Kisah VOC, Perusahaan Dagang Belanda Bangkrut usai Biayai Perang Lawan Mataram hingga Korupsi
loading...
A
A
A
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) berhasil mengalahkan Kerajaan Mataram Islam . Tapi sepak terjang VOC sebagai firma dagang asing Belanda itu akhirnya bangkrut karena utang dan biaya peperangan. Perang melawan pasukan Kerajaan Mataram konon menjadi salah satu biaya operasional terbesar yang dikeluarkan.
Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang disingkat VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di kawasan Asia, termasuk di kepulauan Nusantara.
VOC dibentuk untuk persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Aset VOC saat pertama dibentuk diperkirakan sebesar US$ 7,9 triliun, atau sama dengan gabungan nilai 20 perusahaan papan atas di era modern, termasuk Google dan Apple. Usianya hanya bertahan sekitar 200 tahun saja, VOC harus gulung tikar pada 1799.
Dikutip dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II", kehancuran VOC pada 1799 diperkirakan karena keserakahan dan kebobrokan moral. Sejumlah orang memandang, VOC bubar dan tamat riwayatnya akibat karma atas kekejamannya terhadap penduduk pribumi. Pada awalnya, VOC hanya mendapatkan izin monopoli dagang di Asia selama 21 tahun.
Namun lisensi dagang itu ternyata mencakup juga izin untuk melakukan penjajahan, menumpas para pesaing dan menjamin ketersediaan komoditas perdagangan yang stabil. Segala cara dilakukan, bahkan yang paling sadis sekalipun.
Di daerah-daerah yang berada di bawah kontrol VOC, perusahaan dagang ini terkenal sangat sewenang- wenang, Kongsi dagang itu, sebagai bagian dari kelicikan dan kebusukannya, menegosiasikan perjanjian dengan para penguasa lokal, mencetak uang, membentuk tentara yang menindas. Karenanya, perusahaan dagang ini selain dikenal licik, busuk, korup juga kejam dan sadis.
VOC adalah fase awal kekuatan asing yang berkuasa di Indonesia. Di tanah Nusantara ini, perusahaan milik para rampok dan bandit asing itu banyak mengeruk kekayaannya dan seluruh isi buminya. Para rampok dan maling asal Eropa itu juga menukar Manhattan, New York dengan Pulau Run, demi melanggengkan monopolinya atas pala (nutmeg) di Nusantara.
Adapun kemudian operasional VOC di Batavia, Hindia-Belanda, akhirnya digerogoti oleh praktik korupsi. Jual beli jabatan biasa dilakukan dengan cara-cara yang kotor. Sogokan wajib diberikan jika seseorang ingin menjadi pegawai atau mendapat jabatan penting. Maklum, VOC ini merupakan sarang rampok dan maling, sehingga cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan kekayaan pun menghalalkan segala cara, selain memeras, merampok dan menggarong juga menyogok dan menyuap.
Ketika perusahaan ini masih eksis, orang-orang saling berlomba untuk bisa menduduki kursi jabatan di VOC dengan tujuan jelas, yakni demi bisa mengeruk kekayaan sebesar-besarnya. Alhasil korupsi di perusahaan multinasional dan semakin lama semakin sulit dikontrol.
Gaji yang rendah pertama itu kemudian tumbuh berkembang di VOC ditengarai sebagai faktor yang mendorong para pegawainya melakukan praktik nakal dan korup, yang akhirnya merugikan kinerja perusahaan. Persoalan terjadinya perang dengan kerajaan dan masyarakat pribumi yang menguras banyak uang. Maka, kondisi VOC kemudian semakin kritisi, dalam mana situasi finansialnya krisis. Sejak 1790- an dan selanjutnya, singkatan VOC bahkan dipelesetkan jadi vergaan onder corruptie alias "hancur karena korupsi."
Ketika dibubarkan, VOC mempunyai tanggungan hutang sebesar 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia. Aset-asetnya kemudian diambil alih oleh pemerintahan Belanda.
Menariknya ketika mulai bangkrut, serangan Pangeran Hanyakrawati dari Mataram ke Surabaya kian membawa petakan bagi VOC. Pos - pos VOC yang ada di sekitar Surabaya, yang seperti Gresik dan Jortan ikut rusak dan terbakar. Tentu saja akibat kerusakan ini pihak VOC menjadi marah. Maka, Hanyakrawati pun meminta maaf kepada VOC, dan menggantinya dengan izin VOC mendirikan pos-pos dagang baru di Jepara.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
Kongsi Dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda yang disingkat VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602. VOC merupakan persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di kawasan Asia, termasuk di kepulauan Nusantara.
