Kisah Heroik 19 Santri di Kediri, Sabetan Pedangnya Bikin Ribuan Orang PKI Kalang Kabut
loading...
A
A
A
Orang-orang PKI di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, berencana menyatroni Pondok Pesantre Ploso, yang diasuh KH Djazuli. Kabar rencana serangan orang-orang PKI itu telah tercium oleh para intelijen santri. Pasukan santri pun disiapkan.
"Kiai Djazuli menyiapkan 19 santrinya, untuk menghadang saat PKI menyeberang sungai. Sementara santri yang lain, menjaga pesantren dan melindungi kiai," demikian dikutip dari buku "Benturan NU PKI 1948-1965 (2013)".
Peristiwa G30S/ PKI atau 30 September 1965 di Jakarta, ternyata tidak membuat surut semangat orang-orang PKI di daerah. Terutama mereka para kader dan simpatisan Pemuda Rakyat, BTI serta Gerwani.
Mereka tetap bersikap beringas, bergerak memerangi semua yang dianggap lawan, termasuk menyerang pondok pesantren NU (Nahdlatul Ulama). Sebab sejak Masyumi dibubarkan karena dianggap terlibat pemberontakan PRRI/Permesta, satu-satunya lawan terkuat PKI dari kalangan Islam tinggal NU dan juga tentara.
Berdasarkan catatan peneliti asing Herbert Feith, dalam Pemilu 1955 di Indonesia, perolehan suara PKI pada Pemilu 1955 di Karesidenan Kediri, mencapai 457.000 suara. Perolehan suara PKI itu adalah yang tertinggi, mengalahkan perolehan suara PNI sebanyak 455.000 suara, NU sebanyak 366.000 suara, dan Masyumi sebanyak 155.000 suara.
Hal itu yang membuat orang-orang PKI di Kediri, yakni terutama di Mojo, dan Kras, yang secara geografis letaknya berdekatan, dan merupakan basis PKI, berani dengan leluasa menebar teror. Bahkan sejak menjelang peristiwa G30S/ PKI, intensitas teror semakin meningkat, utamanya kepada kalangan pesantren.
"Kiai Djazuli menyiapkan 19 santrinya, untuk menghadang saat PKI menyeberang sungai. Sementara santri yang lain, menjaga pesantren dan melindungi kiai," demikian dikutip dari buku "Benturan NU PKI 1948-1965 (2013)".
Peristiwa G30S/ PKI atau 30 September 1965 di Jakarta, ternyata tidak membuat surut semangat orang-orang PKI di daerah. Terutama mereka para kader dan simpatisan Pemuda Rakyat, BTI serta Gerwani.
Mereka tetap bersikap beringas, bergerak memerangi semua yang dianggap lawan, termasuk menyerang pondok pesantren NU (Nahdlatul Ulama). Sebab sejak Masyumi dibubarkan karena dianggap terlibat pemberontakan PRRI/Permesta, satu-satunya lawan terkuat PKI dari kalangan Islam tinggal NU dan juga tentara.
Berdasarkan catatan peneliti asing Herbert Feith, dalam Pemilu 1955 di Indonesia, perolehan suara PKI pada Pemilu 1955 di Karesidenan Kediri, mencapai 457.000 suara. Perolehan suara PKI itu adalah yang tertinggi, mengalahkan perolehan suara PNI sebanyak 455.000 suara, NU sebanyak 366.000 suara, dan Masyumi sebanyak 155.000 suara.
Hal itu yang membuat orang-orang PKI di Kediri, yakni terutama di Mojo, dan Kras, yang secara geografis letaknya berdekatan, dan merupakan basis PKI, berani dengan leluasa menebar teror. Bahkan sejak menjelang peristiwa G30S/ PKI, intensitas teror semakin meningkat, utamanya kepada kalangan pesantren.