjak dari duduknya, dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar, beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Dia pun bersimpuh menangis. Syekh Maulana Malik Ibrahim lalu menghampirinya.

"Bukankah engkau sendiri yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini menangis?" Syekh Maulana Malik Ibrahim menyindir muridnya yang kikir itu. "Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah,!" murid itu meratap bersimpuh di kaki Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Syekh Maulana Malik Ibrahim tersenyum, "Alamatkan maafmu kepada Allah dan pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan," ujar Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu. Dalam hati ia mengutuk dirinya-sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim dia berjanji akan mengubah semua perbuatannya. Dia mohon juga agar berasnya bisa kembali lagi seperti semula.



Kekikirannya ingin dia buang jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan. Syekh Maulana Malik Ibrahim kembali berdoa, dan dengan izin Allah, beras yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali.

Karena kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu. Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Dia berubah menjadi dermawan, tak pernah lagi dia menolak pengemis yang datang. Bahkan dia mendirikan musala dan majelis pengajian serta tempat ibadah lainnya. Menurut beberapa literatur yang ada, Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat ahli dalam pertanian, pengobatan dan tata negara.

Syekh Maulana Malik Ibrahim juga sempat melakukan perjalanan ke ibu kota Majapahit di Trowulan. Meskipun tidak masuk Islam, Raja Majapahit tetap menerima Syekh Maulana Malik Ibrahim dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran Gresik.

Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama Desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran, mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibu kota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.

Sumber :
-jamaluddinab.blogspot.
-peutrang.blogspot.
-wikipedia dan diolah berbagai sumber.
(eyt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4022 seconds (0.1#10.140)