Momen Kesultanan Demak dan Cirebon Kepung Pajajaran Hancurkan Sekutu Portugis
loading...
A
A
A
Kerajaan Demak dan Cirebon memutuskan melakukan serangan ke Banten. Di Banten itulah target wilayah yang harus dikuasai, sebelum menyerang wilayah Pajajaran. Tetapi menyerang Pajajaran tidaklah mudah, sekutunya Portugis meneken perjanjian untuk membantunya.
Tetapi langkah itu ternyata tidaklah sesuai skenario Pajajaran. Armada laut Portugis konon porak-poranda akibat badai laut. Bahkan Alfonso d'Albouquerque meninggal saat berada di Cuchin, suatu wilayah konon di India.
Alhasil ,Pajajaran harus menghadapi sendirian serangan dari dua kerajaan Islam kala itu. Bahkan karena banyaknya serangan di masa Raja Surawisesa, konon dari 14 tahun bertahta harus menghadapi 15 kali peperangan.
Perang antara Demak yang dibantu oleh Cirebon dengan Pajajaran, ibarat perang antara hiu dan harimau. Kalau yang diperebutkan adalah pelabuhan dan laut, sudah barang tentu hiu yang ganas dipastikan menang.
Kerajaan Pajajaran tidak miliki armada laut bagus, di sisi lain armada Portugis yang harus menghadapi Demak juga dibuat kewalahan.
”Peperangan melawan Demak juga disinggung dalam Carita Parahiyangan, walaupun hanya nama tempatnya, yaitu Wahanten Girang, Ancol Kiyi, dan Kalapa,” demikian dikutip dari buku “Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi”.
Peperangan melawan dua kerajaan sekaligus membuat kondisi keamanan di wilayah Pajajaran tak stabil. Bahkan konon ketika Surawisesa bertahta, peperangan hampir berlangsung seantero negeri, hingga nyaris wilayahnya terbakar musnah oleh peperangan.
Artinya, setelah Banten dan Kalapa direbut oleh Demak dan Cirebon yang disusul dengan sejumlah pemberontakan, maka hampir seluruh pelosok wilayah kerajaan, khususnya yang berhadapan langsung dengan Cirebon, terjadi peperangan.
Walaupun demikian, Sura- wisesa masih bisa memegang erat wilayahnya, kecuali Kalapa dan Banten. Cirebon sudah lama melepaskan diri, sejak masa Sri Baduga, dengan menghentikan "upeti"-nya ke Pakuan.
Dalam sumber Portugis juga disebutkan, Pelabuhan Sunda paling timur adalah Muara Cimanuk. Carita Parahiyangan memang memuji Surawisesa karena keperwiraan, kegagahan dan keberaniannya dalam pertempuran.
Pasalnya dari Carita Parahyangan itu terlihat bahwa Surawisesa sendirilah yang menjadi panglima perang (Senapati) pasukannya. Raja yang diharapkan ayahnya menjadi Raja Saudagar ujung-ujungnya menjadi Raja Senapati yang memimpin prajurit untuk membela harta warisannya.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
Tetapi langkah itu ternyata tidaklah sesuai skenario Pajajaran. Armada laut Portugis konon porak-poranda akibat badai laut. Bahkan Alfonso d'Albouquerque meninggal saat berada di Cuchin, suatu wilayah konon di India.
Alhasil ,Pajajaran harus menghadapi sendirian serangan dari dua kerajaan Islam kala itu. Bahkan karena banyaknya serangan di masa Raja Surawisesa, konon dari 14 tahun bertahta harus menghadapi 15 kali peperangan.
Perang antara Demak yang dibantu oleh Cirebon dengan Pajajaran, ibarat perang antara hiu dan harimau. Kalau yang diperebutkan adalah pelabuhan dan laut, sudah barang tentu hiu yang ganas dipastikan menang.
Kerajaan Pajajaran tidak miliki armada laut bagus, di sisi lain armada Portugis yang harus menghadapi Demak juga dibuat kewalahan.
”Peperangan melawan Demak juga disinggung dalam Carita Parahiyangan, walaupun hanya nama tempatnya, yaitu Wahanten Girang, Ancol Kiyi, dan Kalapa,” demikian dikutip dari buku “Melacak Sejarah Pakuan Pajajaran dan Prabu Siliwangi”.
Peperangan melawan dua kerajaan sekaligus membuat kondisi keamanan di wilayah Pajajaran tak stabil. Bahkan konon ketika Surawisesa bertahta, peperangan hampir berlangsung seantero negeri, hingga nyaris wilayahnya terbakar musnah oleh peperangan.
Artinya, setelah Banten dan Kalapa direbut oleh Demak dan Cirebon yang disusul dengan sejumlah pemberontakan, maka hampir seluruh pelosok wilayah kerajaan, khususnya yang berhadapan langsung dengan Cirebon, terjadi peperangan.
Walaupun demikian, Sura- wisesa masih bisa memegang erat wilayahnya, kecuali Kalapa dan Banten. Cirebon sudah lama melepaskan diri, sejak masa Sri Baduga, dengan menghentikan "upeti"-nya ke Pakuan.
Dalam sumber Portugis juga disebutkan, Pelabuhan Sunda paling timur adalah Muara Cimanuk. Carita Parahiyangan memang memuji Surawisesa karena keperwiraan, kegagahan dan keberaniannya dalam pertempuran.
Pasalnya dari Carita Parahyangan itu terlihat bahwa Surawisesa sendirilah yang menjadi panglima perang (Senapati) pasukannya. Raja yang diharapkan ayahnya menjadi Raja Saudagar ujung-ujungnya menjadi Raja Senapati yang memimpin prajurit untuk membela harta warisannya.
Lihat Juga: Kisah Tumenggung Pati Pembisik Sultan Amangkurat I Meredam Konflik Kesultanan Mataram dengan Banten
(ams)