PLTS Atap Semakin Diminati Masyarakat dan Industri, Pemangku Kepentingan Harus Support

Senin, 26 Juli 2021 - 19:36 WIB
loading...
PLTS Atap Semakin Diminati Masyarakat dan Industri, Pemangku Kepentingan Harus Support
Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap semakin diminati masyarakat dan industri.Foto/dok
A A A
SURABAYA - Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap belakangan ini menjadi primadona, baik untuk kebutuhan energi masyarakat maupun industri. Data Kementerian ESDM menunjukkan, per Maret 2021 jumlah pengguna PLTS Atap ini mencapai 3.472. Sebelumnya, data Maret 2018 jumlah penggunanya hanya 351. Jumlahnya naik 10 kali lipat dalam kurun tiga tahun.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Anthony Utomo, momen ini harus disikapi para pemangku kepentingan, antara lain PLN dengan lebih memberi support agar target nasional penggunaan energi terbarukan tercapai.

"Pertumbuhan tersebut selain animo investasi masyarakat dan industri yang luas, berdasar kebijakan PLTS Atap melalui Peraturan Menteri (ESDM) No 49/2018 memang memungkinkan pengguna PLTS Atap untuk bisa melaksanakan export atau mengirimkan energi yang dihasilkan dengan skema net metering dengan PLN, dihargai sebesar 65% dan dikembalikan dalam bentuk potongan tagihan pelanggan," ujarnya, Senin (26/7/2021).

Baca juga: Stok Oksigen Terus Bertambah, Angka Pemakaman COVID-19 Mulai Menurun

Pihaknya mendorong adanya kebijakan yang implementatif di level teknis, khususnya PLN. "Salah satu yang didorong oleh AESI adalah penguatan regulasi dalam bentuk perbaikan Permen 9/2018 agar bisa lebih mengakselerasi pertumbuhan energi terbarukan di Indonesia, tentunya ini akan memberikan multiplier effect akan tumbuhnya greenjobs dan menjadi salah satu alternatif pemulihan ekonomi di Indonesia,” tambahnya.

Meskipun masa depan dan tren PLTS Atap di industri energi terbarukan begitu menarik dan menjanjikan karena bisa memberikan penghematan pengguna dan mengurangi emisi karbon, ternyata di level implementasi ke pengguna masih perlu perbaikan sehingga lebih banyak pihak terpacu untuk menggunakan PLTS Atap sebagai bagian dari solusi bauran energi yang digunakan.

Salah satunya adalah Tirta Kusuma dari PT PIM Pharmaceuticals, produsen farmasi dan obat-obatan yang memiliki beberapa fasilitas di Jawa Timur.

“Sebagai salah satu pelaku usaha kami melihat PLTS Atap ini adalah salah satu alternatf kami untuk makin kompetitif dan lincah karena bisa menghemat pemakaian listrik dan ikut melestarikan lingkungan," katanya.

Baca juga: Utomodeck Aplikasikan Layanan Mobile Electricity pada Proyek Lapangan di Gresik

Meski begitu, dia menambahkan jika Permen 49/2018 yang begitu menarik belum dapat dinikmati karena hingga saat ini belum bisa mendapatkan penyambungan net metering dari PLN di salah satu gedung kami, meskipun seluruh syarat sudah kami lengkapi sejak tahun lalu.

“Harapan kami sebagai perusahaan yang harus menunjang kepastian pasokan obat-obatan dan vitamin kepada masyarakat di tengah pandemik tentunya bisa didukung dengan pembaruan Peraturan Menteri ESDM ini sehingga bisa ada kepastian dan transparansi permintaan Net Metering terhadap perusahaan kami,” tambahnya.

Vice Director Samator Group yang juga Direktur PT Aneka Gas Industri Tbk, Imelda Harsono menyampaikan hal serupa. Dia berpendapat untuk mengakselerasi penggunaan PLTS Atap, para pengguna dengan investasi penggunaan nyata seperti Samator Group harus didorong dan bukan malah dianjurkan untuk hanya membeli sertifikat hijau.

“Beberapa waktu lalu kami diminta PLN untuk membeli REC atau dikenal dengan Renewable Energy Certificate agar insiatif PLTS Atap kami didukung PLN. Kami selaku pengguna, REC ini adalah salah satu mekanisme yang kurang menarik, karena selain discourage pengguna untuk berinvestasi di PLTS Atap, traceability dari sumber energi terbarukannya juga akan susah dilacak. Bilamana belum ada insentif khusus bagi pengguna seperti kami, setidaknya jangan dibebani dengan inisiatif yang menurut kami tidak terlalu bermanfaat seperti sertifikat hijau ini,” tambah Imelda

Menurut Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM. Dr. Dadan Kusdiana (Setiawan, 2021), dalam berbagai kesempatan, draft terbaru revisi Permen 49/2018 ini akan mengembalikan tarif ekspor-impor listrik net-metering menjadi 1:1 sesuai Peraturan Direksi (Perdir) PLN No 0733.K/DIR/2013) yang sebelumnya dipakai, periode reset kelebihan transfer listrik diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan, dan penyederhanaan proses pendaftaran serta penukaran kWh meter yang bisa dimonitor secara online.

Perubahan ini sesuai dengan masukan berbagai pihak untuk meningkatkan keekonomian PLTS atap sehingga diadopsi lebih luas oleh masyarakat.
(msd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1468 seconds (0.1#10.140)