Siu Ban Ci, Selir Prabu Brawijaya Dari China yang Mengubah Sejarah Jawa
loading...
A
A
A
Prabu Brawijaya yang diduga merupakan raja terakhir Kerajaan Majapahit, jatuh cinta pada pandangan pertama, saat menatap gadis cantik bernama Siu Ban Ci. Gadis muslim berdarah China tersebut, datang ke Istana Majapahit untuk menemani ayahnya, Syekh Betong atau Tan Go Hwat.
Syekh Betong yang juga dikenal dengan nama Kyai Betong, datang menghadap Prabu Brawijaya di Istana Majapahit, untuk meminta izin berdagang di wilayah Keling. Syekh Bentong merupakan saudagar kaya, yang juga ulama besar.
Saat menghadap ke Prabu Brawijaya, Syekh Bentong juga membawa berbagai seserahan, yakni batu giok dari China, kain sutra, keramik Tiongkok, dupa, dan mutiara. Tetapi, bukan seserahan itu yang membuat Prabu Brawijaya tertarik, melainkan dia terpikat oleh kecantikan Siu Ban Ci.
Diam-diam, permaisuri Kerajaan Majapahit, Dewi Amarawati atau Putri Champa menaruh rasa cemburu saat menyaksikan Prabu Brawijaya mulai terpikat dengan Siu Ban Ci. Di tengah gemuruh rasa cemburu sang permaisuri, Prabu Brawijaya justru mempersilahkan Syekh Bentong bersama putrinya beristirahat di Puri Kanuruhan.
Setelah beristirahat semalam di Puri Kanuruhan, Syekh Batong dipanggil untuk menghadap kembali kepada Prabu Brawijaya. Saat itulah, penguasa Majapahit itu menyampaikan niatnya untuk meminta putri Syekh Betong, Siu Ban Ci menjadi garwa ampeyan atau istri selirnya.
Permintaan langsung dari Prabu Brawijaya itu, ternyata mendapatkan persetujuan dari Syekh Bentong. Bahkan, Siu Ban Ci akhirnya juga dibawa serta untuk menghadap Prabu Brawijaya. Kedatangan Siu Ban Ci ke Istana Majapahit, dibawa menggunakan tandu terbaik dari Puri Kanuruhan.
Prabu Brawijaya sangat mencitai Siu Ban Ci, kondisi ini semakin membuat Dewi Amarawati dibakar cemburu dan amarah. Dalam Babad Tanah Jawi diceritakan, saat Dewi Amarawati belum juga memiliki keturunan, ternyata Siu Ban Ci justru sudah hamil dari buah cintanya dengan Prabu Brawijaya.
Syekh Betong yang juga dikenal dengan nama Kyai Betong, datang menghadap Prabu Brawijaya di Istana Majapahit, untuk meminta izin berdagang di wilayah Keling. Syekh Bentong merupakan saudagar kaya, yang juga ulama besar.
Saat menghadap ke Prabu Brawijaya, Syekh Bentong juga membawa berbagai seserahan, yakni batu giok dari China, kain sutra, keramik Tiongkok, dupa, dan mutiara. Tetapi, bukan seserahan itu yang membuat Prabu Brawijaya tertarik, melainkan dia terpikat oleh kecantikan Siu Ban Ci.
Diam-diam, permaisuri Kerajaan Majapahit, Dewi Amarawati atau Putri Champa menaruh rasa cemburu saat menyaksikan Prabu Brawijaya mulai terpikat dengan Siu Ban Ci. Di tengah gemuruh rasa cemburu sang permaisuri, Prabu Brawijaya justru mempersilahkan Syekh Bentong bersama putrinya beristirahat di Puri Kanuruhan.
Setelah beristirahat semalam di Puri Kanuruhan, Syekh Batong dipanggil untuk menghadap kembali kepada Prabu Brawijaya. Saat itulah, penguasa Majapahit itu menyampaikan niatnya untuk meminta putri Syekh Betong, Siu Ban Ci menjadi garwa ampeyan atau istri selirnya.
Permintaan langsung dari Prabu Brawijaya itu, ternyata mendapatkan persetujuan dari Syekh Bentong. Bahkan, Siu Ban Ci akhirnya juga dibawa serta untuk menghadap Prabu Brawijaya. Kedatangan Siu Ban Ci ke Istana Majapahit, dibawa menggunakan tandu terbaik dari Puri Kanuruhan.
Prabu Brawijaya sangat mencitai Siu Ban Ci, kondisi ini semakin membuat Dewi Amarawati dibakar cemburu dan amarah. Dalam Babad Tanah Jawi diceritakan, saat Dewi Amarawati belum juga memiliki keturunan, ternyata Siu Ban Ci justru sudah hamil dari buah cintanya dengan Prabu Brawijaya.