Kisah Heroik Bocah Kediri, Bertaruh Nyawa Jadi Kurir Proklamasi Kemerdekaan 1945

Senin, 09 Agustus 2021 - 05:00 WIB
loading...
A A A
Di Palembang, tentara Jepang masih giat melakukan patroli keamanan dan penggeledahan. Kabar kekalahan Perang Dunia II, termasuk informasi Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta, sengaja ditutup rapat-rapat. Begitu juga di jalan-jalan Bukittinggi. Tentara Jepang juga masih giat berpatroli. Suroso dan Bonggar menemui Djamaluddin Adinegoro selaku Kepala Perwakilan RI di Bukittinggi. Adinegoro yang kelak menjadi tokoh Pers Indonesia merupakan adik Mohammad Yamin, beda ibu.

Dalam "Sketsa Tokoh, Catatan Jakob Oetama" menuliskan: Ketika Proklamasi Kemerdekaan bergema di Pegangsaan Timur, Adinegoro menjadi Ketua Komite Nasional Sumatera. Kemudian menjadi komisaris besar pemerintah RI di Bukittinggi, kepala penerangan dan menerbitkan Harian Kedaulatan Rakyat. Dari Adinegoro, Suroso dan Tonggar mendapat surat jalan ke Medan. Adinegoro juga menyelipkan beberapa lembar uang Jepang sebagai bantuan bekal perjalanan.

"Barangkali ada gunanya nanti," kata Adinegoro seperti dikisahkan dalam "Kurir-kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945". Perjalanan Bukittinggi-Medan ditempuh dengan bus umum. Kondisi jalan sama buruknya jalur Palembang-Bukittinggi. Di perjalanan, di depan para penumpang, Suroso dan Bonggar tidak meluangkan kesempatan untuk menyampaikan kabar Proklamasi Kemerdekaan .



Kabar itu disambut gembira. Banyak yang ingin tahu lebih jauh situasi Pulau Jawa. Banyak penduduk Sumatera yang belum mengetahui Indonesia sudah merdeka . Di Medan, rakyat bergerak lebih progressif. Para pemuda merampas senjata tentara Jepang dan membentuk Tentara Rakyat. Revolusi sosial digerakkan. Kaum bangsawan serta ambtenar yang dulu pro Belanda mulai dipersempit ruang geraknya.

Belanda mengimbangi dengan membentuk Poh An Tui, pasukan keamanan bersenjata yang terdiri dari orang-orang Tionghoa. Medan tidak aman. Kontak senjata berlangsung di mana-mana. Banyak penduduk yang mengungsi ke Pematangsiantar. Kedatangan pemuda Jawa yang membawa kabar Indonesia merdeka membuat para pejuang Tentara Rakyat semakin bersemangat. Dengan cepat kabar tersebut menjalar ke mana-mana.

Saat di Medan, Bonggar menyempatkan pulang ke kampung kelahirannya di Tapanuli dan tidak kembali. Suroso sendirian. Pemuda Madiun itu menunggu kedatangan Gatot Iskandar dan Hamid yang masih melakukan tugasnya di Sumatera Barat. Sementara tiga hari di Muara Bungo, Gatot dan Hamid melanjutkan jalan ke Sawahlunto. Di setiap kesempatan apapun, di depan warga setempat, mereka selalu bercerita Proklamasi Kemerdekaan .

Bercerita tentang situasi Jawa dan Indonesia yang sudah merdeka. Dari Sawahlunto perjalanan menyambung ke Bukittinggi. Gatot dan Hamid juga bertemu dengan Djamaluddin Adinegoro. Gatot sempat dibawa ke atas panggung. Di depan massa pemuda Bukittinggi, ia berpidato tentang Proklamasi Kemerdekaan . Pemuda asal Kediri itu juga berseru kepada massa untuk bersatu padu melawan Belanda yang kembali datang bersama Sekutu. Di Bukittinggi Hamid menyempatkan pulang ke kampung halamannya.

Seperti Bonggar. Hamid juga tidak kembali. Gatot praktis melakukan kerja-kerja perjuangan seorang diri. Seluruh tokoh-tokoh penting di daerah setempat ia datangi. Di Batangtoru. Di Sibolga. Di Tarutung. Sesuai tugasnya, Gatot mengabarkan Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan. Dari Balige, Gatot Iskandar seorang diri menempuh perjalanan menuju Medan. Tiba di Medan, Gatot kembali bertemu Suroso.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3380 seconds (0.1#10.140)