Provokasi Politik Orang-orang PKI Menjelang Tragedi Berdarah 30 September 1965
loading...
A
A
A
Eskalasi politik di Indonesia pada bulan September 1965 semakin memanas. Berbagai isu berseliweran, termasuk kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang menurun, hingga isu munculnya dewan jenderal.
Memanasnya suhu politik di tanah air, khususnya di Jakarta, menjelang peristiwa berdarah 30 September 1965, diduga tidak lepas dari berbagai aksi provokasi yang dilakukan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI bersama organ sayapnya, yakni Pemuda Rakyat, BTI, Lekra, dan Gerwani tidak berhenti melakukan manuver politik. Semua yang dianggap sebagai lawan diserangnya. Kegaduhan terjadi di mana-mana.
Bukan hanya melakukan aksi sepihak, yakni merebut tanah dengan dalih menjalankan program landreform atau undang-undang reforma agraria. Mereka juga menggelar aksi massa.
Dilansir dari buku Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar (2018), berikut provokasi politik yang dilakukan orang-orang PKI jelang peristiwa peristiwa berdarah 30 September 1965.
Sejumlah orang-orang PKI yang menggelar aksi unjuk rasa, tiba-tiba menyerbu kediaman Duta Besar Amerika Serikat, Howard Jones di Jakarta. AS dan sekutunya dianggap sebagai kekuatan nekolim (neokolonialisme imperialisme). Aksi penyerbuan orang-orang PKI berlangsung pada 28 Februari 1965, atau tujuh bulan sebelum peristiwa berdarah 30 September 1965 meletus.
Selain kediaman Duta Besar Amerika Serikat, Howard Jones, pada 1 April 1965 massa PKI juga menyerbu vila milik William (Bill) Palmer, di Gunung Mas. Palmer merupakan manajer gabungan Importir Film Amerika (Association of American Film Importers).
Palmer yang juga menjabat Direktur American Motion Picture Association in Indonesia (Ampai) oleh PKI dituding sebagai agen Badan Intelijen Amerika (CIA). Palmer dituduh telah menjalin komunikasi rahasia dengan sejumlah perwira militer Indonesia. Karenanya, sekitar 1.000 orang massa PKI yang juga menyerbu kantor Ampai, menuntut kantor tempat bekerja Palmer untuk ditutup.
Memanasnya suhu politik di tanah air, khususnya di Jakarta, menjelang peristiwa berdarah 30 September 1965, diduga tidak lepas dari berbagai aksi provokasi yang dilakukan oleh orang-orang Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI bersama organ sayapnya, yakni Pemuda Rakyat, BTI, Lekra, dan Gerwani tidak berhenti melakukan manuver politik. Semua yang dianggap sebagai lawan diserangnya. Kegaduhan terjadi di mana-mana.
Bukan hanya melakukan aksi sepihak, yakni merebut tanah dengan dalih menjalankan program landreform atau undang-undang reforma agraria. Mereka juga menggelar aksi massa.
Dilansir dari buku Jenderal Yoga Loyalis di Balik Layar (2018), berikut provokasi politik yang dilakukan orang-orang PKI jelang peristiwa peristiwa berdarah 30 September 1965.
1. Menyerbu Kediaman Duta Besar Amerika Serikat
Sejumlah orang-orang PKI yang menggelar aksi unjuk rasa, tiba-tiba menyerbu kediaman Duta Besar Amerika Serikat, Howard Jones di Jakarta. AS dan sekutunya dianggap sebagai kekuatan nekolim (neokolonialisme imperialisme). Aksi penyerbuan orang-orang PKI berlangsung pada 28 Februari 1965, atau tujuh bulan sebelum peristiwa berdarah 30 September 1965 meletus.
2. Menyerbu Importir Film Amerika
Selain kediaman Duta Besar Amerika Serikat, Howard Jones, pada 1 April 1965 massa PKI juga menyerbu vila milik William (Bill) Palmer, di Gunung Mas. Palmer merupakan manajer gabungan Importir Film Amerika (Association of American Film Importers).
Palmer yang juga menjabat Direktur American Motion Picture Association in Indonesia (Ampai) oleh PKI dituding sebagai agen Badan Intelijen Amerika (CIA). Palmer dituduh telah menjalin komunikasi rahasia dengan sejumlah perwira militer Indonesia. Karenanya, sekitar 1.000 orang massa PKI yang juga menyerbu kantor Ampai, menuntut kantor tempat bekerja Palmer untuk ditutup.