VOC dibentuk untuk persekutuan dagang untuk kawasan Hindia Barat. Aset VOC saat pertama dibentuk diperkirakan sebesar US$ 7,9 triliun, atau sama dengan gabungan nilai 20 perusahaan papan atas di era modern, termasuk Google dan Apple. Usianya hanya bertahan sekitar 200 tahun saja, VOC harus gulung tikar pada 1799.
Dikutip dari "Tuah Bumi Mataram : Dari Panembahan Senopati hingga Amangkurat II", kehancuran VOC pada 1799 diperkirakan karena keserakahan dan kebobrokan moral. Sejumlah orang memandang, VOC bubar dan tamat riwayatnya akibat karma atas kekejamannya terhadap penduduk pribumi. Pada awalnya, VOC hanya mendapatkan izin monopoli dagang di Asia selama 21 tahun.
Namun lisensi dagang itu ternyata mencakup juga izin untuk melakukan penjajahan, menumpas para pesaing dan menjamin ketersediaan komoditas perdagangan yang stabil. Segala cara dilakukan, bahkan yang paling sadis sekalipun.
Di daerah-daerah yang berada di bawah kontrol VOC, perusahaan dagang ini terkenal sangat sewenang- wenang, Kongsi dagang itu, sebagai bagian dari kelicikan dan kebusukannya, menegosiasikan perjanjian dengan para penguasa lokal, mencetak uang, membentuk tentara yang menindas. Karenanya, perusahaan dagang ini selain dikenal licik, busuk, korup juga kejam dan sadis.
VOC adalah fase awal kekuatan asing yang berkuasa di Indonesia. Di tanah Nusantara ini, perusahaan milik para rampok dan bandit asing itu banyak mengeruk kekayaannya dan seluruh isi buminya. Para rampok dan maling asal Eropa itu juga menukar Manhattan, New York dengan Pulau Run, demi melanggengkan monopolinya atas pala (nutmeg) di Nusantara.
Adapun kemudian operasional VOC di Batavia, Hindia-Belanda, akhirnya digerogoti oleh praktik korupsi. Jual beli jabatan biasa dilakukan dengan cara-cara yang kotor. Sogokan wajib diberikan jika seseorang ingin menjadi pegawai atau mendapat jabatan penting. Maklum, VOC ini merupakan sarang rampok dan maling, sehingga cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan kekayaan pun menghalalkan segala cara, selain memeras, merampok dan menggarong juga menyogok dan menyuap.
Ketika perusahaan ini masih eksis, orang-orang saling berlomba untuk bisa menduduki kursi jabatan di VOC dengan tujuan jelas, yakni demi bisa mengeruk kekayaan sebesar-besarnya. Alhasil korupsi di perusahaan multinasional dan semakin lama semakin sulit dikontrol.
Gaji yang rendah pertama itu kemudian tumbuh berkembang di VOC ditengarai sebagai faktor yang mendorong para pegawainya melakukan praktik nakal dan korup, yang akhirnya merugikan kinerja perusahaan. Persoalan terjadinya perang dengan kerajaan dan masyarakat pribumi yang menguras banyak uang. Maka, kondisi VOC kemudian semakin kritisi, dalam mana situasi finansialnya krisis. Sejak 1790- an dan selanjutnya, singkatan VOC bahkan dipelesetkan jadi vergaan onder corruptie alias "hancur karena korupsi."
Ketika dibubarkan, VOC mempunyai tanggungan hutang sebesar 136,7 juta gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng, kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia. Aset-asetnya kemudian diambil alih oleh pemerintahan Belanda.
Menariknya ketika mulai bangkrut, serangan Pangeran Hanyakrawati dari Mataram ke Surabaya kian membawa petakan bagi VOC. Pos - pos VOC yang ada di sekitar Surabaya, yang seperti Gresik dan Jortan ikut rusak dan terbakar. Tentu saja akibat kerusakan ini pihak VOC menjadi marah. Maka, Hanyakrawati pun meminta maaf kepada VOC, dan menggantinya dengan izin VOC mendirikan pos-pos dagang baru di Jepara.
Lihat Juga: Kisah Kyai Cokro, Pusaka Andalan Pangeran Diponegoro Melawan Kebatilan dan Kezaliman Belanda
(hri)