Malang di Kampung Pemulung: Hidup Tanpa Adminduk dan Bantuan Pemerintah

Senin, 20 Desember 2021 - 10:32 WIB
loading...
A A A
“Misalnya itu yang dari Malaysia, dia kan dibawa sama keluarganya ke sini. Kalau seumpama keluarganya sudah meninggal, bagaimana caranya dia kembali ke Malaysia ambil keterangan berdomisili. Nah lama sekalimi itu,” kata Nuraeni.

Komunikasi dengan aparatur pemerintah setempat seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil ( Disdukcapil ) Kota Makassar sudah beberapa kali ia dilakukan. Hasilnya sama saja. Kata dia, tidak ada solusi lain, kecuali ada surat pengatar dari lokasi asal mereka.

“Begitu-begitu terus alasannya. Nah mereka ini juga tidak tahu harus ke mana kalau kembali ke kampung,” sambungnya.

Di sisi lain, bagi mereka yang mayoritas bekerja sebagai pemulung, waktu sangatlah berarti. Sehari saja tak bekerja, bisa-bisa dua hari ke depan tak makan. Apalagi dari pengakuan warga setempat penghasilan satu keluarga hanya sekitar Rp50 ribu sampai Rp100 ribu dalam sehari.



Luput dari Bantuan

Beranjak dari situ, warga Kampung Pemulung hanya bisa pasrah, sekalipun dokumen adminduk begitu berharga bagi mereka. Betapa lagi dokumen adminduk kini nyaris menjadi persyaratan dalam pelbagai bentuk pelayanan publik. Termasuk jadi acuan bagi pemerintah untuk memberi perhatian.

Hanya keberanian dan tekat yang kuat menjadi pegangan bagi mereka saat ini. Rumah super sederhana yang tebuat dari kayu, papan bekas, dan beralaskan tikar tak jadi masalah. Bagi mereka, yang terpenting adalah punya tempat untuk tidur dan makan. Itu sudah lebih dari cukup.

Persoalan dokumen kependudukan yang mereka hadapi ini baru terasa betul dampaknya bagi mereka beberapa tahun terakhir. Tarulah saat memasuki masa pandemi Covid-19. Riak-riak berebut bantuan sosial terjadi di mana-mana. Sedangkan mereka hanya bisa gigit jari.

Selama dua tahun terakhir di masa pandemi, mereka tidak sekalipun mendapat bantuan dalam bentuk apapun dari pemerintah. Penyemprotan disinfektan apalagi. Tidak pernah tersentuh perhatian. Kawasan permukiman mereka seolah-olah dianggap tak ada.
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1897 seconds (0.1#10.140)