Kisah Heroik Bocah Kediri, Bertaruh Nyawa Jadi Kurir Proklamasi Kemerdekaan 1945
loading...
A
A
A
Tidak banyak basa-basi. Pada intinya, Gatot terpilih sebagai kurir kemerdekaan . Ia dipercaya menyebarluaskan kabar proklamasi kemerdekaan kepada penduduk Pulau Sumatra. Tugasnya memang bukan untuk berperang. Tapi amanah itu juga tidak ringan. Di ruangan yang hanya ada empat orang, termasuk Gatot sendiri. Remaja Kediri yang SMP saja belum lulus itu, mantap menyatakan kesanggupannya.
"Usiamu memang masih remaja, masanya enak bersekolah. Tapi tanah air memanggil . Kita semua harus rela berkorban, demi kejayaan bangsa dan negara," kata Tajib Ermadi seperti tertulis dalam "Kurir-Kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945". Gatot tidak sendiri. Dari Kediri, ia ditemani Umar. Pemuda lain yang berumuran sebaya.
Saat dipamiti, kedua orang Gatot langsung memberi restu. Dengan buntalan kecil berisi pakaian ala kadar dan bekal yang terbatas, Gatot dan Umar berangkat. Sebelum menuju stasiun kereta api Kediri, keduanya sengaja mendatangi pimpinan Fond Kemerdekaan Indonesia. Di era revolusi fisik, di setiap wilayah karsidenan berdiri Fond Kemerdekaan Indonesia .
Termasuk juga di Karsidenan Kediri. Tugas Fond Kemerdekaan Indonesia adalah menggalang dana sukarela untuk perjuangan . Namun bukan tambahan bekal yang didapat. Gatot dan Umar malah dititipi kotak bersegel Fond. Di sepanjang perjalanan, keduanya diminta sekalian menggalang dana. "Wah, ciloko!. Mau pergi tidak disangoni, tapi malah disuruh cari duit," ujar Gatot.
Tidak menunggu lama. Keduanya bergegas meninggalkan Kediri. Perjalanan sebagai kurir kemerdekaan menuju Pulau Sumatera diawali dengan menumpang kereta api tujuan Jakarta. Di atas kereta api trutuk (Ada yang menyebut sepur kluthuk), yakni kereta dengan lokomotif uap berbahan bakar kayu, kedua pemuda belia itu bergabung dengan penumpang lain.
Persis di bagian dada. Pada baju yang dikenakan Gatot dan Umar, masing-masing terpasang lencana kecil merah putih . Lencana berbahan logam tipis (seng) yang biasa dipakai para pejuang. Kereta api melaju sesuai dengan bahan bakar yang dipakai. Lambat. Setiap peluit menjerit, asap hitam bergelung-gelung tebal di udara. Api yang berasal dari kayu yang terbakar di atas tungku uap lokomotif, ada kalanya terpercik.
Percikan api yang dibawa angin menimpa rambut, juga membolongi baju penumpang yang berjejalan. 12 jam dengan berjalan merambat, kereta api akhirnya sampai Yogyakarta. Perjalanan berhenti sejenak. Gatot dan Umar turun. Tidak sulit menemukan sesama pejuang republik yang baru berumur dua bulan. Dengan memperlihatkan lencana merah putih , keduanya diterima dengan tangan terbuka.
Gatot dan Umar menginap semalam di Yogyakarta. Keesokan harinya. Dari stasiun Tugu, keduanya melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Sejumlah pejuang sempat memberinya uang saku sebagai tambahan bekal di perjalanan. Secara fisik maupun usia, Gatot dan Umar masih remaja belia. Di sepanjang perjalanan ke Jakarta. Kesanggupannya menjadi kurir kemerdekaan mendatangkan banyak reaksi orang lain.
"Usiamu memang masih remaja, masanya enak bersekolah. Tapi tanah air memanggil . Kita semua harus rela berkorban, demi kejayaan bangsa dan negara," kata Tajib Ermadi seperti tertulis dalam "Kurir-Kurir Kemerdekaan, Kisah Nyata Para Pemuda Pembawa Berita Proklamasi 1945". Gatot tidak sendiri. Dari Kediri, ia ditemani Umar. Pemuda lain yang berumuran sebaya.
Saat dipamiti, kedua orang Gatot langsung memberi restu. Dengan buntalan kecil berisi pakaian ala kadar dan bekal yang terbatas, Gatot dan Umar berangkat. Sebelum menuju stasiun kereta api Kediri, keduanya sengaja mendatangi pimpinan Fond Kemerdekaan Indonesia. Di era revolusi fisik, di setiap wilayah karsidenan berdiri Fond Kemerdekaan Indonesia .
Termasuk juga di Karsidenan Kediri. Tugas Fond Kemerdekaan Indonesia adalah menggalang dana sukarela untuk perjuangan . Namun bukan tambahan bekal yang didapat. Gatot dan Umar malah dititipi kotak bersegel Fond. Di sepanjang perjalanan, keduanya diminta sekalian menggalang dana. "Wah, ciloko!. Mau pergi tidak disangoni, tapi malah disuruh cari duit," ujar Gatot.
Tidak menunggu lama. Keduanya bergegas meninggalkan Kediri. Perjalanan sebagai kurir kemerdekaan menuju Pulau Sumatera diawali dengan menumpang kereta api tujuan Jakarta. Di atas kereta api trutuk (Ada yang menyebut sepur kluthuk), yakni kereta dengan lokomotif uap berbahan bakar kayu, kedua pemuda belia itu bergabung dengan penumpang lain.
Persis di bagian dada. Pada baju yang dikenakan Gatot dan Umar, masing-masing terpasang lencana kecil merah putih . Lencana berbahan logam tipis (seng) yang biasa dipakai para pejuang. Kereta api melaju sesuai dengan bahan bakar yang dipakai. Lambat. Setiap peluit menjerit, asap hitam bergelung-gelung tebal di udara. Api yang berasal dari kayu yang terbakar di atas tungku uap lokomotif, ada kalanya terpercik.
Percikan api yang dibawa angin menimpa rambut, juga membolongi baju penumpang yang berjejalan. 12 jam dengan berjalan merambat, kereta api akhirnya sampai Yogyakarta. Perjalanan berhenti sejenak. Gatot dan Umar turun. Tidak sulit menemukan sesama pejuang republik yang baru berumur dua bulan. Dengan memperlihatkan lencana merah putih , keduanya diterima dengan tangan terbuka.
Gatot dan Umar menginap semalam di Yogyakarta. Keesokan harinya. Dari stasiun Tugu, keduanya melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Sejumlah pejuang sempat memberinya uang saku sebagai tambahan bekal di perjalanan. Secara fisik maupun usia, Gatot dan Umar masih remaja belia. Di sepanjang perjalanan ke Jakarta. Kesanggupannya menjadi kurir kemerdekaan mendatangkan banyak reaksi orang lain.
Baca Juga